Ini Bukti ‘Sangarnya’ Hakim Artidjo Alkostar Tolak PK Ahok

pk
HAKIM Agung, Artidjo Alkostar, dikenal sebagai hakim ‘sangar’ dan tak kenal kompromi di lingkungan Mahkamah Agung. FOTO: TRIBUNNEWS.COM

SultengTerkini.Com, JAKARTA– Mahkamah Agung (MA) menolak upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Senin (26/3/2018). Putusan ini tentu saja menjadi kabar buruk bagi pendukung setia Ahok, sapaan Basuki. Sebaliknya kabar gembira bagi haters Ahok.

Lalu siapa sebenarnya Hakim Artidjo Alkostars yang menangani PK Ahok ini?

Hakim Artidjo dikenal dengan reputasinya yang tidak kenal kompromi.

Hakim Agung, Artidjo Alkostar mengaku pernah merasa tersinggung oleh sikap 2 orang pengusaha yang diduga hendak menyuap dirinya.

Hal itu diungkapkan Artidjo dalam Program Acara Satu Meja bertajuk “Palu Godan Hakim Artidjo” yang disiarkan Kompas TV, Senin (12/9/2016) malam.

Artidjo mengatakan, kejadian tersebut dialaminya saat kariernya menjadi hakim MA belum lama dimulai.

“Dulu, saya masuk Mahkamah Agung tahun 2000, ada 2 pengusaha masuk (ke ruangan kerja), bilang ‘ya Pak Artidjo yang lain sudah, tinggal Pak Artidjo saja (yang belum),” ujar Artidjo menirukan dua pengusaha yang diceritakannya itu.

Artidjo mengaku, seketika itu pula menjawab dengan tegas.

“Anda lancang sekali,” kata Artidjo.

Artidjo melanjutkan, kejadian itulah yang kemudian mendasari dirinya untuk membuat tulisan, “Tidak Menerima Tamu yang Berperkara” yang dipasang di depan ruang kerjanya di Mahkamah Agung.

“Iya waktu itu saya tempelkan di kamar (perkara pidana), di lantai 3 Mahkamah Agung,” kata dia.

Adanya tulisan tersebut, kata Artidjo, sempat mendapat respons negatif di lingkungan MA.

Tindakan Artidjo tersebut dianggap menghalangi kunjungan ke MA.

Termasuk kunjungan keluarga.

“Nampaknya kolega saya kurang berkenan,” kata dia.

Menurut Artidjo, persoalan kunjungan keluarga dan pihak lain, terutama yang berperkara, perlu dibedakan.

Meski banyak resistensi, Artidjo tetap tak melepaskan tulisan tersebut.

Hal itu, lanjut dia, perlu dilakukan agar kamar pidana yang menjadi beban tugas dan kewenangannya tetap bersih dari upaya suap.

“Saya kira kalau ke Mahkamah Agung harus bisa dibedakan, itu bukan masalah keluarga, itu saya kira perlu diatur tentang tamu-tamu yang tidak berkepentingan tentang keluarga,” ujar Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut.

Artidjo adalah hakim agung yang ditakuti para terdakwa kasus korupsi.

Dia kerap menambah hukuman bagi pelaku kejahatan yang masuk kategori luar biasa itu, di tingkat kasasi.

Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo.

Anda mungkin kenal dengan nama-nama ini; Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.

Terakhir pengacara Otto Cornelis Kaligis.

Nama-nama di atas pernah berhadapan dengan Hakim Artidjo dan merasakan ketegasannya.

Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.

Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik. Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9/2014) dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.

Anas Urbaningrum?

Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, setelah menolak kasasi yang diajukannya. Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara kini harus mendekam di rumah tahanan selama 14 tahun.

Pada Senin (23/2/2015), palu Artijo “galak” menolak kasasi Akil dan menguatkan putusan sebelumnya yang menghukum Akil dengan pidana seumur hidup.

Persidangan kasus Akil berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dalam sidang tersebut, Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Bonaran Situmeang didakwa memberikan uang Rp 1,8 miliar kepada Akil.

Pemberian itu hadiah untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan dari dua pasangan calon atas hasil Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah pada 2011.

Penolakan kasasi Akil Mochtar oleh MA disampaikan Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar. MA menguatkan putusan sebelumnya yang menghukum Akil dengan pidana seumur hidup.

”Alasan kasasi terdakwa pun tidak bisa dibenarkan karena pengulangan fakta yang merupakan penilaian hasil pembuktian yang dipertimbangkan dengan benar oleh judex facti,” ujar Artidjo Alkostar yang juga ketua majelis kasasi.

Seluruh nama-nama itu, oleh Artidjo, dijatuhi hukuman penjara lebih lama ketimbang putusan di pengadilan tingkat pertama.

Bahkan ada sejumlah terdakwa yang mencabut permohonan kasasinya ketika tahu bahwa Artidjo masuk dalam majelis hakim yang akan menangani perkara.

Kenapa Pilih Hukum Jalan Hidup?

Artidjo Alkostar muda besar di Situbondo.

Waktu SMA dia mengambil jurusan ilmu alam (sekarang IPA).

Lulus SMA, pria kelahiran Situbondo, 22 Mei 1949 ini ingin mendaftar di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

“Saya menitipkan untuk didaftarkan ke teman saya, Mas Said, dia orang UII (Universitas Islam Indonesia),” katanya.

Saat itu, Said mengabarkan bahwa pendaftaran ke UGM sudah ditutup.

“Saya terlambat,” katanya kepada pemandu acara Satu Meja, Budiman Tanuredjo.

Koleganya mengusulkan agar Artidjo mendaftar ke Fakultas Hukum UII sambil menunggu pembukaan pendaftaran UGM tahun depan.

Sekalian juga untuk menyesuaikan dengan kehidupan Kota Yogyakarta.

“Saya setuju. Dari pada di Situbondo saya bengong,” ujar Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung ini.

Setelah didaftarkan dan lulus, Artidjo ternyata menikmati kuliah di fakultas hukum.

Apalagi setelah mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan.

Dia malah melupakan cita-cita masuk Fakultas Pertanian UGM.

“Saya enjoy dan malah tak berminat lagi ke fakultas pertanian,” tuturnya.

Budiman lantas bertanya, menyesalkah Anda?

“Enggak lah, karena di bidang hukum saya bisa membantu banyak orang,” jawab Artidjo.

TANGANI PK AHOK

Artidjo kini ditunjuk sebagai pimpinan sidang peninjauan kembali atau PK vonis 2 tahun penjara yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kepada Mahkamah Agung (MA).

Juru bicara MA Suhadi mengatakan, penunjukan Artidjo merupakan keputusan pimpinan MA.

“Ya memang dari pimpinan MA yang menunjuk. Tidak ada alasan khusus, itu kewenangan pimpinan,” ujar Suhadi saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (15/3/2018).

Selain Artidjo, hakim lainnya yang akan menangani PK Ahok adalah Salman Luthan dan Sumardijatmo.

Ahok mengajukan PK pada 2 Februari 2018. Sidang perdana digelar pada Senin (26/2/2018) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Ada sejumlah poin yang menjadi pertimbangan Ahok mengajukan PK, salah satunya vonis 1,5 tahun penjara terhadap Buni Yani di Pengadilan Negeri Bandung.

Buni Yani merupakan pihak yang disebut-sebut mengubah video Ahok mengutip ayat suci di Kepulauan Seribu.

Pertimbangan lain, kuasa hukum Ahok merasa hakim cukup banyak membuat kekeliruan dalam putusannya.

Hakim dinilai tidak mempertimbangkan saksi ahli yang diajukan Ahok.

(sumber: tribunnews.com)

Komentar