
PENYANYI legendaris Indonesia, Gombloh risau dengan keadaan alam Indonesia. Hatinya sedih mengapa tanah mulai rawan yang pohon dan rumput pun enggan bersemi kembali. Ia teringat cerita ibunya tentang kisah nusantara lama yang penduduknya tentram kartaraharja. Kerisauannya itu lantas dia tuangkan dalam syair lagu fenomenal bertajuk Berita Cuaca.
OLEH: AGUS PANCA SAPUTRA*)
“Lestari alamku, lestari desaku, dimana Tuhanku, menitipkan aku. Nyanyi bocah-bocah, di kala purnama, nyanyikan pujaan untuk nusa. Damai saudaraku, suburlah bumiku. Kuingat ibuku dongengkan cerita, kisah tentang jaya nusantara lama, tenteram kartaraharja disana. Mengapa tanahku rawan kini. Bukit-bukit pun telanjang berdiri. Pohon dan rumput enggan bersemi kembali, burung-burung pun malu bernyanyi,” demikian penggalan syair lagu yang lebih dipopulerkan berjudul Lestari Alamku ciptaan Gombloh.
Syairnya menyentuh kalbu, sehingga lagu ini hits di masanya. Meski dirilis pada tahun 1982, namun makna syair lagu tersebut tetap menggambarkan keadaan yang sebenarnya sampai sekarang. Hutan-hutan banyak yang gundul akibat eksploitasi hasil hutan maupun pertambangan secara serampangan.
Seorang tenaga ahli pertanian bernama Subali persis dengan Gombloh. Dia juga mencemaskan keadaan alam negeri ini. Yang sedikit membuat beda, keprihatinan Subali bukan lantaran kerusakan hutan atau burung yang enggan bernyanyi, melainkan kerusakan tanah akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara massif oleh petani.
Pupuk dan pestisida kimia adalah barang wajib yang harus dimiliki oleh ratusan ribu bahkan jutaan petani di Indonesia. Yang lebih parah, kebanyakan petani abai terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) penggunaan pupuk maupun pestisida kimia tersebut.
Akibatnya, terjadi kerusakan tanah yang berdampak pada pengurangan nilai kesuburan tanah. Padahal, tanah yang subur dengan sendirinya akan membuat tanaman tumbuh baik, meski tanpa pemupukan. Dengan penyemprotan kimia, tanaman padi tumbuh subur, tapi Ikan Sepat, Ikan Gabus atau belut yang hidup di sekitar sawah mati keracunan.
“Ngaduk pestisida kimia saja masih pakai tangan. Itupun diaduk di dalam tangki,” keluh Subali mengomentari perilaku buruk sebagian besar petani yang mengabaikan SOP aplikasi pestisida kimia.
“Lihat saja hutan itu. Tidak ada yang pupuk atau semprot hama, tapi tetap tumbuh subur,” tambah Subali.
Karena kerisauannya itu, Subali bersama timnya berjuang mengampanyekan pertanian organik, yakni pertanian yang metode pemupukan atau penanggulangan hamanya menggunakan bahan-bahan alami tanpa mengganggu ekosistem alam.
Di bawah panji perusahaan gas, PT Donggi Senoro LNG, Subali membina ratusan petani yang tersebar di 25 desa di Kecamatan Batui, Kintom, dan Kecamatan Nambo, Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.
Guna mewujudkan misinya itu, Subali melatih 16 kelompok tani selama empat bulan untuk memahami esensi pertanian organik. Para petani, baik pria maupun wanita, dilatih tentang pembenihan, pemupukan hingga penanggulangan hama terpadu dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang mudah diperoleh, murah dan kerap dianggap sampah oleh masyarakat.
“Air cucian beras itu sering dianggap sampah, karena selalu dibuang. Padahal kalau disiramkan ke tanaman, itu bisa menyuburkan,” jelas Subali.
“Mas tahu tidak, nasi sisa itu bisa menghasilkan 12 biang bakteri atau jamur yang baik untuk tanaman. Nasi sisa yang ditanam di bawah pohon bambu, bisa menghasilkan biang trichoderma, PGPR (Plant Growth Promotion Rhizobacteri/bakteri pemicu pertumbuhan tanaman) atau korin. Semuanya itu sangat dibutuhkan tanaman,” urai Subali saat berbincang dengan SultengTerkini.Com di lahan percontohan (demplot) Kelompok Wanita Tani Bilalang di Kelurahan Sisipan Tamanjaya, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Senin (26/8/2019) silam.
Alumni Institut Pertanian Bogor itu menyebut, trichoderma sangat baik untuk aplikasi daun, perawatan benih dan perawatan tanah untuk menekan berbagai penyakit yang menyebabkan patogen jamur pada tanaman. Sementara PGPR adalah bakteri yang melindungi akar tanaman dari gangguan serangan penyakit.
Selain itu, PGPR juga berfungsi memacu pertumbuhan tanaman sehingga tumbuhnya lebih cepat.
“Untuk apa pakai kimia mas, (harganya) mahal dan tidak ramah lingkungan,” tegasnya.
Menurut Subali, seluruh petani yang dia bina, dilatih untuk membuat pupuk organik maupun pestisida nabati. Untuk membuat pupuk organik, sebelumnya dibuat lebih dulu Mikro Organisme Lokal (MOL) dengan cara fermentasi.
Disamping itu, para petani juga diajar tentang manajemen kelembagaan kelompok hingga pelatihan tentang koperasi.
Dia menyebut, pelatihan itu bertujuan membentuk kelompok tani yang tangguh, mandiri dan sejahtera.
SEBARKAN SEMANGAT PERTANIAN ORGANIK
Sejauh ini, kata Subali, praktik pertanian organik masih didominasi oleh petani cabai rawit dan telah diterapkan di lahan seluas 15 hektar. Subali menargetkan pembukaan lahan cabai organik seluas 30 hektar.
Harapannya, semangat bertani organik ini akan terus disebarkan sampai ke seluruh Kabupaten Banggai.
Impian Subali dalam menciptakan perluasan lahan pertanian organik di Kabupaten Banggai mulai menemui titik terang. Buah dari pelatihan dan praktik pertanian organik selama berbulan-bulan, Subali berhasil menciptakan satu pendamping swadaya.
Pendamping swadaya ini adalah petani binaannya yang telah sukses bertani maupun menciptakan pupuk organik dalam kemasan. Artinya, penyuluh swadaya tersebut tak hanya memperoleh uang dari hasil dari panen, melainkan ada pemasukan tambahan dari hasil penjualan pupuk organik.
“Iswanto (Ketua Kelompok Tani Inautan di Kecamatan Batui) sudah jadi penyuluh swadaya. Dia yang membantu saya untuk sosialisasi pertanian organik ini,” ucap Subali dengan wajah berseri-seri.
Bahkan kata Subali, Kecamatan Luwuk Timur yang lokasinya cukup jauh dari lingkar tambang PT Donggi Senoro LNG, juga telah siap untuk menerapkan metode pertanian organik.
“Alhamdulillah sudah menyebar ke luar lingkar tambang. Saya dengan Iswanto nanti kesana (mengajarkan ilmu pertanian organik),” kata Subali.
MASA DEPAN CERAH
Ketua Kelompok Wanita Tani Bilalang, Kelurahan Sisipan Tamanjaya, Yurince Bangian mengaku sangat terbantu dengan kehadiran PT Donggi Senoro LNG. Adanya pendampingan pertanian membuat pola bercocok tanam masyarakat Kelurahan Sisipan menjadi terarah.
Yurince mengatakan, metode pertanian organik telah diterapkan di lahan percontohan seluas satu hektar. Sebanyak 5.000 tanaman cabai telah ditanam sejak Bulan Maret 2019.
Di lahan percontohan ini, Yurince dan 20 anggotanya bekerjasama dalam membuat pupuk dan pestisida organik.
“Untuk pestisida nabati kami gunakan daun serai, bawang putih atau tanaman lain yang banyak tumbuh di sekitar lahan,” katanya.
Dari 5.000 pohon itu, kata Yurince, kelompok telah melakukan panen perdana sebanyak 23 kilogram.
“Ini masih panen perdana, untuk selanjutnya akan lebih tinggi (angka panennya),” tutur Yurince.
Senada dengan Yurince, Bahrun, juga menyatakan demikian. Menurutnya, pertanian organik membuat masa depannya menjadi cerah.
“Dulu saya tidak tahu apa-apa. Tapi sekarang kami sudah diajarkan cara bertani yang baik. Saya sudah tanam cabai satu hektar. Saya lihat, masa depan kami jauh akan lebih baik,” singkatnya.
STRATEGI HULU DAN HILIR
CSR Manager PT Donggi Senoro LNG, Pandit Pranggana sangat mendukung penerapan pertanian organik di seluruh lahan pertanian Kabupaten Banggai. Pengolahan lahan pertanian secara organik mampu meningkatkan hasil produksi pertanian, biaya yang dikeluarkan lebih murah, bahan-bahannya mudah diperoleh serta lebih ramah lingkungan.
Untuk mendukung program ini, kata Pandit, PT Donggi Senoro LNG menempatkan sejumlah tenaga ahli pertanian serta menyiapkan strategi hulu dan hilirnya.
Di sisi hulu, jelasnya, PT Donggi Senoro LNG memberikan pelatihan bertani organik kepada petani, termasuk pelatihan manajemen kelembagaannya. Sementara di sisi hilir, PT Donggi Senoro LNG menyiapkan sebuah stocking point atau tempat penampungan hasil panen yang berbentuk koperasi.
“Dengan adanya stocking point, petani tidak perlu khawatir dengan pembeli cabai. Selain itu, stocking point juga memutus mata rantai tengkulak,” tutur Pandit Pranggana didampingi Communication Supervisor PT Donggi Senoro LNG, Doty Damayanti dan CSR Programme Officer PT Donggi Senoro LNG, Desmoon King Romalo.
Dia mengatakan, adanya stocking point menambah semangat para petani dalam berproduksi serta tidak kuatir dengan pemasarannya. Bahkan, petani yang lebih banyak bertransaksi di stocking point, akan memperoleh sisa hasil usaha yang lebih besar pula.
“Dari sisi hulu, kami memberikan pelatihan bercocok tanam kepada petani dan bibit. Sementara dari sisi hilir, kami buatkan stocking point, supaya petani tidak susah menunggu pembeli. Di stocking point ini, petani juga bisa langsung mengakses pasar,” terangnya.
Strategi hulu dan hilir ini adalah terobosan dan komitmen PT Donggi Senoro LNG dalam mewujudkan pertanian Kabupaten Banggai yang semakin maju serta mewujudkan kesejahteraan petani. ***
*) Penulis adalah Pemimpin Redaksi SultengTerkini.Com dan tulisan ini digunakan untuk mengikuti Anugerah Jurnalistik Donggi Senoro LNG 2019















Komentar