Kisah Menegangkan Penerbang Hercules Pertama Mendarat Pascagempa Palu

WhatsApp Image 2018-10-28 at 23.35.13
SUASANA di Bandara Mutiara SIS Aljufri Kota Palu, Sulawesi Tengah yang dipadati ribuan warga yang ingin mengungsi pascagempa. FOTO: ICHAL

AHAD kemarin, 28 Oktober 2018, tepat satu bulan lalu bencana gempa bumi dan tsunami terjadi di Sulawesi Tengah (Sulteng). Duka dan kegetiran pasca bencana masih dirasakan oleh banyak orang. Bahkan ingatan tentang peristiwa gempa dan tsunami itu juga masih membekas.
Seperti Mayor Pnb A.M. Averroes, dia masih ingat betul saat dirinya ditugaskan untuk menerbangkan pesawat Hercules dari Lanud Halim Perdanakusuma menuju Palu. Itu terjadi pada Jumat (28/9/2018) sore usai gempa mengguncang Palu.

Tim TNI Angkatan Udara (AU) bergerak cepat untuk memberi bantuan. Jalur udara menjadi jalur utama sebab jalur darat hancur akibat gempa. Hal pertama yang dilakukan yakni mencari data untuk landasan pesawat yang masih bisa dilewati di bandara.

“Sore itu kita siapkan langsung. Kami cari data bagaimana keadaan runway bandara di situ. Namun belum ada data secara pasti. Panglima memutuskan untuk pesawat dari Makassar keesokan paginya yang paling pertama masuk. Helikopter terlebih dahulu bersama pasukan khusus TNI AU sebagai pengendalian tempur yang berfungsi sebagai air controller. Dari Makassar ini terkumpul data semua segala macam baru terbang ke sana (Palu). Misi utama memastikan hasil data itu dengan ditinjau dari udara,” kata Averroes kepada detikcom, Sabtu (27/10/2018) malam.

Setelah data dikumpulkan dan dipastikan aman untuk mendarat, barulah Averroes berani menerbangkan Hercules ke Palu. Saat itu, di bayangannya adalah kondisi seperti Gempa Aceh pada 2004 lalu. Dia memang pernah berada di sana pada waktu itu.

“Data awal ketika disampaikan tsunami, itu saya langsung membayangkan kondisi Aceh. Saya waktu itu ada di sana melaksanakan membantu penanggulangan bencana Aceh. Saya membayangkan kayak Aceh saja. Waktu saya masuk dan tinjau daerah yang saya lewati, sangat kelihatan kampung-kampung hancur, ketutupan lumpur,” cerita Averroes.

“Cuma waktu itu nggak ngebayangin ada likuifaksi. Kita ngebayangin lumpur dari laut dan sungai yang masuk. Saya melihat kampung ini banyak lumpur. Ini pasti banyak yang meninggal karena lumpur tersebut,” lanjutnya.

Begitu mendarat, kondisi bangunan di Palu terlihat banyak yang hancur. Banyak warga yang menunggu di bandara. Berharap mereka dapat diterbangkan ke daerah terdekat untuk menghindari terjadinya gempa susulan. Averroes mengatakan, listrik hingga saluran komunikasi terputus di sana sehingga menyulitkan.

Selain mengangkut bantuan dan pasukan, pesawat Hercules yang diterbangkan Averroes juga digunakan untuk mengangkut pengungsi. Dia masih merasakan betul kesedihan saat harus membawa para ibu hamil, lansia dan anak-anak ke dalam pesawat.

“Pesawat saya kemampuannya kondisi normal bawa 100 orang. Jadi yang lebih dahulu ibu hamil, lansia dan anak-anak. Ada ribuan orang yang ingin mengungsi ke luar Palu. Saya terharunya bagaiman akita bisa menjelaskan agar tidak panik dan bapak-bapak mau mengalah. Merelakan anak-istrinya duluan karena nggak mungkin terangkut semua,” ceritanya.

“Saya sepanjang perjalanan sedih karena ingin sebenarnya banyak mengangkut para warga tapi kemampuan kapasitas pesawat yang tidak memungkinkan. Daripada kecelakaan lebih baik mereka sebagian mengalah,” imbuhnya.

Kini satu bulan telah berlalu. Masa tanggap darurat bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah berakhir. Bencana Sulteng saat ini ditetapkan memasuki fase transisi darurat ke pemulihan.

“Gubernur Sulawesi Tengah telah memutuskan masa tanggap darurat penanganan gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi telah berakhir tanggal 26 Oktober 2018 yang kemudian diteruskan dengan menetapkan status transisi darurat ke pemulihan selama 60 hari, terhitung 27 Oktober sampai 25 Desember 2018,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers.

Sementara itu, hingga saat ini korban meninggal tercatat sejumlah 2.081 orang, dengan perincian di Kota Palu 1.706 orang, Donggala 171 orang, Sigi 188 orang, Parigi Moutong 15 orang, dan Pasangkayu, Sulawesi Barat 1 orang. Semua korban saat ini sudah dimakamkan.

Korban luka tercatat sejumlah 12.568 orang, dengan rincian 4.438 orang luka berat dan 8.130 orang luka ringan. Sementara itu, pengungsi tercatat sejumlah 214.925 orang. Di Sulawesi Tengah tersebar di 122 titik pengungsian sebanyak 206.194 orang, sedangkan di luar Sulawesi Tengah tercatat 8.731 orang.

(sumber: detik.com)

Komentar