Masykur: Sebaiknya Gubernur Sulteng Segera Bentuk Tim Terpadu Pengendali PBBKB

WhatsApp Image 2018-08-07 at 19.06.01
Muhammad Masykur

SultengTerkini.Com, PALU– Muhammad Masykur, anggota DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) menanggapi klarifikasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat melalui Badan Pendapatan Daerah terkait sorotan sinyalemen kebocoran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Muhammad Masykur mendorong agar Gubernur Sulteng Longki Djanggola segera membentuk Tim Terpadu Pengendali PBBKB untuk melakukan kajian dan investigasi lapangan dan audit pembayaran wajib pajak.

“Saya kira, ini bukan masalah yang harus diperdebatkan, tetapi yang diperlukan satuan tugas tim pengendali yang bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh antara fakta lapangan dan neraca pembayaran wajib pajak,” ujar Masykur kepada SultengTerkini.Com, Selasa (7/8/2018).

Masykur mengapresiasi adanya peningkatan penerimaan PBBKB dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sebagaimana dilaporkan.

Namun, menurut Masykur sesungguhnya nilai kebocoran jauh dari nilai yang selama ini dibayarkan dikarenakan lemahnya pengawasan terhadap objek maupun pemungut PBBKB.

Bagi Masykur, peningkatan tersebut tidak menggembirakan. Karena selama ini pihak Pemprov Sulteng melalui Badan Pendapatan Daerah belum sepenuhnya maksimal dalam menggenjot pendapatan daerah dari sumber PBBKB.

“Bagaimana kita mau bahagia, dengan laporan jika di lapangan belum ada verifikasi antara  suppliyer/produsen/importir dan pemakai/pengguna baik perseorangan maupun badan usaha bahwa pemakaian BBM tersebut sudah sesuai atau tidak  dengan Pergub Nomor 40 Tahun 2012 Pasal 7 huruf a, b, c, termasuk maraknya praktek penjualan BBM yang tidak membayarkan pajak BBKB, terutama pertambangan, transportasi laut (kapal tongkang),  konstruksi,” ujarnya.

Padahal PBBKB ini katanya merupakan salah satu primadona daerah dalam meningkatkan sumber pendapatan.

Selain itu, Masykur tidak yakin hanya ada empat perusahaan pemain yang berperan sebagai produsen/importer BBM di Sulteng seperti yang disampaikan, yakni PT Pertamina, PT Patra Niaga, PT ElNusa dan PT Aneka Kimia Raya (AKR).

Olehnya Masykur menyarankan agar update kekinian situasi lapangan perlu dilakukan.

Sebagai contoh kata Masykur, dasar perhitungan pajak yang harusnya mengacu ke Pasal 7 huruf b atau c Pergub Nomor 40 Tahun 2012, namun yang dibayarkan selama ini mengacu ke huruf a Pergub Nomor 40 Tahun 2012 tersebut.

Ada upaya menghindari beban pajak yang besar dari produsen/importir atau pengguna BBM, baik perseorangan maupun badan usaha.

“Temuan tersebut, kita dapatkan di beberapa perusahaan yang kita datangi di wilayah pertambangan dan perkebunan di wilayah Sulawesi Tengah,” ungkapnya.

Masykur menyebutkan, peningkatan PBBKB dari tahun ke tahun yang dilaporkan itu berkaitan dengan kenaikan populasi konsumen sebagai impact sejajar pembangunan dan pengembangan kawasan industrialisasi, sehingga kebutuhan BBM secara otomatis meningkat adanya.

Bukan karena perbaikan dasar perhitungan, perluasan cakupan wajib pajak, dan pengendalian.

Dalam konteks inilah Masykur secara tegas mengatakan setoran yang masuk ke rekening penampung daerah tidak sepenuhnya disesuaikan dengan amanah Pasal 3 dan Pasal 7 huruf a, b dan c, Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2012 tentang Peraturan Pelaksanaan Atas Peraturan Daerah Sulawesi Tengah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, Khusus Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

Sebab kata Masykur, tidak ada jaminan laporan dan setoran yang disetorkan ke rekening penampung daerah sepenuhnya jujur karena tanpa verifikasi dan telaah matang sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 7 Pergub Nomor 40 Tahun 2012 atas seluruh wajib pajak pengguna BBM non subsidi, perorangan dan atau badan usaha. CAL

Komentar