Mau Ikut Asuransi Tapi Takut Kasus Jiwasraya Terulang? Ini Tipsnya

Kantor Pusat Jiwasraya/Foto: Rengga Sancaya/detikcom

SultengTerkini.Com, JAKARTA- Munculnya kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi tanda bahwa masyarakat Indonesia masih belum benar-benar paham mengenai produk-produk asuransi. Termasuk dengan produk JS Saving Plan milik Jiwasraya yang merupakan penggabungan antara instrumen investasi dengan asuransi.

Produk tersebut menawarkan imbal hasil yang tinggi di atas bunga deposito atau sekitar 9-13%. Jika tingkat literasi atau pengetahuan masyarakat terhadap produk asuransi tinggi maka tawaran bunga yang tinggi perlu dikhawatirkan.

Bagaimana agar masyarakat terhindar dari produk serupa?

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo mengatakan yang pertama adalah masyarakat harus sering mencari informasi mengenai produk-produk asuransi yang dijual perusahaan di Indonesia.

“Kita bisa manfaatkan informasi yang tersedia rating asuransi yang diterbitkan,” kata Irvan usai menghadiri acara Polemik MNC Trijaya di Hotel Ibis, Jakarta, Sabtu (18/1/2020).

Setelah mencari banyak informasi, Irvan mengaku langkah selanjutnya adalah melihat manajemen perusahaan penjual produk asuransi itu seperti apa. Jika mudah diakses maka produk yang dijualnya baik, jika sebaliknya lebih baik ditinggalkan.

“Harus melihat manajemen perusahaan, sederhana kok kalau perusahaan yang sehari-hari untuk telepon ke kantornya saja susah, komplain tidak dilayani, menemui direksi susah itu gambaran perusahaan,” ujarnya.

Tips selanjutnya, dikatakan Irvan adalah jangan mudah tergiur dengan iming-iming imbal balik yang tinggi dari instrumen investasi seperti deposito.

Sementara ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap produk asuransi sangat kecil dan cenderung turun. Dia pun menyarankan masyarakat terus mencari informasi mengenai produk asuransi.

Hasil survei pada tahun 2013, dikatakan Fithra, dari 100 orang hanya 18 orang Indonesia yang benar-benar mengerti produk asuransi. Sedangkan tahun 2018 dilakukan survei kembali terhadap 100 orang tdan hasilnya hanya 14 orang yang mengerti.

“Rajin-rajin mencari informasi, jadi artinya informasi produk asuransi itu harus ada kontribusi dari otoritas dalam hal ini OJK, karena itu perlu,” kata Fithra.

(sumber: detik.com)

Komentar