Kasus ASN Tak Netral Diprediksi Terulang Lagi di Pilkada Sulteng 2020

WhatsApp Image 2019-12-05 at 11.02.07
KETUA Bawaslu Sulawesi Tengah, Ruslan Husen dan Akademisi Untad, Nur Alamsyah saat menjadi narasumber dalam dialog Ngobrol Pengawasan Pemilu, di salah satu kafe Kota Palu, Rabu (4/12/2019). FOTO: MOHAMMAD/SULTENGTERKINI.COM

SultengTerkini.Com, PALU– Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Tengah (Sulteng) memprediksi bakal terulang kembali kasus netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mendatang.
Ketua Bawaslu Sulteng, Ruslan Husen mengatakan, kasus ASN yang tidak netral menjadi fenomena paling sering ditemukan pada kontestasi lima tahunan.

“Kami sudah melakukan penindakan, tapi masih ada saja kasus serupa ditemukan,” katanya dalam sebuah Dialog Ngobrol Pengawasan Pemilihan di salah satu kafe Kota Palu, Rabu (4/12/2019).

Berkaca dari Pemilu 2019, Bawaslu Sulteng telah melakukan penindakan terhadap 34 ASN tak netral.

Dari jumlah kasus itu berdasarkan jenis pelanggaran, ada 10 kasus mengarahkan caleg tertentu, 13 ASN berkampanye di media sosial, satu kasus kampanye di tempat ibadah, tiga kasus ASN membagikan bahan kampanye dari peserta pemilu, satu kasus politik uang, dan enam kasus masuk dalam kategori lain lain.

Kemudian, 34 kasus pelanggaran ASN tersebut, setelah dilakukan pengkajian, 29 kasus diserahkan ke Komisi ASN di Jakarta dan lima kasus diserahkan ke Dewan Etik masing-masing pemerintah daerah.

Jumlah ASN yang tidak netral tersebut mayoritas diberikan sanksi sedang.
Melihat hasil penindakan itu, Ruslan memprediksi masih akan terulang lagi. Pasalnya, penindakan berupa sanksi masih lemah untuk memberikan efek jera.

“Pengawas Pemilu tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi. Kami hanya memberikan hasil kajian dan institusi berwenang yang memutuskan sanksi apa yang diberikan,” kayanya.

Sementara itu, Akademisi Universitas Tadulako, Nur Alamsyah menuturkan, birokrat telah menjadi kebutuhan para politisi.
Mengingat, ASN merupakan figur atau tokoh yang dimiliki masyarakat.

“Mereka memiliki kemampuan mobilisasi akar rumput. Apalagi, kedekatan ASN dengan masyarakat cukup kuat,” jelasnya.

Fakta yang tidak lepas dari pengamatannya, banyak ASN yang rela melanggar demi memuluskan kepentingan promosi jabatan.

Misalnya, jika kandidat yang diperjuangkan terpilih, seorang ASN akan mudah mendapatkan promosi jabatan lebih baik dari sebelumnya.

Mengamati fenomena itu, bagi Dosen Fisip Untad itu, kasus pelanggaran ASN tidak pernah berhenti.

“Loyalitas mereka jadi taruhan. Ketika loyalitas itu terbukti, maka mereka mendapatkan posisi paling bagus. Ini yang menyebabkan sulitnya memberikan efek jera,” Ungkapnya.

Ditambah lagi, alur penindakan ASN tak netral dinilai terlalu panjang. Bahkan membutuhkan waktu yang begitu lama untuk melahirkan sanksi apa yang diberikan kepada ASN tersebut.

Nur Alamsyah mengatakan, tidak ada satu lembaga yang benar-benar memiliki kewenangan penuh memberikan sanksi kepada ASN yang tidak netral.

“Jalur dan pintunya banyak sekali. Kenapa tidak, ada satu lembaga saja langsung memutuskan tanpa perlu ada jalur birokrasi yang panjang,” ujarnya. MAD

Komentar