SultengTerkini.Com, JAKARTA– Gaji Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang ditetapkan di Perpres No 42 Tahun 2018 tentang hak keuangan BPIP dinilai sangat tidak pancasilais. Guru besar ilmu ekonomi dan Peneliti senior Indef, Didik J Rachbini menilai penetapan gaji yang besar ini menguras anggaran negara dan dianggap sangat boros.
“Gaji di BPIP sebagai lembaga baru diluar kewajaran. Ini akan menguras anggaran negara secara boros dan tidak produktif,” ujar Didik J Rachbani kepada Republika.co.id, Rabu (30/5).
Ia bahkan menilai praktek kebijakan seperti itu tidak Pancasilais, mengingat kondisi kesenjangan rakyat yang luar biasa pada saat sekarang. Birokrasi dengan berkedok reformasi telah menaikkan gaji sangat tinggi. Namun, kualitas pelayanan publik tetap buruk dan masih dijangkiti boros, tidak efisien, tuna produktif, bahkan tuna kerja.
Menurut Didik, dalam teori disebut perilaku empire builders atau penyakit membangun birokrasi yang gemuk tapi tuna efisiensi. Ia berpendapat, lembaga-lembaga ad hoq sudah banyak dibubarkan, tetapi pada sisi lain dibangun kembali seperti BPIP dengan gaji yang menyinggung perasaan rakyat.
Praktik seperti ini dilakukan di berbagai lembaga negara dengan mengalokasikan gaji, honorarium, dan renumerasi yang berlebihan sehingga menguras anggaran negara.
“Sumber pemborosan negara berasal dari praktek seperti ini,” kata Didik.
Ia juga menilai praktek pemborosan birokrasi pada saat ini lebih parah daripada Orde Baru. Pada masa Orde Baru jumlah APBN hanya sekitar Rp 60-70 triliun tetapi utang terkendali. Jumlah APBN sekarang tidak kurang dari Rp 2.000 triliun tetapi haus utang.
“Ini tidak lain karena praktek pemborosan di birokrasi semacam BPIP dan lembaga-lembaga negara lainnya,” tegasnya.
Jika praktek pemborosan seperti ini terus dilakukan, kata Didik, maka birokrasi akan memakan negara atau pasak memakan tiang. “Jadi tidak selayaknya menerima gaji berlebihan diluar kewajaran tanpa kerja yang sewajarnya,” tegasnya.
Perpres 42/2018 yang diterbitkan dan disahkan Presiden Jokowi pada 23 Mei 2018 mengatur hak keuangan BPIP. Gaji dengan nilai terbesar adalah gaji Ketua Dewan Pengarah Megawati Soekarnoputri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemberian hak keuangan kepada pengurus BPIP berdasarkan analisa dan perhitungan dari Kementerian Keuangan serta Kementerian PAN-RB.
“Sekali lagi itu bukan dari itung-itungan dari kami lho, ya. Itung-itungan dari kementerian. Analisa jabatan di Kemenpan. Kemudian kalkulasi dan perhitungan mengenai besarnya itu di Kemenkeu,” kata Jokowi di Uhamka, Jakarta Timur, Selasa (29/5/2018).
Ia memastikan, terdapat mekanisme yang harus dilakukan untuk memberikan hak keuangan pejabat lembaga. Ia menyebutkan salah satunya berdasarkan analisa jabatan dan beban tugas yang dihadapi. Ia menyebutkan total gaji yang diterima ketua umum PDIP tersebut juga telah meliputi berbagai unsur, termasuk gaji, tunjangan, serta asuransi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan rincian penghasilan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri. Menurut dia, gaji pokok Dewan Pengarah BPIP tak berbeda dengan gaji pokok yang diterima para pejabat negara lainnya, yakni sebesar Rp 5 juta.
Ia bahkan menyebut tunjangan jabatan pejabat di BPIP lebih kecil dibandingkan lembaga lainnya, yakni sebesar Rp 13 juta. Sisa hak keuangan lainnya digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan BPIP.
Ini seperti biaya transportasi, pertemuan, komunikasi, dll. Selain itu, terdapat pula asuransi kesehatan dan juga asuransi jiwa masing-masing sebesar Rp 5 juta.
Berikut ini daftar hak keuangan sesuai dengan lampiran Perpres Nomor 42/2018:
- Ketua Dewan Pengarah mendapat hak keuangan Rp 112.548.000
- Anggota Dewan Pengarah mendapat hak keuangan Rp 100.811.000
- Kepala BPIP mendapatkan hak keuangan Rp 76.500.000
- Wakil Kepala BPIP mendapatkan hak keuangan Rp 63.750.000
- Deputi BPIP mendapatkan hak keuangan Rp 51.000.000
- Staf Khusus BPIP mendapatkan hak keuangan Rp 36.500.000.
(sumber: republika.co.id)
Komentar