Balaroa dan Petobo Palu Tak Bisa Lagi Dihuni, Warga Harus Direlokasi

petobo
KAWASAN Petobo, Palu, adalah daerah yang ‘ditelan bumi’ atau mengalami pergeseran tanah. FOTO: PRADITA UTAMA/DETIKCOM

SultengTerkini.Com, PALU– Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut Balaroa dan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), tak bisa lagi dibangun permukiman pascagempa. Warga harus direlokasi.
“Yang di Balaroa dan Petobo itu sudah nggak bisa dipakai lagi. Harus relokasi karena memang medannya, fondasi, dan geologinya sudah tidak bisa dipakai lagi,” kata Basuki di RS Wirabuana, Palu, Jumat (5/10/2018).

“Kalau kita bangun lagi, kita nggak tahu lagi kan kapan ada gempa. Kalau kita bangun lagi pasti terulang lagi,” sebut dia.

Basuki menyebut relokasi warga akan lebih dulu menunggu proses rehabilitasi pascagempa selama 2-3 bulan.

“Butuh perencanaan lagi tata ulangnya. Sambil menunggu itu, kita akan bangunkan barak-barak untuk rehabilitasi baru masuk tata kota,” katanya.

Wilayah Kelurahan Petobo di Palu menjadi salah satu daerah yang terkena dampak parah karena ‘ditelan bumi’. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut wilayah yang ‘ditelan bumi’ itu mencapai 180 hektare dari total luas keseluruhan Petobo sekitar 1.040 hektare

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut ada 2.050 unit bangunan di Petobo yang rusak. Wilayah Petobo memang mengalami likuifaksi atau penggemburan lapisan tanah pasir akibat guncangan gempa berkekuatan lebih dari 6 magnitudo. Kondisi permukaan air tanah yang dangkal membuat kekuatan lapisan tanah pasir hilang seolah mencair.

Sementara itu, wilayah terdampak lainnya di Balaroa seluas 47,8 hektare dari keseluruhan 238 hektare. Jumlah bangunan yang rusak di Balaroa sebanyak 1.045 unit. Selain itu, dia menyebut wilayah Jono Oge di Kabupaten Sigi terkena dampak seluas 202 hektare.

(sumber: detik.com)

Komentar