SultengTerkini.Com, PALU– Hasil kunjungan kerja Ombudsman di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu menemukan adanya kejanggalan dalam penempatan tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan kerja perusahaan dengan nilai investasi sekira Rp72 triliun itu.
Salah satunya, Ombudsman menemukan adanya TKA yang menempati posisi kerja nonskill.
Temuan tersebut kemudian menjadi evaluasi Ombudsman terhadap kinerja Kantor Imigrasi Luwuk sebagai pihak yang selama ini mengawasi proses masuk dan keluarnya TKA di wilayah Kabupaten Morowali.
“Data yang kami temukan jalur TKA masuk ke lokasi PT IMIP dari China melalui Kendari, Sulawesi Tenggara,” jelas Komisioner Ombudsman Kota Palu, Nasrun, Jumat (5/5/2018) malam pada kegiatan Uji Kompetensi Jurnalis yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu.
Polemik mengenai jumlah TKA yang ada di PT IMIP juga masih simpang siur. Ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 3.000 orang, tetapi ada pula yang menyebutnya hanya sekira 2.100 orang seperti yang pernah diberitakan detik.com atas pernyataan Humas PT. IMIP, Dedy Kurniawan.
“Mengenai jumlah TKA di sana kami memang belum memiliki data yang lengkap,” kata Nasrun.
Meski begitu, Nasrun mengungkapkan berdasarkan data yang diperoleh dari izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) pada Kantor Imigrasi Luwuk, kemudian dari Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta pengakuan manajemen PT IMIP menyebutkan jumlah TKA yang ada hanya berkisar 1.200 orang.
“Kami agak susah menghitungnya, namun arus keluar masuk TKA di sana cukup tinggi. Jadi jika ada yang mengatakan jumlah TKAnya mencapai 3.000 orang, ya bisa jadi. Karena data yang kami peroleh itu berdasarkan kajian secara nasional per 12 Desember 2017 lalu,” paparnya.
Melalui manajemen PT IMIP, Nasrun mengaku mendapatkan informasi bahwa jumlah TKA di perusahaan itu tidak menentu.
Setiap bulan selalu berbeda, karena ada yang dikembalikan dan ada yang datang. Di sisi lain, jumlah petugas pengawas arus keluar masuk TKA di Morowali yang hanya dilakukan oleh satu orang dianggap tidak sesuai dengan jumlah TKA yang ada.
“Yang tugas ngawasi TKA di dua kabupaten di sana hanya satu orang. Perempuan pula, jadi memang tidak sebanding. Untuk itu kami juga sudah mengusulkan agar ada peningkatan status kantor imigrasi Luwuk sehingga pengawasannya bisa maksimal,” ungkapnya.
Terkait keluhan masyarakat bahwa dalam perusahaan terdapat TKA dengan pekerjaan nonskill namun mendapatkan gaji yang jauh lebih besar dari tenaga kerja lokal, Nasrun mengaku tidak mengetahuinya.
Ia menyebutkan, Ombudsman tidak melihat pada persoalan pelanggarannya, namun melihat sisi pelayanan publiknya terhadap arus keluar masuk TKA. “Kami hanya fokus pada sisi administrasinya saja, tidak pada pelanggarannya,” tegas Nasrun.
“Mengenai pekerja nonskill memang kami menemukan itu di lapangan. Sebab ada TKA yang ternyata jadi sopir truk di dalam lokasi,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan saat ini Kantor Imigrasi Luwuk tengah membuka kantor perbantuan di Morowali, dengan begitu pelayanan dan pengawasan terhadap TKA bisa sedikit ditingkatkan.
Akan tetapi solusi tepatnya ialah peningkatan status Kantor Imigrasi Luwuk dari C naik ke tingkat yang lebih di atasnya, sehingga ada penambahan jumlah pegawai yang nantinya bisa mengawasi arus keluar masuk TKA di Morowali. STE
Komentar