PT Poso Energy Didesak Hentikan Pengerukan di Danau Poso

WhatsApp Image 2019-12-10 at 19.05.51
PULUHAN orang diantaranya dari HMI MPO, Jatam Sulteng, LMND, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Aksi Kamisan Palu berunjukrasa mendesak PT Poso Energy untuk menghentikan pengerukan di Danau Poso, Selasa (10/12/2019). FOTO: ICHAL/SULTENGTERKINI.COM

SultengTerkini.Com, PALU– Pada November 2019 kemarin, Yondo mPamona (Jembatan Tua) di Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) yang merupakan peninggalan sejarah telah dibongkar paksa oleh PT Poso Energy (Kalla Grup).

Dalih pembongkaran ini menurut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Poso adalah untuk merenovasi Yondo mPamona, sehingga akan tampil lebih modern.

Argumentasi yang dikemukakan oleh Pemkab Poso yang diwakilkan oleh Bupati Darmin Sigilipu, bila diperiksa tidaklah sepenuhnya benar.

“Bagaimana mungkin Yondo mPamona mau direnovasi sedangkan jembatan itu masih layak untuk dilalui,” demikian kata Nanda Dotutinggi, Koordinator Lapangan dalam orasinya saat aksi di depan Mapolda Sulteng Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Selasa (10/12/2019).

Aksi demonstrasi itu diikuti puluhan orang diantaranya dari KPA Sulteng, HMI MPO, Jatam Sulteng, LMND, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Aksi Kamisan Palu.

Dia mengatakan, bila diperiksa, justru upaya pembongkaran ini adalah bagian dari skema PT Poso Energy yang akan melakukan pengerukan di Danau Poso.

Menurutnya, keberadaan Yondo mPamona di Danau Poso tersebut, bagi PT Poso Energy justru akan menghambat kapal-kapal pengeruk untuk beraktivitas.

Seperti diketahui, pengerukan Danau Poso yang akan dilakukan oleh PT Poso Energy ini adalah upaya menjaga kestabilan dan meningkatkan debit air yang mengalir ke perusahaan itu, dimana debit air tersebut akan berkonsekuensi terhadap energi yang akan dihasilkan oleh mereka.

Apalagi saat ini katanya, PT Poso Energy sedang melakukan pembangunan PLTA baru yang akan menghasilkan energi jauh lebih besar daripada yang sedang beroperasi sampai dengan hari ini.

Saat ini PT Poso Energy sudah mengoperasikan PLTA Poso II  dengan kapasitas energi 65×3 MW. Sedangkan pembangunan PLTA Poso I dan III sedang dalam pengerjaan yang ditargetkan dapat menghasilkan 520 MW energi listrik, sehingga pengerukan Danau Poso ini sebenarnya sedang berbanding lurus dengan upaya pembangunan PLTA Poso I dan PLTA Poso III.

Sayangnya, pengerukan yang sedang akan dikerjakan oleh PT Poso Energy ini, akan dibayar mahal dengan berbagai macam dampak buruk yang akan dilahirkan.

Dampak buruk pertama adalah soal kerusakan ekosistem.

Dia menjelaskan, pengerukan Danau Poso ini akan dilakukan sejauh 12,8 kilometer (km). Sepanjang 12,8 km ini, terdapat banyak tempat yang menjadi habitat ikan untuk bertelur, misalnya Kompo Dongi.

Dengan dikeruknya Kompo Dongi ini, justru akan menghilangkan habitat ikan, dan sudah pasti akan berdampak pada aspek sosial dan budaya masyarakat yang sangat menggantungkan hidup di situ, salah satunya tradisi Mosango (mencari ikan dengan alat tradisional).

Dampak buruk kedua adalah kerusakan lingkungan. Pengerukan tersebut sudah pasti akan berdampak pada perubahan bentang alam.

Dimana lebar dan dalam sungai juga akan turut berubah, sehingga tepian danau dan Sungai Poso akan terjadi perubahan dan sudah pasti akan menjadi ancaman nyata di sepanjang Danau Poso.

Terlebih Danau Poso berbeda dengan laut yang memiliki waktu-waktu tertentu saat pasang dan surut.

Kemudian ketiga, kebencanaan. Aspek kebencanaan merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Seperti diketahui, di Kabupaten Poso terdapat tiga sesar aktif yakni sesar Poso yang membentang dari mulut sungai Danau Poso hingga ke Poso Kota, sesar Poso barat di sepanjang pesisir danau bagian barat dan sesar Tokaru di bagian Poso pesisir.

Berdasarkan penuturan Sukmadaru Prihatmoko, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia yang dikutip dari salah satu media menjelaskan, terdapat gua-gua bawah tanah di sepanjang 12,8 km yang akan dikeruk oleh PT Poso Energy.

Sehingga dikhawatirkan bila terjadi human error dalam aktivitas pengerukan tersebut dapat menyebabkan aliran Danau Poso berpindah ke dalam tanah, sehingga dapat membuat Danau Poso mengering.

Selain itu, Danau Poso sebagai danau tektonik sangat berpotensi terjadi goncangan besar (gempa bumi) yang bisa menjebol tanggul-tanggul PT Poso Energy dapat berdampak pada terendamnya desa-desa di tempat rendah, bahkan Poso Kota sekalipun.

Selain aspek-aspek yang telah disebutkan tadi, ada persoalan yang penting juga untuk disinggung, misalnya soal distribusi energi di Sulteng secara khusus di Kabupaten Poso.

Dia menilai, pengerukan Danau Poso yang dilakukan oleh PT Poso Energy yang berlangsung sampai dengan hari ini, menggambarkan dimana satu situasi bahwa adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Menurut dugaan kami akan  merusak keberlangsungan lingkungan hidup di sekitaran Danau Poso, sehingga kami mendesak PT Poso Energy untuk segera menghentikan segala bentuk aktivitas pengerukan yang mereka lakukan,” tegas Nanda.

Untuk itu, pihaknya mendesak aparat untuk menuntaskan segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dan sampai dengan hari ini.

Aksi ini juga mendesak aparat untuk menghentikan segala bentuk  dugaan tindakan represif saat mengamankan aksi di seluruh Indonesia.

Usai berorasi, massa akhirnya membubarkan diri dengan pengawalan aparat kepolisian setempat. CAL

Komentar