SEORANG nenek menelusuri jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Satu galon air yang digendongnya menghambat kecepatan gerak langkahnya. Demi menghidupi tanamannya, nenek itu harus mengangkut air setiap pagi dan petang.
Padiyem nama nenek itu. Sudah setahun dia mengolah lahan seluas 600 meter persegi yang dipinjamkan oleh seorang pejabat bank swasta di Kota Palu.
OLEH: AGUS PANCA SAPUTRA*
Di lahan yang berjarak sekitar 300 meter dari rumahnya itu, Padiyem menanam cabai rawit, kacang panjang dan tomat.
Di lahannya terdapat sebuah tong air dari karet yang diperolehnya dari pembagian kelompok wanita tani serta dua buah ember putih bekas cat.
Sebelum menyiram tanaman, Padiyem harus bolak balik mengangkut air dan memenuhi tempat air itu. Setelah penuh, barulah kemudian Padiyem menyiram tanaman.
Dalam menjalankan usahanya itu, Padiyem sering dilarang anak-anaknya. Maklum saja, usianya kini telah hampir 70 tahun. Selain karena masalah umur, Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah adalah daerah tandus. Curah hujan sangat rendah serta suhu siang hari yang bisa mencapai 36 derajat.
Bahkan tak hanya soal tanah gersang, curah hujan atau cuaca terik, ketidaktersediaan air bersih juga menjadi dalih utama anak-anak Padiyem, sehingga melarang orangtuanya bertani.
Di Kelurahan Layana Indah yang menjadi Kampung Berseri Astra (KBA) Palu ini, penyaluran air bersih ke rumah-rumah warga dilakukan secara bergilir. Setiap rumah tangga mendapat giliran penyaluran air selama tiga hari sekali.
Agar kebutuhan air bersih terpenuhi, masyarakat membuat bak bawah tanah di rumah-rumah mereka.
Karena alasan-alasan itulah, banyak warga di KBA Palu yang enggan bertani. Kebanyakan mereka memilih menjadi peternak kambing atau bekerja di luar kampung, entah itu berjualan di pasar, atau menjadi buruh bangunan.
Keberadaan peternak kambing atau sapi di KBA Palu juga menjadi masalah bagi petani di KBA Palu. Mayoritas pemilik ternak melepas ternaknya secara bebas, sehingga para petani harus memagar lahannya rapat-rapat. Kambing dan sapi menjadi ‘hama ganas’ bagi petani setempat.
“Sudahlah Mbok. Mbok jualan aja, gak usah bertani,” kata Suparmo, anak Padiyem.
“Emoh (tak mau-Bahasa Jawa). Mending menanam daripada jualan sayur orang,” jawab Padiyem menolak larangan anaknya.
Meski kondisi dan lingkungan KBA Palu tidak pro terhadap petani, Padiyem masih memiliki optimisme yang tinggi terhadap dunia pertanian. Alasannya sederhana.
Pertama, Padiyem tak susah mencari lahan pertanian. Ratusan hektar lahan terlantar di KBA Palu bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dengan cara dipinjam.
Pemilik lahan di KBA Palu tidak memasang tarif sewa bagi orang yang ingin menggarap lahannya. Umumnya para pemilik lahan senang ketika ada orang yang mau menggarap lahan mereka, karena pagarnya nanti menjadi miliknya.
Kedua, perhatian pemerintah terhadap pertanian cukup besar. Buktinya, pemerintah telah membentuk kelompok wanita tani yang diharapkan bisa menggarap lahan pekarangan rumah untuk ditanami sayur-sayuran penunjang gizi keluarga.
Dari kelompok tani yang dibentuk pemerintah ini, Padiyem memperoleh tong air dari karet, jaring pagar dan bibit tanaman.
Pemerintah sengaja membentuk kelompok wanita tani di KBA Palu karena lahan pekarangan masyarakat setempat cukup luas.
Pada tahun 1990, KBA Palu adalah daerah transmigrasi. Para transmigran asal Pulau Jawa diberi fasilitas sebuah rumah dengan pekarangan seluas 15×20 meter persegi. Selain rumah, warga transmigran juga diberi lahan usaha seluas 20 x 25 meter.
Meski areal pekarangan luas, namun hanya sedikit warga yang memanfaatkan pekarangannya. Lebih dari 50 persen pekarangan warga setempat terlantar.
Banyaknya lahan terlantar menjadi pelecut semangat Padiyem. Bagi transmigran asal Jawa Tengah itu, apa yang dilakukannya sekarang ini bisa menginspirasi masyarakat sehingga kembali memanfaatkan lahan tidurnya.
Menurut Padiyem, tidak ada yang tidak bisa dilakukan di dunia ini. Yang penting ada kemauan, pasti ada jalan keluar.
“Kalau semua orang bertani le, pasti pemerintah akan buatkan kita sumber air yang lebih besar lagi,” ujarnya optimis.
Padiyem mengatakan, ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi semua masalah pertanian di KBA Palu. Untuk mengatasi masalah air bersih, petani dianjurkan menanam tanaman yang tahan terhadap kekeringan dan cuaca panas.
“Cabai rawit dan bawang merah khas Palu cocok disini. Kalau air tidak banyak, jangan kita tanam sayur di lahan luas. Mati semua nanti,” ujarnya sambil tertawa.
“Cabai rawit dan bawang goreng juga tahan dengan cuaca panas,” tambah Padiyem.
Padiyem mengatakan, terkait masalah ternak kambing atau sapi, para petani di KBA Palu memang harus membuat pagar yang rapat. Untuk memperkecil pengeluaran, pagarnya menggunakan kayu yang banyak di hutan atau tanaman jangka panjang. Mayoritas masyarakat setempat menggunakan ‘Kayu Jawa’ sebagai pagar hidup.
“Siapa bilang Layana ini tidak bisa jadi daerah pertanian?. Pasti bisa, asal kita mau. Tanah disini subur sekali, cuma kurang air saja,” jelasnya.
METODE BOTOL BEKAS
Datuk (52) juga memiliki optimisme yang tinggi terhadap dunia pertanian di KBA Palu. Warga yang tinggal di Blok J Nomor 8, RT 14 RW 05 Kelurahan Layana Indah memiliki trik tersendiri dalam mengatasi berbagai alasan yang dikemukakan banyak orang terkait pertanian di KBA Palu.
Menurut Datuk, salah satu upaya yang dilakukannya agar tanaman cabainya tetap teraliri air adalah dengan metode botol bekas.
Di lahan pertaniannya, terdapat satu botol air mineral bekas di tiap pohon cabai. Sebelum diisi air, botol-botol bekas itu terlebih dahulu dilubangi dengan jarum, sehingga ketika diisi air, air tersebut akan menetes di pohon-pohon cabai.
“Dengan botol bekas ini, tanaman akan terus dapat air. Kita juga bisa menghemat air,” tuturnya.
Senada dengan Padiyem, Datuk juga menginspirasi warga setempat agar mengolah lahan mereka, sehingga KBA Palu menjadi daerah pertanian baru di Kota Palu.
“Orang-orang disini mengabaikan lahan mereka. Padahal, kalau diolah pasti bikin makmur,” singkatnya.
LAHAN PERCONTOHAN
Lastri (35) adalah Ketua Bidang Kewirausahaan KBA Palu. Bagi sebagian warga, Lastri adalah ‘wanita setengah dewa’. Ibu tiga anak itu begitu perkasa di lahan cabainya. Tak seperti kaum ibu lainnya, Lastri bisa mengemudikan mesin bajak.
Di KBA Palu, Lastri menanam ribuan pohon cabai di lahan seluas hampir satu hektar. Lahan tersebut berstatus lahan pinjaman dari tiga pemilik lahan.
“Ada tiga orang yang punya lahan ini. Alhamdulillah semua mengizinkan saya mengolah lahannya,” tutur Tri-sapaan akrabnya.
Menurut Tri, para pemilik lahan tidak mengenakan tarif sewa selama lahan tersebut diolah.
“Mereka senang sekali karena lahan mereka jadi bersih dan terpagar,” ujarnya.
Tri mengatakan, lahan yang dikelolanya tersebut adalah lahan terluas di KBA Palu.
“Alhamdulillah banyak orang yang datang ke lahan ini dan mereka tergerak untuk menggarap lahannya,” sebutnya.
Bagi ‘calon petani baru’, Tri tidak segan-segan membantu. Terkadang dia membantu membajak lahan milik tetangganya. Bukan itu saja, Tri juga sering membagikan bibit cabai bagi warga yang mau bertani.
“Yang mau ambil bibit silahkan. Asal jangan hasil panennya diambil. Kalau sekali tidak apa-apa. Tapi kalau keseringan itu namanya tetangga tak tau diri,” katanya sambil tertawa.
Dari lahan percontohan itu, Tri mengaku memperoleh hasil panen yang lumayan.
“Hasilnya lumayan. Cuma sekarang ini hasilnya menurun karena kena gempa. Ada dua minggu lahan ini tidak disiram karena kami mengungsi. Gara-gara itu, banyak tanaman saya yang mati. Ada 1.000-an pohon mati,” ucapnya sedih.
Perlu diketahui, bencana alam gempa bumi dan tsunami terjadi di Kota Palu pada 28 September silam. Di Kelurahan Layana Indah, mayoritas rumah yang berada di RW 1, 2 dan 3 ratusan rumah warga rata tanah ditelan tsunami. Puluhan warga tercatat meninggal dunia.
Meski begitu, pembenahan-pembenahan telah dilakukan di lahan percontohan milik Lastri.
SUMUR BOR PENAMBAH SEMANGAT
Semangat para petani menjadikan Kelurahan Layana Indah sebagai daerah pertanian baru di Kota Palu bertambah seiring dengan pembangunan sebuah sumur bor yang dilakukan PT Astra International Tbk.
Dengan sumur bor ini, masalah air di lahan percontohan bisa teratasi. Bahkan, Lastri kini tak perlu repot saat menyiram tanaman, karena saluran penyiraman berupa sprinkel atau kincir air telah diterapkan di lahan percontohan itu.
“Alhamdulillah air bukan lagi jadi masalah. Tinggal nyalakan mesin alkon, cabe saya sudah tersiram sendiri,” katanya tersenyum.
Dia berterima kasih kepada PT Astra International Tbk, karena bantuan sumur bor itu memudahkannya dalam mengampanyekan gerakan ‘Ayo Bertani’ di KBA Palu.
Dengan sumur bor tersebut, lanjut Lastri, diharap mampu merubah mindset sebagian besar masyarakat KBA Palu yang belum menjadikan pertanian sebagai tumpuan hidupnya.
“Bertani di daerah tandus? Pasti bisa asal kita mau,” singkatnya.
SATU UNTUK INDONESIA
Sementara itu, Koordinator Affco Palu, Aris Hantoro menuturkan, PT Astra International Tbk terus membantu masyarakat di KBA Palu untuk menyukseskan program empat pilar yakni program kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan.
Khusus program kewirausahaan, kata Aris, programnya memang dititikberatkan pada bidang pertanian. Aris menilai potensi pertanian di KBA Palu cukup besar. Kendala terbesarnya, lanjut Aris adalah air. Makanya, Astra International membantu pembuatan sumur bor agar para petani tidak kesulitan air bersih lagi.
“Semua yang Astra lakukan adalah yang terbaik untuk negeri ini, untuk masyarakat di KBA Palu ini. Keinginan kami, agar KBA Palu ini bisa menjadi contoh kelurahan-kelurahan lain di Kota Palu,” ujarnya.
Aris optimis, cita-cita besar masyarakat di KBA Palu yang ingin menjadikan Kelurahan Layana Indah sebagai daerah pertanian baru di Kota Palu bisa tercapai sepanjang masyarakat terus berkomitmen, kreatif dan kompak.
“Saya manaruh harapan besar kepada para ketua-ketua pilar dalam menjalankan program KBA ini. Saya optimis, kita pasti bisa,” tutup Manager Marketing FIFGroup Wilayah Sulawesi Tengah itu. ***
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Anugerah Pewarta Astra 2018
Komentar