Siap Perang dan Bergabung di Kelompok MIT Poso, Lima Warga Palu Ditangkap

KAPOLDA Sulawesi Tengah, Irjen Polisi Syafril Nursal saat jumpa pers di Ruang Rupatama polda setempat, Selasa (31/12/2019). FOTO: AGUS PANCA SAPUTRA/SULTENGTERKINI.COM

SultengTerkini.Com, PALU– Lima warga Kota Palu Sulawesi Tengah (Sulteng) ditangkap polisi saat hendak bergabung bersama kelompok garis keras Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso. Saat ditangkap kelima orang tersebut memiliki senjata dan siap berperang.

Kapolda Sulteng, Irjen Pol Syafril Nursal mengatakan, kelima orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu ditangkap di Kota Palu pada 26 Desember 2019. Saat ini, kata jenderal bintang dua itu, kasusnya terus dikembangkan.

“Lima orang yang mau bergabung ke pegunungan Poso sudah kita tangkap. Mereka siap perang,” jelas Syafril Nursal didampingi Wakapolda Brigjen Pol Nurwindiyanto, Irwasda Kombes Polisi Ai Afriandi dan para pejabat utama Polda Sulteng saat rilis akhir tahun di ruang rupatama mapolda setempat, Selasa (31/12/2019).

Kapolda Syafril menuturkan, lima terduga jaringan kelompok garis keras yang ditangkap itu masing-masing berinisial FF alias C, RW, AB, RWT, dan GD.

Soal barang bukti, kapolda mengaku akan menyampaikannya setelah proses pengembangan selesai.

Terkait dengan masih adanya kelompok garis keras di wilayah Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Poso, Kapolda Syafril menjelaskan, Operasi Tinombala terus dilanjutkan sampai kelompok tersebut berhasil ditumpas.

Syafril mengakui bahwa kendala medan yang berat sangat menghambat operasi, sehingga kelompok ini masih beraksi di dua kabupaten itu.

Keberadaan kelompok ini, lanjut Syafril, sangat mengganggu citra Provinsi Sulteng dan aktivitas ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Adanya kelompok ini membuat para investor maupun wisatawan takut untuk berinvestasi maupun berwisata. Padahal, potensi sumber daya alam dan potensi wisata di provinsi ini sangat baik dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Orang jadi takut berinvestasi dan berwisata kesini padahal ini bisa jadi potensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat,” tuturnya.

Kapolda juga menangkis isu yang berkembang bahwa penanggulangan kelompok garis keras dijadikan ladang proyek kepolisian.

“Bayangkan anggota saya lagi salat ditembaki. Apakah itu proyek kepolisian?. Anggota saya bahkan berbulan-bulan tidak pulang ke rumahnya. Kasihan anak buah saya itu,” ujar Syafril.

Agar kelompok ini bisa ditumpas, sambung kapolda, berbagai upaya terus dilakukan baik preemtif, preventif, dan represif.

“Operasi Tinombala ini sedianya berakhir pada tanggal 31 Desember 2019, tapi hari ini operasinya saya lanjutkan. Saya sudah izin dengan bapak kapolri dan beliau menginstruksikan agar operasi tetap berlanjut sampai kelompok ini selesai,” tegasnya.

Dia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama membantu kepolisian, sehingga provinsi ini keluar dari kesan buruk adanya kelompok garis keras. GUS

Komentar