Evo Morales, Pribumi Sosialis yang Dijadikan Contoh Amien Rais

bolo
PRESIDEN Bolivia, Evo Morales, di Sidang Umum PBB 21 September 2011. FOTO: REUTERS, AFP

SultengTerkini.Com, JAKARTA– Politikus senior PAN Amien Rais menjadikan Evo Morales sebagai contoh pemimpin yang berani menentang cengkeraman modal asing. Siapa sebenarnya Morales yang sering disebut-sebut sebagai Presiden Bolivia pertama dari kalangan pribumi itu?
“Sampai sekarang kita (Indonesia) belum punya presiden seberani Morales yang lulusan SMA,” ucap Amien Rais di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Keberanian Morales dalam menasionalisasi aset-aset di negaranya membuat Amien Rais terkesan. Itu adalah gebrakan luar biasa, dan Indonesia perlu mencontohnya. Gebrakan Morales disebut Amien mampu mengangkat ekonomi Bolivia.

“Dari negara yang paling miskin menjadi tidak terlalu miskin,” jelas Amien.

Dalam buku Amien Rais berjudul “Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!” yang terbit pertama tahun 2008, dijelaskan seluruh industri gas alam di Bolivia dinasionalisasi secara penuh sejak 1 Mei 2006.

Di samping itu, ada pula renegosiasi yang mengubah kontrak pertambangan menjadi lebih menguntungkan Bolivia ketimbang perusahaan asing. Ternyata Exxon Mobil AS, Total Prancis, Repsol Spanyol, British Petroleum, dan semua korporasi asing tak hengkang melainkan bersedia menyepakati kontrak baru yang lebih menguntungkan Bolivia.

“Penghasilan (revenue) Bolivia melonjak 6 kali (sekali lagi 6 kali) dibandingkan apa yang diperoleh Bolivia pada 2002. Bisakah Indonesia mengambil pelajaran dari Bolivia? Bersama kita Bisa! Kalau kita berani. Karena kekuatan imperialis dan kapitalis Amerika Serikat tidak pernah dapat menerima reformasi ekonomi dan politik Bolivia, Evo Morales dan para koleganya harus selalu waspada terhadap jebakan atau jeratan khas predator ekonomi (Amerika Serikat) yang sedang menghalami proses kemerosotan di mana-mana,” tulis Amien dalam bukunya itu.

Sekadar perbandingan, luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km2 dan punya luas perairan 3.257.483 km2 (berdasarkan situs Badan Informasi Geospasial). Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 250 juta jiwa. Adapun Bolivia adalah negara berpenduduk 11 juta jiwa, luas negara ini adalah 1,098,581 km2. Mari mengenal sosok pemimpin Bolivia yang gaya kepemimpinannya dirujuk Amien Rais.

Siapa Morales?

Pribumi, petani koka, kiri, anti-Amerika Serikat, anti-Israel. Kira-kira begitulah citra yang dimiliki orang ini.

Juan Evo Morales Ayma dilahirkan pada 26 Oktober, 58 tahun lalu, sebagai anak suku Aymara, satu suku asli (indigenous) Indian setempat. Morales besar dari keluarga petani. Koka adalah salah satu jenis tumbuhan yang ditanam keluarga Morales.

Dilansir BBC, Jumat (27/7/2018), Morales merupakan pemimpin serikat petani koka. Dia adalah presiden pertama yang muncul dari pergerakan sosial, memaksa dua presiden sebelumnya lengser keprabon.

Dalam pemilu, dia menjanjikan pemerintahan yang berpihak kepada kaum pribumi, kelompok mayoritas di Bolivia. Kaum pribumi di negaranya menderita peminggiran dan diskriminasi selama berabad-abad.

Pria yang pernah mengenyam perguruan tinggi namun gagal meraih ijazah ini mengaku sebagai seorang sosialis. Ideologinya merupakan hasil kombinasi ide-ide sayap kiri dengan penekanan kearifan lokal pribumi kawasan Pegunungan Andes, Amerika Selatan.

Politisi partai Gerakan untuk Sosialisme-Sarana Politik untuk Kedaulatan Rakyat (MAS-IPSP) ini dilantik pertama kali pada Desember 2005. Gebrakan pertama dia eksekusi pada beberapa bulan pertama masa jabatannya, yakni memulai proses nasionalisasi pengelolaan ladang gas alam. Pada pertengahan 2006, dia menasionalisasi ulang perusahaan minyak dan gas Bolivia.

Kenaikan pendapatan pajak membuat Bolivia mampu meningkatkan investasi publiknya serta menggenjot cadangan devisa. Duit dari gas alam digunakannya untuk membiayai proyek pekerjaan umum dan program sosial. Di bawah pemerintahannya, angka kemiskinan turun 25%. Golongan sangat miskin turun 43%.

Morales juga menjalankan reforma agraria secara besar-besaran, kekayaan alam yang vital dia bawa di bawah kontrol negara.

Kebijakannya yang kelewat kiri membikin resah kelas menengah Bolivia. Di negara itu, kaum oposisi berasal dari orang-orang kaya yang hidup di dataran rendah provinsi Santa Cruz, pusat ekonomi Bolivia. Rezim Morales dinilai terlalu radikal dan bisa membahayakan kondisi ekonomi.

Meski begitu, Morales masih mampu mempertahankan hubungan baik dengan konglomerat kawasan Santa Cruz. Pada Desember 2009, Morales terpilih lagi menjadi Presiden melalui raihan suara 64%. Bahkan ada peningkatan pendukung Morales dari kawasan makmur Santa Cruz.

Para aktivis pribumi pendukung awal Morales mulai merasakan perubahan sikap pemimpinnya. Morales dipandang beranjak berpihak ke orang-orang kaya, yakni orang-orang kulit putih yang minoritas.

Kebijakan pembukaan jalan 300 km ditentang oleh suku-suku pribumi. Soalnya, pembukaan jalan itu bakal membuka akses pembalakan kayu ilegal dan perampasan lahan.

Soal sensasi aksinya, Morales pernah memberi Salib Palu-Arit ke Paus Fransiskus. Pro-kontra di kalangan Katolik menyeruak sesudah peristiwa pemberian cendera mata pada Juli 2015 itu. Menteri Komunikasi Bolivia Marianela Paco kemudian menjelaskan, “Arit membangkitkan petani, palu bagi tukang kayu, mewakili pekerja sederhana, umat Tuhan,” kata dia sambil menambahkan tidak ada motif lain dibalik pemberian hadiah tersebut.

Politik internasional

Morales punya hubungan kuat dengan pemimpin sayap kiri lainnya di kawasan Amerika Latin, terutama dengan Hugo Chaves di Venezuela serta Fidel dan Raul Castro di Cuba.

Namun hubungan Morales dengan pihak Amerika Serikat (AS) terus tegang. Pada 2008, dia mengusir Duta Besar AS, Philip Goldberg, yang dituding berkonspirasi melawan pemerintahannya. Morales juga menunda berjalannya Administrasi Pemberantasan Narkoba AS di Bolivia.

Pada Sidang Umum PBB, September 2014, Morales menyebut Presiden Barack Obama sebagai ‘imperialis’. Sebagaimana Chaves yang juga anti-AS, Morales juga menjalin hubungan baik dengan Iran.

Dia mengambil sikap menentang Israel. Dilansir media Haaretz, Saat serangan udara Israel terhadap Gaza pada Januari 2009, hubungan diplomatik Bolivia-Israel memburuk karena pernyataan Morales, bahwa Israel telah melakukan genosida (pembantaian etnis) terhadap orang Palestina.

Pada Juli 2014, saat Israel menjalankan Operasi Perlindungan Tepi melawan Hamas, Bolivia mendeklarasikan Israel sebagai “negara teroris”. Bolivia membatalkan semua perjanjian yang memperbolehkan orang Israel untuk mengunjungi Bolivia tanpa visa, padahal kunjungan tanpa visa itu sudah bisa dilakukan sejak 1972.

Sikap Morales itu dituding komunitas Yahudi yang bermukim di La Paz Bolivia mengundang kebencian di tengah masyarakat. Terjadi penyerangan di pemakaman Yahudi, La Paz pada September 2014. Sebelumnya, sinagoge (tempat ibadah Yahudi) di Cochahamba Bolivia juga diserang batu dan bom molotov pada April dan Juli.

Di bawah pemerintahan Morales, perbaikan ekonomi Bolivia memang terjadi. Namun Bolivia masih menjadi salah satu negara termiskin di Amerika Selatan. Ekonominya sangat tergantung oleh sumber daya alam. Pada 2014 tercatat, gas alam dan mineral menjadi penyokong utama pendapatan ekspor, yakni 82% dari keseluruhan pendapatan ekspor. Ada pula yang meragukan kemampuan pemerintahan Morales dalam memerangi tindak kriminal dan korupsi.

(sumber: detik.com)

Komentar