Gubernur Sulteng: Kalau Tidak Mau Huntara, Kami Tidak akan Uruskan!

photo6194872240487639121
GUBERNUR Sulawesi Tengah Longki Djanggola saat diwawancarai sejumlah jurnalis usai meresmikan ratusan bilik hunian sementara di Kelurahan Duyu, Kota Palu, Selasa (15/1/2019). FOTO: ICHAL

SultengTerkini.Com, PALU– Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola angkat bicara menanggapi tuntutan pengungsi korban gempa dan likuefaksi asal Kelurahan Balaroa, Kota Palu yang menolak direlokasi dan dibangunkan hunian sementara (huntara) saat berunjukrasa Senin (14/1/2019).

“Ya sudahlah tidak apa-apa kalau tidak mau (huntara), kami tidak akan uruskan kau huntara, tidak apa-apa. Tapi apakah kau bisa dapat ganti rugi dan sebagainya itu bukan urusanku, silakan urus sendiri saja, tidak apa-apa. Saya tidak ada masalah, yang pasti bahwa sesuatu itu kan ada prosesnya, tidak segampang membalik telapak tangan,” kata Gubernur Longki Djanggola saat meresmikan 192 bilik huntara di Kelurahan Duyu, Selasa (15/1/2019).

Longki mengatakan, seluruh hunian tetap (huntap) yang akan dibangun itu terlebih dahulu harus melalui survei dan penelitian bahwa tanah di lokasi itu memenuhi syarat untuk dijadikan huntap.

Pihak pemerintah katanya juga tidak akan mau memindahkan para pengungsi ke lokasi yang tidak aman.

“Kami tidak mau seperti itu. Jangan kami dipaksa-paksa, bangun sendiri saja, jangan kami yang disuruh bangun,” katanya.

Soal adanya tuntutan warga pengungsi agar dibangun huntap di Petobo yang tidak disetujui itu karena belum ada hasil surveinya.

Wali Kota Palu Hidayat sudah mengusulkan tambahan lokasi huntap di Petobo dan kemudian Gubernur Longki meneruskannya ke geologi, BMKG hingga pada Bappenas untuk dilakukan penelitian.

“Mereka harus teliti dulu, memenuhi syarat tidak. Kalau tidak memenuhi syarat, jangan. Jangan nanti kayak Petobo bawahnya. Kalau seperti itu kejadiannya kan sama dengan pemerintah mencelakakan masyarakatnya. Nah, inilah semua yang tidak dipahami,” ujar mantan Bupati Parigi Moutong dua periode itu.

Ia mengatakan, jika keinginan itu memenuhi syarat, sesuai ketentuan, dan tidak bertentangan dengan aturan, boleh diteruskan.

“Tetapi jika kami disuruh melabrak, sebentar dulu, komiu (kamu) saja yang urus,” pungkas Longki Djanggola.

Sebelumnya, ribuan warga asal Kelurahan Balaroa yang menjadi korban gempa dan likuefaksi pada 28 September 2018 lalu berunjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Palu, DPRD Sulteng, dan kantor Walikota setempat, Senin (14/1/2019).

Pendemo mengawali aksinya di depan kantor DPRD Kota Palu Jalan Mohammad Hatta kemudian bergerak ke kantor Walikota Palu Jalan Balaikota dan berakhir di depan gedung DPRD Sulteng Jalan Sam Ratulangi. Di tiga kantor itu, massa berorasi secara bergantian.

Ada enam tuntutan pendemo yakni menolak direlokasi ke wilayah lain, menolak pembangunan huntara dan segera dibangunkan huntap.

Selain itu, massa juga menuntut anggaran huntara segera dikompensasi untuk korban likuefaksi Balaroa, hak-hak keperdataan harus jelas ganti ruginya, pendistribusian logistik atau bahan kebutuhan pokok untuk pengungsi Balaroa berbasis data valid dan santunan bagi korban, harus segera direalisasikan. CAL

Komentar