
SultengTerkini.Com, PALU– Pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Sigi dari jalur perseorangan, Ilyas Nawawi-Uhud Hutapea mengajukan sengketa terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah (Sulteng), Ruslan Husen mengatakan, pengajuan sengketa pasangan Ilyas Nawawi-Uhud Hutapea telah memenuhi syarat formil dan materil, dan telah diregistrasi pada Selasa (4/8/2020) di Bawaslu Sigi.
“Sudah memenuhi syarat formil dan materi, sehingga dilanjutkan ke proses musyawarah,” kata Ruslan Husen kepada SultengTerkini.Com, Rabu (5/8/2020).
Dia mengatakan, Bawaslu Sigi selaku mediator telah melayangkan surat panggilan terhadap pemohon dan termohon dalam rangka musyawarah atau mediasi.
Untuk proses penyelesaian sengketa pilkada kata Ruslan Husen, dibagi menjadi dua tahap.
Pertama adalah musyawarah tertutup. Jika dalam proses musyawarah tersebut tidak mencapai kesepakatan maka dilanjutkan ke tahap kedua yaitu sidang terbuka.
“Besok akan dilakukan musyawarah tertutup mempertemukan para pihak. Dalam proses mediasi tersebut diberi waktu dua hari, tanggal 5 sampai 6. Jika tetap tidak tercapai kesepakatan akan dilanjutkan dengan ajudikasi,” ujarnya.
Menurutnya, sejumlah pelanggaran yang menjadi objek sengketa yang dilayangkan penggugat.
Pertama, berita acara hasil verifikasi faktual dukungan calon perseorangan yang ditetapkan KPU Sigi.
Menurut penggugat, jajaran KPU setempat dinilai tidak bekerja secara profesinal. Ada pelanggaran prosedural yang dilakukan jajaran KPU Sigi pada pelaksanaan tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan.
“Hasil verifikasi faktual itu menemukan 7.143 yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU. Menurut pemohon seharusnya tidak sebanyak itu jumlahnya. Banyak pendukungnya yang di TMS,” katanya.
Dia menjelaskan, sesuai aturan pendukung yang tidak diketahui, atau tidak berhasil ditemui oleh PPDP pada saat proses verifikasi faktual dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
“Kalau dilihat dari permohonannya itu pemilih tidak ditemui dan tidak diketahui, atau tidak berhasil ditemui, maka itu dinyatakan TMS dan memang aturannya seperti itu,” ujarnya.
Namun demikian kata Ruslan Husen, seharusnya nama-nama pendukung yang tidak diketahui atau tidak berhasil ditemui oleh petugas verifikasi faktual agar segera disampaikan kepada tim pasangan calon.
Hal tersebut yang menurut pemohon tidak disampaikan tepat waktu.
“Tindakan KPU dianggap merugikan dia (pemohon) sehingga berpengaruh pada kekurangan jumlah syarat dukungan yang ditetapkan KPU. Jadi intinya pemohon menganggap ada pelanggran prosedural dalam proses verifikasi faktual,” ucapnya.
Selain itu kata Ruslan Husen, menurut pemohon ada kesan intimidasi yang dilakukan petugas verifkasi faktual kepada pendukung pasangan calon saat melakukan verifikasi faktual.
Kemudian ada pendukung yang meninggal dunia tapi tidak di TMS dan beberapa pelanggaran lainnya.
“Intimidasi misalnya pertanyaannya berulang-ulang. Ini dari pemohon yang mendalilkan seperti itu,” pungkasnya. NUR