Diduga Bermasalah, IPPMU Minta Pemkab Perjelas Pembangunan Asrama di Palu

WhatsApp Image 2019-10-28 at 10.30.44
PULUHAN mahasiswa asal Kabupaten Morowali Utara menggelar aksi di sekitar pondasi pembangunan asrama di Kelurauhan Lasoani, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (26/10/2019). FOTO: IST

SultengTerkini.Com, PALU– Puluhan mahasiswa Morowali Utara (Morut) yang bermukim di Kota Palu, Sulawesi Tengah meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat memperjelas pembangunan asrama mahasiswa di Kota Palu.

Puluhan mahasiswa itu tergabung dalam Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Morowali Utara (IPPMU) itu mendatangi lokasi pembangunan pondasi asrama mahasiswa di Kelurauhan Lasoani, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sabtu (26/10/2019), dengan memasang pamflet dan spanduk bertuliskan aksi prostes.

Ketua IPPMU, Charly menilai, tertundanya pembangunan asrama mahasiswa Morut tersebut merupakan sengketa dengan pemilik lahan yang tak kunjung usai.

Ditambah lagi, dugaan penyalahgunaan anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan asrama sebesar Rp 4 miliar tahun anggaran 2018 selama 180 hari kerja untuk pembangunan.

“Perosalan anggaran itu dinilai hanya sebagian persen saja yang dilunaskan atau dibayarkan. Sisanya, tidak tahu dikemanakan,” katanya kepada media ini, Senin (28/10/2019).

Olehnya itu, pihaknya mendorong Polda Sulteng dan Polres Morut agar segera menindaki tertundanya pembangunan asrama dan melanjutinya ke ranah pengadilan untuk membuktikan siapa yang harus bertanggung jawab atas kasus tersebut.

Sementara itu, Ketua Tim Investigasi IPPMU, Surahman mengemukakan, mestinya pembebasan lahan tidak menjadi masalah jika Pemkab Morut telah menyelesaikan seluruh permasalahan dengan pihak ahli waris.

Parahnya, tanah yang sudah dibeli tersebut tidak langsung dibuatkan sertifikat hak milik.

“Berdasarkan hasil penyelidikan kami, ketika pihak ketiga mengganggu jalannya proses pembangunan asrama, seharusnya Pemkab Morut lebih berani,” katanya.

Selain itu, proses pembangunan asrama terhenti akibat adanya teror dan pemutusan kontrak sepihak. Berhentinya pembangunan tersebut, kata Surahman, masih dalam proses investigasi.

“Entah dari kontraktor atau pemkab, kedua-duanya saling berargumen. Yang ingin kami tekankan, apa dasar Pemkab Morut menganggarkan proses pembangunan jika sertifikat tanah belum ada?,” tegasnya. MAD

Komentar