SultengTerkini.Com, POSO– Fence Angkouw (60), seorang ayah asal Desa Pandiri, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah merasa terjadi ketidakadilan hukum oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) di kejaksaan negeri setempat atas tuntutan hukuman ringan pelaku kekerasan terhadap anaknya yang masih di bawah umur.
Protes keras itu disampaikan Fence Angkouw kepada media ini, Rabu (27/2/2019).
Dirinya sangat kecewa pada JPU yang diketahui bernama Sudarmanto yang hanya menuntut Verawatyi Banjolo, seorang oknum guru di SDN Desa Pandiri.
Verawati sendiri selama ini menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Poso setelah ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya melakukan tindak penganiayaan terhadap murid sekolahnya sendiri berinisial OA pada tahun 2018 lalu.
Ayah OA dalam sidang di PN Poso Rabu pagi tadi, pihak JPU hanya menuntut terdakwa dengan tuntutan empat bulan penjara serta denda sebesar Rp 12 juta.
Dimana pada tuntutannya, JPU mengenakan terdakwa dengan pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak. Atas tuntutan itu, Fence merasa ada perlakuan yang tidak adil.
Akibat pemukulan yang dilakukan terdakwa katanya, anaknya selaku korban hingga saat ini masih mengalami benjolan pada bekas luka di bibirnya.
“Yang jelas sampai saat ini anak kami masih terlihat trauma serta ada benjolan pada bekas luka akibat pemukulan yang dilakukan oknum guru itu,” ungkap Fence usai mengikuti persidangan di PN Poso.
Selain itu kata Fence, dirinya merasa keberatan atas tuntutan tersebut, karena terdakwa sama sekali tidak ada niat baik kepada anaknya selaku korban, termasuk dalam upaya membantu pembiayaan pengobatan korban selama mengalami sakit akibat luka yang dialaminya.
“Selama ini kami tidak pernah mendapat sentuhan atau bantuan pengobatan selama anak kami mengalami sakit,” ujar Fence.
Menurutnya, baru kali ini dirinya merasa ada perlakuan tidak adil oleh pihak JPU.
“Yang jelas saya yakin baru kali ini ada pelaku kekerasan kepada anak yang tuntutannya sangatlah ringan,” tuturnya.
Fence mengatakan, anaknya menjadi korban pemukulan oknum guru Verawaty pada tahun 2018 lalu.
Saat itu anaknya dipukul menggunakan mik sekolah saat lambat mengikuti apel di sekolah tersebut.
Pemukulan menggunakan mik tersebut tepat di bagian mulut atau bibir korban. Akibat pemukulan itu, bibir korban luka dan meninggalkan trauma. FAI
Komentar