Jelang Nyepi, Ribuan Umat Hindu di Tolitoli Ikut Melasti

RIBUAN umat Hindu ikut Melasti menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 di Pantai Desa Lalos, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, Sabtu (25/3/2017). FOTO: SABRAN

SultengTerkini.Com, TOLITOLI– Ribuan umat Hindu di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah mengikuti ritual Melasti menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 yang dilaksanakan di Pantai Desa Lalos, Kecamatan Galang, Sabtu (25/3/2017).
Wakil Ketua Parishada Kabupaten Tolitoli, I Wayan Sukadi mengatakan, perayaan ini rutin digelar setiap tahun.
Pelaksanaan prosesi ini dilaksanakan sejak seminggu sebelum Hari Raya Nyepi atau maksimal 2 hari sebelum Nyepi.
‘’Untuk di Kabupaten Tolitoli sendiri, kami melaksanakan ritual ini menjelang dua hari perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1939,” ujar I Wayan Sukadi ketika ditemui SultengTerkini.Com usai prosesi Melasti, Sabtu (25/3/2017).
Menurutnya, ada tiga hal yang akan diikuti pada prosesi menjelang Nyepi.
Tiga prosesi itu diantaranya Melasti atau Makiyis, adalah prosesi spiritual keagamaan sebagai upaya penyucian Buana Agung dan Buana Alit.
Penyucian ini tidak berhenti pada tataran alam semesta, tetapi juga pada diri setiap manusia harus menyucikan diri dan lingkungannya.
Arah prosesi penyucian itu ditujukan ke arah laut, segara, sungai, muara dan mata air dalam wujud Tirha Amerthe.
Sementara prosesi kedua yakni Tawur Kesanga adalah Upacara Bhuta Yajna, atau korban suci yang ditujukan kepada penguasa kekuatan yang memberi manfaat bagi seisi alam raya ini berupa Caru, dengan menetralisir kekuatan alam agar dapat bergerak secara seimbang dan harmonis. Tawur Kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi tepatnya pada bulan Mati atau Tilem Sasih Kesanga.
Serta prosesi Nyepi atau Brata Penyepian dilaksanakan perayaannya pada tanggal Apisan Sasih Kedasa sehari setelah Tilem Kesanga.
Nyepi dilaksanakan dengan berpuasa dan berpantang atau brata yang dimulai pagi hari jam 06.00 WITA sampai besok jam 06.00 WITA atau selama 24 jam.
Dengan melakukan berbagai bentuk Tapa, Brata, Yoga, Samadi, dan Monabrata adalah yang tertinggi.
‘Kesemuanya bertujuan untuk menuju keheningan dan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wase agar dapat mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin (Jagadhita dan Moksa), juga terbinanya kehidupan yang berlandaskan kebenaran (Satyam), kesucian (Sivam) keharmonisan dan keindahan (Sundaram),” tuturnya.
Dia mengatakan, saat Brata Penyepian ada empat pantangan atau catur brata penyepian yang harus dilaksanakan. yakni tidak menyalakan api, baik api secara fisik maupun api dalam diri kita (Amati Geni), tidak melakukan aktivitas bekerja seperti sehari-hari, melainkan melakukan introspeksi diri atau Mulatsarira, seraya mengagungkan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi (Amati Karya),  tidak bepergian, baik tubuh yang pergi maupun pikiran yang liar harus dikendalikan (Amati Lelungan), serta tidak menikmati hiburan (Amati Lelanguan).
“Setelah Nyepi kita melaksanakan Ngembak Geni. Ngembak Geni sebagai wujud bahwa segala bentuk Brata dalam panyepian telah berakhir. Nah disinilah umat sedharma dapat memanfaatkan momen ini untuk melakukan Simakrama atau Upaksama yaitu saling memaafkan satu sama lain dan mengisyaratkan kepada manusia untuk bersatu padu, menghargai perbedaan, saling memaafkan adalah perbuatan mulia yang akan membuat hidup kita terasa lebih damai,” katanya. Menurut dia, melayani mereka yang lemah, membantu mereka yang menderita adalah karma utama saat ini.
Karena sesungguhnya melayani semua mahluk dengan cinta kasih, dan kasih sayang adalah bentuk pemujaan terhadap Ida Shang Hyang Widhi Wase.
Seperti diketahui, untuk Melasti tahun 2017 di Kabupaten Tolitoli sendiri ini terbagi menjadi empat rayon yakni Rayon Lampasio, Rayon Basidondo, Rayon Sibea, dan Rayon Bambalaga. BRN

Komentar