SultengTerkini.Com, PALU– Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah (Sulteng), Gerry Yasid hadir dalam sebuah forum diskusi di sebuah kafe Jalan Ahmad Yani, Kota Palu pada Selasa (10/3/2020) malam sekira pukul 20.00 Wita.
Dalam forum diskusi tersebut, hadir juga Yahdi Basma, anggota DPRD Sulteng yang menjadi tersangka kasus hoax duduk semeja bersebelahan dengan Kajati Sulteng dan jajarannya.
Hal itu mendapat kritik tajam dari kalangan masyarakat di Sulteng, salah satunya adalah Edmond Leonardo Siahaan, pengacara korban kasus hoax yang juga Gubernur Sulteng Longki Djanggola.
Kepada SultengTerkini.Com, Rabu (11/3/2020), Edmond mengkritik duduk semeja antara Kajati Sulteng dan tersangka hoax Yahdi Basma dalam acara diskusi tersebut.
“Kalau kita ketik di www.google.com dengan kata kunci: etika jaksa bertemu tersangka, maka akan muncul berbagai berita dan protes tentang etika seorang jaksa bertemu dengan tersangka yang sedang berproses. Apalagi kalau itu seorang pimpinan kejaksaan di tingkat kejati,” kata Edmond.
Terlebih kata dia, berkas tersangka hoax sudah lima kali bolak-balik dari Kejati Sulteng ke Polda Sulteng, seperti yang diakui Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Polisi Didik Supranoto yang dimuat di media ini.
Dia menilai, sangat tidak etis jika seorang Kajati Sulteng bertemu dengan tersangka kasus hoax yang saat ini sedang berproses di Kejati Sulteng.
“Patut diduga ini adalah pelanggaran etika yang serius,” tegas Edmond.
Dia mengatakan, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus R Widyo Pramono mengusulkan agar para jaksa tidak menjalin hubungan kepada para pihak yang sedang berperkara, termasuk pengacara.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka seorang jaksa dilarang menemui pihak berperkara.
Ada juga peraturan lain mengatur tentang Kode Etik Profesi Jaksa yang diatur dalam peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-067/A/ JA/07/2007, tentang Kode Etik Perilaku Jaksa.
Dia sangat menyesalkan hadirnya Kajati Sulteng dalam forum diskusi tersebut, sekalipun bersama jajarannya dan apapun yang didiskusikan dalam forum diskusi yang dihadiri oleh banyak orang itu.
“Patut diduga Kajati Sulteng telah melanggar etika dan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-067/A/JA/07/2007,” tutur Edmond.
Edmond menjelaskan, advokat atau pengacara pun dalam aturan etikanya tidak boleh bertemu dengan hakim secara sendiri-sendiri, baik dalam kasus perdata maupun pidana karena menjaga marwah, kemandirian dan objektivitas hakim di persidangan.
Jadi kata dia, ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, tidak sebebas-bebasnya penegak hukum seperti jaksa bertemu dengan tersangka dalam forum apapun.
Dia menuturkan, jika Kajati Gerry beralibi diundang oleh sebuah forum diskusi, maka tidak menutup kemungkinan, para tersangka-tersangka lainnya bisa juga untuk menggelar forum diskusi dan meminta kajati untuk hadir.
“Saya sedang berkoordinasi dengan Pak Gubernur Sulawesi Tengah untuk menyikapi persoalan ini,” ujarnya.
Dia menyarankan kepada Kajati Sulteng, sebaiknya fokus saja untuk menyelesaikan kasus-kasus hoax dan korupsi yang saat ini sedang diproses di Kejati Sulteng.
INI KATA KAJATI SULTENG
Sementara itu secara terpisah, Kajati Sulteng Gerry Yasid yang ditemui SultengTerkini.Com di kantornya mengakui adanya pertemuan itu.
Dia mengatakan, pertemuan itu adalah inisiasinya yang beberapa bulan lalu direncanakan saat baru menjabat sebagai Kajati Sulteng.
Saat itu dia bertemu dan meminta tolong kepada Yahdi Basma untuk mengumpulkan aktivis LSM dalam sebuah acara silaturahmi.
“Kegiatannya baru terlaksana pada Selasa malam, itu undangan saya semua,” katanya.
Dia mengakui jika yang duduk di sebelahnya adalah Yahdi Basma, anggota DPRD Sulteng.
Namun Kajati Gerry tidak mengetahui jika Yahdi Basma sedang bermasalah hukum yang saat ini berstatus tersangka kasus hoax.
‘Kalau masalah dia berperkara segala macam itu saya tidak tahu,” tegas mantan Wakil Kajati Sulawesi Selatan itu.
Meski Yahdi Basma berstatus berperkara, Kajati menegaskan, dirinya tetap menganut asas praduga tak bersalah dan tidak bisa langsung mendiskriminasi. CAL
Komentar