SultengTerkini.Com, PALU– Hidup Bahagia Tanpa Riba ditekankan kepada jamaah Masjid Raya Baiturrahim oleh Abu Muhmmad Dwiono Koesen Al Jambi, Senior Manager Divisi Konsumen PT BNI Syariah Pusat saat membawakan dialog tablig akbar, Jumat (8/12/2017).
“Banyak masyarakat belum paham tentang arti riba, sehingga kami yang mengetahui perlu menyampaikan hal itu agar terhindar dari dosa,” ujar penulis Buku Selamat Tinggal Riba.
“In shaa Allah tidak ada orang yang tidak ingin memiliki kehidupan yang tenteram penuh keberkahan di dunia ini. Hidup seseorang akan tenteram apabila mendapat berkah dalam kehidupannya dari Allah,” katanya menambahkan.
Menurutnya, keberkahan pasti akan diperoleh ketika orang itu menjalankan segala sesuatu dalam kehidupannya sesuai dengan tuntunan syariat. Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT bahwa setiap manusia harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hal tersebut jelas tidak akan terlepas dari yang berhubungan dengan ekonomi.
Keberkahan itu bisa dilalui dengan menghindari Riba. Riba itu kata Dwiono, ada dua macam yaitu nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Sementara riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya.
Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
Maksudnya orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
Berbicara masalah ekonomi jelas tidak akan terlepas dari sentra penggerak perekonomian itu sendiri yakni bank.
Sistem perekonomian di Indonesia dalam bentuk perbankan memiliki multi fungsi karena seiring dengan kemajuan zaman, bank telah menjadi kebutuhan mutlak untuk memudahkan melakukan transaksi dalam kehidupan manusia.
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia melalui lembaga perbankan. Setelah hampir 20 tahun Bank Syariah ada di Indonesia, tetapi menurut survei November 2010 pertumbuhannya baru mencapai 3,1%.
Sangat kecil dibandingkan bank konvensional (non Syariah). Bank Syariah pertama di Indonesia Bank Mualamat Indoneisa pada tahun 1991, dan mulai beroperasi pada tahun 1992. Sejak saat itu sampai tahun 2000 bank tersebut masih berjuang sendirian.
Padahal pada tahun 1997 dimana ketika itu Indonesia mengalami masa transisi, Indonesia dalam keadaan krisis moneter. Bank Syariah memiliki peranan penting dalam mempertahankan perekonomian Indonesia sehingga tidak jauh terpuruk dalam kesulitan. Hal tersebut merupakan suatu hikmah besar bagi bangsa Indonesia.
“Allah ingin menunjukan bahwa syariah-Nya begitu maslahat dan berkah. Betapa tidak? Pada saat itu seluruh neraca keuangan bank konvensional mengalami kerugian besar bahkan bangkrut. Penyaluran kredit kepada masyarakat macet, karena dengan bunga kredit besar yang ditawarkan kepada rakyat tidak sesuai dengan hasil/keuntungan yang diperoleh rakyat,” tuturnya. SAH
Komentar