Ibu-ibu Zikir di Ruang Sidang, Ketua PN Luwuk Marah

WhatsApp Image 2018-02-04 at 12.28.58
KUASA Hukum Masyarakat Tanjung saat memperlihatkan gugatan yang diajukan ke PN Luwuk. FOTO: STEVEN PONTOH

SultengTerkini.Com, LUWUK– Kantor Pengadilan Negeri (PN) Luwuk di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah tiba-tiba saja gaduh.

Pasalnya, Ketua PN Luwuk, Ahmad Yani dikabarkan mencak-mencak ke anggotanya karena adanya kegiatan zikir para ibu-ibu korban penggusuran eksekusi lahan di kompleks Tanjung Sari, Kelurahan Karaton, Kecamatan Luwuk, Jumat (2/2/2018) pagi.

Sempat terjadi adu mulut antara ibu-ibu dengan ketua PN Luwuk, sebelum akhirnya mereka pindah kegiatan ke musholah di sebelah bangunan yang masih satu halaman dengan PN Luwuk.

Letua PN bahkan mengancam mempidanakan sejumlah orang yang dianggap melakukan presure ke PN Luwuk ketika itu.

“Ini sudah kegiatan yang membawa nama agama yang terkesan memprovokasi emosi warga. Makanya saya laporkan sebagai tindak pidana, termasuk pengacaranya,” tutur Ketua PN Luwuk, Ahmad Yani.

Ada beberapa poin menurut ketua PN yang membuatnya harus memindahkan kelompok pengajian itu.

Pertama, Ia menegaskan bahwa dirinya juga seorang muslim, sehingga tidak benar jika dikatakan melarang pengajian.

Kedua, apa yang dilakukan di ruang sidang utama tanpa izin menurutnya menjadi sebuah pressure (tekanan) ke pengadilan.

Ketiga, demo silahkan namun harus ada izin. Tapi tidak juga dilakukan di ruang sidang, karena ada ketentuan soal itu.

“Kenapa saya marah, karena ternyata pengajian ini diekspos ke grup WhatsApp KKST (Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara) oleh pengacaranya. Ini terkesan memancing kegaduhan. Lah, kalau pengajian kenapa harus di ruang sidang, tanpa izin pula. Nyelonong aja masuk. Jadi saya mengusir bukan pengajiannya, tapi posisinya yang tidak tepat. Kalau pengajian kenapa tidak ke masjid, atau tempat lain, kenapa harus di ruang sidang?,” pungkas orang pertama di PN Luwuk itu.

Ia menjelaskan, terkait rencana eksekusi adalah persoalan hukum, sehingga penyelesaiannya pun harus dengan aturan yang jelas.

Bahkan, menurut Ahmad Yani, surat gubernur soal gugatan keberatan terkait lahan Pemprov Sulteng yang masuk dalam peta eksekusi juga sudah dijawabnya.

“Saya sudah jawab silahkan saja, tapi eksekusi tetap jalan. Mereka juga yang datang tadi (warga Tanjung) buat gugatan. Silahkan, tapi jangan dipresure seperti ini,” tegasnya.

Secara terpisah, Iskandar Ismail selaku penasehat hukum warga Tanjung mengaku dirinya hanya membawa surat gugatan ke pengadilan untuk didaftarkan dan tidak membawa massa.

“Saya gak bawa massa! Itu inisiatif mereka sendiri, yang datang untuk mengawal gugatan mereka,” tegasnya.

Soal ancaman bakal dilaporkan ketua PN ke kepolisian, Iskandar bersikap santai.

“Kalaupun dilaporkan begitu silahkan saja, tapi intinya tidak seperti itu. Saya tidak membawa mereka,” katanya.

Sementara itu, Dina, salah satu peserta pengajian mengaku kecewa atas sikap ketua PN Luwuk, terutama saat berdebat dengan ibu-ibu pengajian lainnya.

Dalam keterangannya, Dina hanya bisa meneteskan air mata.

“Pak Ahmad Yani yang terhormat, kami tidak punya kuasa seperti bapak, kami tidak punya senjata seperti polisi atau TNI. Kami hanya bisa melakukan hal seperti ini (pengajian), memohon kepada yang kuasa untuk diberi pertolongan,” kata Dina terisak. STE

Komentar