Deteksi Gempa Sulteng, BMKG Pasang 20 Sensor Baru

WhatsApp Image 2018-10-22 at 17.50.37
JUMPA pers tentang arahan tata ruang Sulawesi Tengah pascagempa bumi dan tsunami di Kantor Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (22/10/2018). FOTO: AGUS PANCA SAPUTRA

SultengTerkini.Com, PALU– Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat memasang 20 sensor baru di sesar aktif guna mendeteksi kemungkinan terjadinya gempa di Sulawesi Tengah (Sulteng) selama 24 jam.

Adanya sensor baru ini memudahkan BMKG dalam mendeteksi gempa dari Sulteng hingga Sulawesi Tenggara.

Deputy Bidang Geofisika BMKG Pusat, Muhammad Saldy menuturkan, sensor baru ini akan terus dipantau hingga 40 hari kedepan.

Sensor ini, kata dia, bisa mendeteksi terjadinya gempa berskala 5 Skala Richter (SR) ke atas dan 5 SR ke bawah.

“BMKG bekerja selama 24 jam dan tujuh hari sepekan. Artinya, BMKG tak pernah libur dalam mendeteksi gempa. Saat ini, gempa dengan skala kecil masih memungkinkan terjadi,” tutur Muhammad Saldy saat jumpa pers tentang Arahan Tata Ruang Pasca Bencana di Kota Palu dan sekitarnya di Kantor Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sulteng, Senin (22/10/2018).

Menurut dia, ketika gempa, BMKG akan menginformasikan kepada masyarakat melalui sejumlah media informasi, baik melalui pesan singkat hingga aplikasi BMKG di telepon genggam.

Dengan penyebaran informasi cepat ini, lanjut Muhammad Saldy, masyarakat bisa mengambil upaya penyelamatan mandiri lebih awal.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudy Suhendar menjelaskan, tingkat kerawanan gempa di tiga daerah yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala hampir sama.

Olehnya, masyarakat di tiga wilayah ini harus tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa.

“Namun untuk likuifaksi (tanah bergerak), itu akan terjadi di daerah yang tingkat ketebalan pasirnya lebih tinggi. Untuk kerentanan gempa, tiga wilayah ini memang sama,” urainya.

Terkait gempa ini, Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hadi Sucahyono menjelaskan, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana seperti di daerah pegunungan rawan longsor atau di pesisir pantai harus lebih mewaspadai terhadap terjadinya risiko bencana.

Makanya, ketika terjadi bencana, masyarakat harus mengupayakan penyelamatan secara mandiri. Namun, bagi masyarakat yang saat ini telah menjadi korban bencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala, pihaknya mengupayakan pembangunan perumahan yang instan dan tahan terhadap guncangan gempa bumi.

“Rumah tahan gempa ini sudah kami bangun di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kedepan, kami mengupayakan pembangunan perumahan itu di tiga wilayah ini,” terangnya.

REVISI TATA RUANG

Pemerintah pusat akan merevisi tata ruang di Sulteng pascabencana alam gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi.

Revisi tata ruang ini ditarget rampung dalam setahun ke depan, setelah Direktorat Jenderal Tata Ruang RI memperoleh hasil penelitian dari sejumlah instansi atau kementerian.

Dirjen Tata Ruang RI, Abdul Kamarzuki menyebut, pihaknya masih menunggu data-data penelitian dari sejumlah lembaga/kementerian seperti Badan Geologi Kementerian PUPR, BNPB dan BMKG terkait langkah apa yang akan diambil dalam penataan ruang di Sulteng.

Data-data yang nantinya terkumpul, akan disusun dalam rencana induk pembangunan Sulteng, khususnya di tiga wilayah yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala kedepan.

“Dengan rencana induk pembangunan ini, kita bisa menyimpulkan, bangunan apa yang tepat untuk perumahan masyarakat korban bencana dan dimana saja lokasi-lokasi yang berada di luar daerah rawan bencana. Rencana induk ini kami targetkan rampung selama satu tahun,” tutur Abdul Kamarzuki.

Revisi tata ruang di Sulteng ini, sambung Abdul Kamarzuki, dilakukan karena terjadinya perubahan bentang alam saat bencana gempa bumi dan tsunami melanda tiga wilayah di Sulawesi Tengah pada 28 September silam.

“Ada dua langkah awal yang dilakukan pemerintah dalam waktu dekat ini, yakni rekomendasi peta zona ruang rawan bencana dan matriks zona ruang rawan bencana. Dari dua peta ini, pemerintah akan menetapkan mana daerah yang tidak bisa dibangun, dibangun secara terbatas dan daerah yang dapat dibangun secara konvensional,” jelasnya.

Abdul Kamarzuki menerangkan, untuk daerah terdampak bencana, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi akan menggunakan rekomendasi pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana yang disesuaikan dengan kajian pasca bencana.

Sementara untuk daerah yang tidak terdampak bencana, penataan ruangnya tetap menggunakan acuan Perda RTRW Kota Palu. GUS

Komentar