SultengTerkini.Com, PALU– Sudah 10 bulan warga terdampak gempa dan likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah tinggal tanpa ada kejelasan nasib.
Sebagian masih menghuni tenda pengungsian, ada pula yang tinggal tak jelas dari satu tempat ke tempat lain.
Salah seorang warga terdampak likuefaksi, Lallo mengatakan, sejak rumahnya hancur dihantam bencana tidak lagi memiliki tempat tinggal.
Bahkan untuk memilih tinggal di tenda pengungsian pun hanya mimpi.
“Rumahku di Jalan Manonda. Sudah rusak, digusur juga. Sampai harus saya tinggal di sekitar STQ di pondok-pondok, keluarga saya berhamburan entah kemana,” katanya kepada media ini saat ikut demo di depan kantor Walikota Palu, Senin (16/7/2019).
Ironisnya, sampai saat ini belum ada bantuan satu pun yang diterimanya, baik itu logistik maupun pakaian.
Warga lainnya, Asna Kamaru mengatakan, akibat tidak memiliki rumah, dirinya memilih tinggal di indekos agar bisa hidup di tempat yang layak.
Namun bantuan dalam bentuk apapun belum juga kunjung mendapat kejelasan.
“Mau tinggal di tenda, tidak ada tempat, sudah penuh, makanya saya harus tinggal di kos. Tanpa penghasilan yang jelas, pemilik kos sudah tagih uang kos, kami tidak punya uang lagi. Untung anakku bantu bayar,” ungkapnya.
Sebelumnya Asna mengungsi ke Jalan Asam, Palu Barat. Belum sempat menikmati tenda pengungsian, ada larangan dari Camat Palu Barat bahwa warga Balaroa tidak boleh tinggal di wilayah tersebut.
“Saya nonton di televisi, pak Camat larang karena karena khusus warga Kampung Lere. Saya diarahkan ke Kelurahan Duyu, tapi penuh, makanya saya tinggal di kos. Selama tinggal di kos, tidak ada bantuan sama sekali,” pungkasnya. MAD
Komentar