Jumlah Pemilih Naik Drastis 8.454 Orang, Eksodus Tenaga Kerja Ancam Kelancaran Pilkada Morowali

Wahyudin Abdul Wahid

SultengTerkini.Com, MOROWALI– Eksodus tenaga kerja dari luar daerah ke Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah adalah sebuah berkah bagi masyarakat setempat. Namun dibalik itu, eksodus tenaga kerja ini  mengancam kelancaran penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Morowali pada Juni 2018 mendatang.

Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali yang mewajibkan tenaga kerja maupun calon tenaga kerja dari luar daerah untuk memiliki kartu tanda penduduk (KTP) elektronik setempat menjadi faktor utama adanya ancaman tersebut.

Dengan kewajiban pembuatan KTP Morowali, maka jumlah penduduk atau jumlah pemilih meningkat signifikan, bahkan hanya dalam tempo beberapa bulan.

Data pemilih berkelanjutan yang dihimpun oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Morowali menunjukkan selisih pemilih yang cukup banyak.

Hingga 31 Juli 2017, KPUD Morowali mencatat jumlah pemilih sebanyak 81.467 orang.

Sementara bila dibandingkan dengan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Morowali, terjadi peningkatan 8.454 pemilih.

Dalam DP4 yang dikeluarkan Dukcapil Kabupaten Morowali, jumlah pemilih tercatat sebesar 89.921 pemilih.

Data sinkronisasi antara DP4 dari Dukcapil Morowali dengan data pemilih berkelanjutan KPUD Morowali menunjukkan, eksodus pemilih terbesar terjadi di Kecamatan Bahodopi yang menjadi pusat perusahaan tambang terbesar di Asia Tenggara yakni PT Indonesia Morowali Industrial Park atau IMIP.

Di kecamatan ini, terjadi peningkatan pemilih sebanyak 2.030 orang.

Kecamatan Bungku Tengah yang menjadi pusat ibukota Kabupaten Morowali juga terjadi peningkatan jumlah pemilih. Di kecamatan ini, jumlah pemilih meningkat sebesar 1.897 orang.

Di Kecamatan Witaponda, jumlah pemilih sesuai DP4 tercatat sebesar 15.241 orang atau naik 1.814 orang dari data yang dicatat KPUD Morowali.

Sementara di Kecamatan Bungku Barat, jumlah pemilih naik sebesar 1.465 orang; di Kecamatan Bumi Raya naik 711 orang; di Kecamatan Bungku Timur naik 627 orang; di Kecamatan Bungku Selatan naik 256 orang, di Kecamatan Bungku Pesisir naik 161 orang dan di Kecamatan Menui Kepulauan, jumlah pemilihnya naik lima orang.

Potensi ancaman kesuksesan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Morowali akibat keberadaan ‘massa baru’  ini bisa dilihat dari gagalnya pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Labota, Kecamatan Bahodopi, 27 Agustus 2017 silam.

Penyelenggaraan pilkades di desa tersebut terpaksa diundur, karena masuknya ‘pemilih siluman’.

Untung saja, kecurangan pemilu tersebut tidak menimbulkan kontak fisik antarmasyarakat yang bisa berujung pada kerugian massal masyarakat setempat.

Pejabat Sementara Kepala Desa Keurea Kecamatan Bahodopi, Ahyar Amiruddin mengakui terjadinya peningkatan jumlah pemilih di wilayahnya.

Selama tiga bulan menjabat, lebih dari 200 calon tenaga kerja mengurus KTP elektronik Kabupaten Morowali.

“Selama saya menjabat tiga bulan ini, ada 200-an orang yang mengurus KTP Morowali. Kebanyakan mereka berasal dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan,” kata Ahyar yang ditemui di kediamannya di Desa Keurea, belum lama ini.

Dia menambahkan, masuknya tenaga kerja dari luar daerah tersebut juga membawa dampak sosial yang cukup besar di masyarakat.

“Ada tenaga kerja yang baik, ada juga yang nakal. Mereka membawa kebiasaan buruk dari daerah mereka kesini. Dulu, tidak ada judi sabung ayam disini, sekarang sudah ada. Belum lagi soal minuman kerasnya,” keluh  Ahyar.

Selain itu, sambung Ahyar, masyarakat luar daerah yang tinggal di desa itu tidak seluruhnya menjadi pekerja di perusahaan tambang.

Akibatnya, mereka menambah jumlah pengangguran di desa itu.

“Kalau iman mereka kuat, bagus. Tapi kalau imannya tidak kuat, bisa saja mereka berbuat kriminal di desa ini. Karena ketika mereka menganggur dan perut mereka lapar, hal apapun bisa mereka lakukan,” terangnya panjang lebar.

Ketua KPUD Morowali, Wahyudin Abdul Wahid mengakui adanya potensi ancaman gangguan penyelenggaraan Pilkada Morowali 2018 akibat adanya eksodus tenaga kerja ini.

Setidaknya, kata Wahyudin, ada dua hal yang bisa mengganggu jalannya pemilukada. Pertama, soal ketersediaan surat suara. Kedua, ketidakcukupan durasi waktu pencoblosan akibat antrian panjang pemilih.

“Dalam PKPU, siapapun yang memiliki KTP elektronik, berhak memilih. Jangan sampai, surat suara yang dicetak nanti tidak cukup karena gelombang pemilih yang memegang KTP terlalu besar. Durasi waktu pencoblosan juga bisa berkurang, karena pemegang KTP, diberi waktu mencoblos sejak jam 12 siang sampai jam 1 siang. Nah, khawatirnya kalau pemegang KTP ini banyak, tentu waktunya tidak cukup, sementara dalam PKPU, waktu pencoblosan hanya dibatasi sampai jam 1 siang, tidak boleh lebih,” tutur Wahyudin saat ditemui SultengTerkini.Com di ruang kerjanya, belum lama ini. CAL/GUS

Komentar