SultengTerkini.Com, PALU– Anggota DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) Muhammad Masykur mendesak pemerintah daerah agar mengambil langkah-langkah guna melindungi harga kopra di pasaran.
Pasalnya saat ini harga bahan baku kopra jatuh harga. Per buah hanya dihargai Rp800, sementara harga kopra terkini Rp4.200 per kilogram.
Dengan harga jatuh seperti itu sudah pasti memukul petani. Ini termasuk pukulan berat yang dialami petani kelapa. Hampir seluruh petani di wilayah Kabupaten Donggala dan Sigi merasakan pukulan seperti itu, salah satunya petani di Desa Budi Mukti, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, papar Masykur.
Di desa ini mayoritas warganya menyandarkan sumber penghidupan dari hasil buah kelapa. Sebanyak 617 Kepala Keluarga berkebun kelapa dengan total luasan 1.000 hektar lebih, tutur Masykur.
Lebih lanjut Ketua Fraksi Nasdem menuturkan, jatuhnya harga kelapa dan kopra ini membuat petani harus berpikir ulang lagi mencari alternatif untuk bisa menopang ekonomi keluarga.
“Saya kira ini bisa menjadi warning jika tidak segera ada solusi stabilisasi harga pasar. Sebab, tanaman kelapa ini salah satu ikon di daerah kita,” katanya.
Masykur membandingkan bagaimana jauhnya perbedaan harga komoditi kelapa. Dari data yang disampaikan oleh petani, per buahnya Rp2.000, sementara harga kopra Rp6.000-Rp7.000 per kilogram. Menurutnya, jika harga normal seperti itu terus bisa dipertahankan tentunya petani akan selalu bahagia. Karena menutupi biaya produksi yang dikeluarkan.
Sebaliknya, dengan harga terkini Rp800 per buah dan harga kopra Rp4.200 per kilogram, petani jadi tidak bahagia.
Rugi karena habis di biaya produksi, seperti upah tukang panjat, transportasi dan lain-lain, papar Masykur.
“Saya kira peran Pemda cukup urgen dan sangat dinanti dalam rangka mencari solusi masalah ini. Sebab, sesungguhnya pasar tidak bisa dibiarkan dibuat liar. Ini sama saja dengan mematikan secara perlahan petani,” katanya.
Standarisasi harga sangat diperlukan sebagai wujud perlindungan harga komoditi. Caranya dengan mendudukkan seluruh stakeholder seperti pembeli kopra dan kelapa, petani, produsen minyak bimoli dan lain-lain, dan tentunya Pemda selaku pengambil lebijakan.
“Hal demikian dimaksudkan agar petani selaku pihak yang kerap terpukul jika harga turun akan merasa tidak sendiri karena negara mampu hadir memberi jaminan perlindungan,” pungkas Masykur. CAL
Komentar