Pembangunan Zona WBK: Sebuah Upaya Nyata atau Sekadar Retorika?

-Opini, Utama-
oleh

DEWASA ini banyak diantara kita yang familiar dengan berbagai macam publikasi tentang pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (ZI WBK/WBBM), baik berupa spanduk, poster, atau banner yang terpampang dengan ukuran yang cukup besar dan menarik perhatian mata kita untuk melihat, publikasi yang terpasang secara masif di berbagai sudut lokasi strategis pada kantor pemerintah, baik kantor vertikal pemerintah pusat atau satuan kerja perangkat daerah sejak pintu masuk gerbang kantor, tempat parkir, area ruang pelayanan, bahkan pada toilet kantor.

Oleh: Windu Setiandanu*)

Selain itu, tidak kalah gencarnya publikasi tersebut dilakukan instansi pemerintah melalui website dan akun media sosial dengan memasang atribut ZI WBK/WBBM pada berbagai konten media sosialnya baik Instagram, Facebook, Youtube dan Twitter.

Fenomena maraknya publikasi terkait pembangunan ZI WBK/WBBM tersebut tak pelak menimbulkan rasa penasaran diantara kita, beberapa pertanyaan yang terbesit dalam pikiran kita dan masyarakat luas seperti apa sih pembangunan zona integritas, atau WBK/WBBM itu apa, dan apa pengaruhnya buat masyarakat pengguna layanan instansi pemerintah?. Nampaknya pertanyaan-pertanyaan ini wajar saja disampaikan oleh masyarakat dengan adanya tren atau fenomena yang menjamur tentang pembangunan ZI WBK/WBBM pada instansi pemerintah.

Sebelum melangkah lebih jauh dan mengupas apa itu pembangunan ZI WBK/WBBM, ada baiknya kita menilik latar belakang tonggak sejarah dimulainya reformasi birokrasi di Indonesia.

Reformasi birokrasi yang dimulai sejak tahun 2009, grand design reformasi birokrasi dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya untuk percepatan impelementasi reformasi birokrasi agar dapat dirasakan oleh masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN RB) menerbitkan PermenPAN RB Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, terbaru telah diterbitkan PermenPAN RB Nomor 10 Tahun 2019 tentang perubahan atas PermenPAN RB Nomor 52 Tahun 2014.

Kembali ke pengertian apa sih ZI WBK/WBBM? Berdasarkan PermenPAN RB Nomor 10 Tahun 2019, pada intinya ZI WBK/WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan pada instansi pemerintah yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

Proses awal dalam pembangunan ZI WBK/WBBM adalah setiap pimpinan instansi pada kementerian/lembaga atau pemerintah daerah membentuk kelompok kerja/tim guna melakukan proses pemilihan unit kerja yang berpotensi sebagai Zona Integritas dan melakukan identifikasi terhadap unit kerja yang berpotensi sebagai unit kerja berpredikat menuju WBK/WBBM.

Selanjutnya unit kerja yang berpotensi menuju WBK/WBBM diusulkan kepada Kementerian PAN RB untuk mengikuti seleksi oleh Tim Penilai Nasional untuk menyandang predikat WBK/WBBM.

Perkembangan ZI WBK/WBBM

Dari tahun ke tahun, jumlah unit kerja instansi pemerintah yang mendapat predikat WBK/WBBM terus meningkat. Pada tahun 2020, sebanyak 763 unit kerja mendapatkan predikat WBK serta WBBM dari Kementerian PAN RB, dengan rincian sebanyak 681 unit kerja ditetapkan sebagai WBK, dan 82 unit kerja ditetapkan sebagai WBBM.

Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga 2020, perkembangan serta  tren pengusulan unit kerja meningkat pesat dengan total 7.583 usulan, adapun unit kerja yang memperoleh predikat WBK/WBBM sejak periode tahun 2016 hingga 2020 sebanyak 1.459 unit memperoleh predikat WBK, dan 139 unit memperoleh predikat WBBM.

Berdasarkan data Kementerian PAN RB, pada tahun 2020, untuk level K/L pada  Pemerintah Pusat, sebaran instansi pemerintah yang mengusulkan WBK/WBBM sebanyak 85,54% (71 dari 83K/L), dengan persentase keberhasilan tingkat perolehan predikat WBK/WBBM pada K/L sebanyak 59,04% (49 dari 83 K/L).

Untuk pemerintah daerah, level pemerintah provinsi, sebaran instansi pemerintah yang mengusulkan WBK/WBBM sebanyak 55,88% (19 dari 34 provinsi), dengan persentase keberhasilan tingkat perolehan predikat WBK/WBBM pada provinsi sebanyak 23,53% (8 dari 34 provinsi), sedangkan untuk level pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota sebaran instansi pemerintah yang mengusulkan WBK/WBBM sebanyak 28,94% (147 dari 508 kabupaten/kota), dengan persentase keberhasilan tingkat perolehan predikat WBK/WBBM pada kabupaten/kota sebanyak 7,68% (39 dari 508 kabupaten/kota).

Dari data-data di atas terlihat bahwa tingkat partisipasi pembangunan ZI WBK/WBBM masih didominasi oleh instansi pemerintah K/L pada pemerintah pusat. Sementara pada instansi pemerintah daerah terutama pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pengusulan ZI WBK/WBBM masih sangat rendah sebesar 28,94% (147 dari 508 kabupaten/Kota), serta menghasilkan output instansi pemerintah yang memperoleh predikat WBK/WBBM rendah pula sebesar 7,68% (39 dari 508 kabupaten/kota).

Dengan adanya otonomi daerah, tentu hal ini kurang menggembirakan bagi perkembangan reformasi birokrasi khususnya pada level pemerintah daerah, yang tentunya akan berdampak pada perkembangan layanan yang bersentuhan langsung kepada masyarakat luas, ekspektasi masyarakat yang tinggi akan layanan prima dari sektor birokrasi tidak dapat dipungkiiri dan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakan pada pemerintah.

Timbul pertanyaan lanjutan, dengan memperhatikan fenomena tersebut, apakah tren meningkatnya pembangunan ZI WBK/WBBM pada instansi pemerintah telah berhasil mewujudkan reformasi birokrasi ke arah lebih baik? Dan apakah dengan semakin banyaknya instansi pemerintah yang memperoleh predikat WBK/WBBM dapat menekan atau mengurangi kasus korupsi di Indonesia secara signifikan?

Data dan Fakta Kasus Korupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) membeberkan data yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 444 kasus korupsi yang telah dilakukan penindakan oleh penegak hukum, dengan jumlah tersangka sebanyak 875 orang dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 18,6 triliun. Lalu bagaimana tren kasus korupsi di Indonesia?, masih bersumber dari data ICW, tren kasus korupsi di Indonesia  sejak tahun 2015 dapat dilihat dari tiga sisi yaitu, jumlah tersangka, jumlah kasus, dan nilai kerugian negara.

Dari sisi jumlah tersangka menemui puncaknya paling tinggi pada tahun 2017 sebanyak 1.298 orang namun setelah itu mengalami penurunan tren jumlah tersangka hingga tahun 2019 menjadi sebanyak 580 orang, kemudian naik kembali pada tahun 2020 sebanyak 875 orang. Pada jumlah kasus relatif stagnan pada angka diantara 400 hingga 500 kasus per tahun, dengan jumlah kasus terendah sebanyak 271 kasus pada tahun 2019. Sedangkan apabila dilihat dari nilai kerugian negara, data menunjukkan tren yang meningkat dari waktu ke waktu sejak tahun 2015 sampai tahun 2020, nilai kerugian negara terendah pada tahun 2016 sebesar Rp 1,45 triliun dan tahun 2020 adalah yang terbesar dengan kerugian negara sebesar Rp 18,6 triliun.

Selain data kasus korupsi di atas, kita juga dapat mengukur dari aspek Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 yang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019.

Transparency International Indonesia (TII) merilis IPK atau corruption perception index (CPI) Indonesia tahun 2020. Skor IPK Indonesia tahun 2020, berada di angka 37 pada skala 0-100, dengan penjelasan skor 0 sangat korup dan skor 100 sangat bersih. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu yang memperoleh angka 40. Turunnya angka IPK tersebut juga membuat posisi Indonesia melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara yang dinilai IPK nya.

Harapan dan Tantangan

“Jauh panggang dari api”, mungkin inilah peribahasa yang tepat melihat fenomena maraknya pembangunan ZI WBK/WBBM dengan semakin banyaknya Instansi Pemerintah yang memperoleh predikat WBK/WBBM, ternyata masih berbanding lurus dengan maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, dengan kata lain segala usaha reformasi birokrasi yang sedang digalakkan masih belum menemui hasil optimal.

Ini merupakan tantangan yang harus segera diperhatikan bersama terutama oleh Kementerian PAN RB selaku Tim Penilai dan Pembina ZI WBK/WBBM. Perbaikan regulasi proses bisnis pada penilaian ZI WBK/WBBM agar terus disempurnakan, serta tidak lupa perlu diracik formula untuk melakukan pemantauan kepada instansi pemerintah yang telah memperoleh predikat WBK/WBBM agar tetap menjaga good governance dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi.

Reward dan punishment terhadap instansi yang telah memperoleh predikat WBK/WBBM untuk tetap memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pemerintah serius dalam menggalakkan reformasi birokrasi di segala lini.

Kedepan, harapan kita bersama, bahwa predikat WBK/WBBM pada instansi pemerintah, bukan lagi menjadi sesuatu yang eksklusif dan luar biasa tanpa memberikan makna dan manfaat bagi masyarakat, tetapi menjadi sebuah standar minimal yang harus dipenuhi. Bukan pula sebagai sesuatu yang menjadi wacana belaka, yang hanya sekedar menjadi “stempel” dan  jargon tanpa memberikan manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat pengguna layanan.

Peran serta seluruh elemen dibutuhkan, dimulai dari komitmen dari para pimpinan sebagai role model, kesadaran dari seluruh pegawai, hingga masyarakat yang paham dan peduli akan hak dan kewajibannya.

Di era keterbukaan dan media sosial saat ini, masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran yang ada di sekitarnya. Terakhir yakinlah dengan sinergi berbagai elemen, maka cita-cita negara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai dengan amanat UUD ‘45, kiranya bukan hal yang mustahil untuk dicapai.

Wujudkan reformasi birokrasi melalui ZI WBK/WBBM,

Bersama Kita Bisa!!!.

*) Penulis adalah Pejabat Pengawas pada Direktorat Jenderal PerbendaharaanKementerian Keuangan RI

Komentar