SultengTerkini.Com, PALU– Satu hal yang menjadi kekhawatiran ditengah keterbatasan fasilitas serta perhatian terhadap kamp pengungsian dan hunian sementara (huntara) yakni kekerasan berbasis gender dan beresiko terhadap kesehatan reproduksi (kespro).
Program Direktur Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII), Dwi Rahayu Juliawati menilai langkah menangkal resiko Kespro terhadap remaja dan perempuan penting diperhatikan. Salah satu cara, yakni melibatkan unsur masyarakat tersebut dalam satu program.
“Tujuan utamanya, agar kebutuhan spesifik perempuan tetap terpenuhi dari awal. Salah satunya pentingnya fasilitas MCK (mandi cuci kakus) dan privasi yang memadai untuk manajemen menstruasi yang sehat,” katanya dalam Workshop Hasil Awal dan Diskusi Rencana Aksi Riset Remaja Perempuan dan Pemuda di Situasi Bencana di Sulawesi Tengah (Sulteng) oleh YPII di sebuah hotel Jalan Mohammad Hatta Palu, Selasa (25/6/2019).
Dalam upaya perlindungan hak dan kesejahteraan Kespro, Kepala Perwakilan United Nations Population Fund (UNFPA) (ad interim), Najib Assifi menekankan perlu melibatkan remaja perempuan dan pemuda, mulai dari fase darurat kemanusiaan, pemulihan dan pembangunan.
“Walaupun perempuan dan pemuda kelompok usia 10-24 tahun masuk dalam kelompok rentan pascabencana, namun mampu menunjukkan ketangguhan dan inisiatif membangun di masa krisis. Misalnya, seperti menolong dan berinteraksi dengan sesama,” jelasnya.
Selama ini, keterbatasan fasilitas serta perhatian di kamp pengungsian dan huntara, diantaranya kurangnya akses air bersih, fasilitas publik yang tidak memadai, layanan kesehatan, lemahnya mekanisme perlindungan dan kurang terjaganya privasi para warga terdampak bencana atau gempa.
Untuk menangani masalah tersebut, pentingnya dilakukan melalui kerjasama lintas sektor serta koordinasi klaster kesehatan dan subklaster kespro. Menurut Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Erna Mulati, upaya dini dilakukan untuk menjaga kesejahteraan remaja di masa krisis.
“Koordinasi lintas sektor itu penting dilakukan. Jangan sampai ada masalah yang tidak diiinginkan terjadi di kemudian hari!,” katanya.
Salah satu upaya prioritas yang perlu dilakukan, yakni menyediakan pelayanan kesehatan peduli remaja dan pelaksanaan paket pelayanan awal minimum kespro remaja.
Sehingga katanya, pemenuhan kebutuhan kesehatan dan kespro remaja dapat dilaksanakan secara terpadu, efektif dan efisien.
Sementara itu, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulteng Mohammad Hidayat Lamakarate mengatakan, hasil diskusi dalam workshop tersebut akan diintegrasikan ke dalam Rencana Aksi Daerah untuk program remaja hingga ke fase pembangunan, sehingga kedepannya, upaya kemanusiaan akan lebih efisien dan tepat sasaran.
“Perlu ada perhatian khusus untuk penanganan masalah remaja perempuan saat terjadi bencana, karena remaja dan perempuan adalah menjadi korban dan trauma berikutnya,” katanya.
Selain itu, Pemerintah juga sadari selama ini, ketika terjadi bencana respon pertama adalah bagaimana menyiapkan fasilitas dasar, misalnya logistik, shalter, sanitasi dan sebagainya.
Samun selain itu katanya, ada yang sering terabaikan yaitu persoalan remaja, bagaimana mereka difasilitasi bagaimana mereka terlibat membuat keputusan dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu ada perhatian khusus untuk penanganan masalah remaja perempuan saat terjadi bencana.
Karena menurutnya, remaja dan perempuan adalah menjadi korban berikutnya, menjadi trauma berikutnya yang mereka hadapi ketika bencana besar selesai kemudian mereka hidup di pengungsian maupun huntara yang kemudian ada problem baru disana.
“Namun Alhamdulilah secara perlahan persoalan terkait remaja perempuan di pengungsian bisa teratasi berkat kerjasama antara UNFPA dan lembaga lainnya,” katanya. MAD/CAL
Komentar