NIKEL. Logam tambang ini begitu berarti bagi manusia saat ini. Sendok yang kita gunakan saat makan, rangka sepeda motor, pelek, knalpot, baterai isi ulang, bahkan kawat fiber optik jaringan internet menggunakan nikel sebagai bahan baku utamanya.
OLEH: AGUS PANCA SAPUTRA *)
Survei geologi Amerika Serikat pada 2019 menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia. Dalam data tersebut, Indonesia memproduksi 800 ribu metrik ton nikel, jauh melampaui produksi minyak kelapa sawit. Meski sudah banyak diproduksi, namun cadangan nikel di negeri ini diproyeksi masih sebanyak 21 juta metrik ton.
Tentu saja, keberadaan nikel di bumi Indonesia bagai gula yang siap dimakan semut. Perusahaan-perusahaan tambang nikel kelas dunia berlomba-lomba menguasai lahan dan membangun pabrik pengolahan.
Setelah memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah, perusahaan-perusahaan tersebut mulai mengeksploitasi lahannya. Jutaan pohon ditebang, tanah menjadi gersang. Limbah pabrik mencemari sungai dan laut.
Hasnia, bersama Profesor Totok Gunawan dan Doktor Sigit Herumurti dari Universitas Gajah Mada saat mengkaji kerusakan lingkungan akibat penambangan bijih nikel di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah tahun 2008 menyebutkan, jenis kerusakan komponen lingkungan adalah perubahan bentang alam, hilangnya tanah pucuk, kehilangan vegetasi, hilangnya fauna darat dan biota perairan (ikan), perubahan mata pencaharian, perubahan gaya hidup atau perilaku, dan konflik sosial.
Tingkat kerusakan komponen abiotik pada kegiatan penambangan di daerah perbukitan diperoleh skor 12 dengan kriteria kerusakan sedang; tingkat kerusakan pada sungai berdasarkan indeks pencemaran diperoleh nilai IP 9,21 dengan kriteria cemar sedang; tingkat kerusakan komponen biotik diperoleh skor 11 dengan kriteria kerusakan berat serta tingkat kerusakan komponen kultural diperoleh skor 7 dengan kriteria kerusakan sedang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji jenis-jenis kerusakan, menentukan tingkat kerusakan dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan akibat kegiatan penambangan bijih nikel.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh dengan observasi, pengukuran langsung di lapangan, pencatatan dan wawancara. Sementara data sekunder didapatkan dari instansi yang terkait dengan tema penelitian dan studi literatur.
Penilaian tingkat kerusakan lingkungan dengan metode skoring dan indeks pencemar. Strategi dan kebijakan pengelolaan lingkungan pada kegiatan penambangan bijih nikel dirumuskan dengan menggunakan pendekatan teknologi, sosial, dan institusi serta analisis deskriptif.
Menurut peneliti, strategi dan kebijakan pengelolaan lingkungan akibat tambang nikel yaitu pembukaan dan penyiapan lahan dibatasi sesuai kebutuhan lahan usaha pertambangan bijih nikel dan sarana prasarana pertambangan, melakukan kegiatan penataan lahan (reklamasi) untuk selanjutnya dilakukan revegetasi pada lokasi bekas penambangan, pembuatan kolam pengendapan, melakukan pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumber daya alam disertai dengan penegakan hukum yang tepat.
Kajian Peneliti Universitas Gajah Mada ini dikuatkan oleh temuan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng).
Direktur Walhi Sulteng, Abdul Haris menuturkan, kurun waktu 10 tahun terakhir, aktivitas pertambangan di Kabupaten Morowali telah berdampak serius terhadap wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil Kabupaten Morowali.
“Jika kita menyusuri wilayah pesisir Kecamatan Bungku Timur, Bahodopi dan Bungku Pesisir dengan mudah dapat kita lihat wilayah tersebut telah tercemar lumpur pekat sisa galian perusahaan tambang yang terbawa dan mengendap di sepanjang wilayah pesisir ketiga kecamatan tersebut. Demikian pula dengan ekosistem laut yang menjadi sandaran komunitas masyarakat nelayan pulau-pulau kecil di Kecamatan Bungku Selatan juga ikut tercemar,” tulis Abdul Haris di website resmi Walhisulteng.com.
Padahal tuturnya, Kabupaten Morowali adalah daerah yang memiliki potensi perikanan tertinggi di Sulteng. Tingkat produktivitas sektor perikanan laut Kabupaten Morowali jauh mengungguli kabupaten lainnya di Sulteng.
Pada tahun 2018, produksi ikan di Kabupaten Morowali mencapai 34.127 ton atau 20 persen dari total produksi perikanan Provinsi Sulawesi Tengah.
Walhi Sulawesi Tengah mencatat, berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Morowali tahun 2018, terdapat 7.138 kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidup dari perikanan tangkap dan 703 KK yang mengandalkan penghasilan dari perikanan budidaya di wilayah pesisir dan laut Morowali. Kecamatan Bungku Selatan, Menui Kepulauan, dan Bungku Pesisir adalah wilayah yang paling banyak dihuni oleh komunitas nelayan tangkap dan petani rumput laut. Di Kecamatan Bungku Selatan terdapat 3.249 KK nelayan, sementara di Kecamatan Menui Kepulauan terdapat 2.530 KK nelayan.
Seiring dengan semakin masifnya aktivitas pengerukan ore oleh perusahaan pertambangan nikel yang berdampak pencemaran di wilayah pesisir dan laut, jumlah rumah tangga nelayan di Kecamatan Bungku Pesisir dan Bahodopi terus mengalami penurunan.
Paling tidak terdapat 6.220 total jumlah rumah tangga nelayan di empat kecamatan tersebut yang menggantungkan penghidupannya dari potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya laut, dan keramba. Semua potensi kekayaan dan perikanan laut itu kini sedang menghadapi ancaman serius.
Sebuah proyek pembuangan limbah tailing berskala besar di wilayah laut Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi tengah direncanakan.
Sebuah perusahaan rencananya membuang 25,3 juta ton limbah tailing dalam bentuk padat di wilayah laut Desa Fatufia seluas 396,9 hektare dengan kedalaman 150 hingga 250 meter.
Saat ini proses permohonan izin pembuangan limbah beracun ini masih dalam pengkajian untuk mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Berkaitan dengan rencana pembuangan limbah tailing ini, Abdul Haris dengan tegas menyatakan menolak, karena rencana pembuangan limbah tailing ini sangat kontradiktif dengan kebijakan perlindungan nelayan dan kebijakan perlindungan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil sesuai pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Penilaian yang sama juga datang dari Jaringan Tambang (Jatam). Bahkan, Koordinator Jatam, Merah Johansyah sempat membuat heboh dengan pernyataannya yang sangat keras tentang pertambangan.
“Dimana ada tambang, disitu ada penderitaan warga. Dimana ada tambang, disitu ada kerusakan lingkungan, tidak akan bisa berdampingan,” kata koordinator Jatam Merah Johansyah kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Jumat (20/5/2021).
Merah mengatakan, lingkungan ‘dirusak’ dan masyarakat ‘dibungkam’ paksa demi terlaksananya komoditi prioritas yang menjadi tulang punggung pemasukan negara itu.
Sepanjang tahun 2020, Jatam mencatat terjadi 45 konflik tambang yang mengakibatkan 69 orang dikriminalisasi dan lebih dari 700 ribu hektare lahan rusak.
Selain konflik tambang maupun lingkungan, masifnya penggunaan tenaga kerja asing juga menjadi persoalan, sehingga kerap menimbulkan kecemburuan sosial.
Disaat Indonesia tengah darurat Virus Corona, ratusan tenaga kerja asing begitu mudahnya masuk ke negeri ini. Parahnya, tenaga asing yang datang ke Indonesia, umumnya adalah tenaga kerja China, negeri asal Virus Corona.
Tentu saja, kedatangan tenaga kerja asing ini banyak diprotes masyarakat, karena mereka diperlakukan berbeda.
Belum lagi soal upah kerja. Para tenaga kerja asing diberikan upah yang jauh lebih besar. Padahal dari sisi pekerjaan, ada pula oknum-oknum tenaga kerja asing yang hasil kerjanya di bawah standar.
Lantas, jika keberadaan perusahaan tambang nikel di Indonesia ‘hanya merusak lingkungan dan menimbulkan problem sosial’, akankah perusahaan-perusahaan ini ditutup? Apabila produksi nikel terhenti, tentu kita akan kembali ke zaman batu, dimana sendok makan kita terbuat dari kayu?.
Jawaban utama dari pertanyaan ini adalah konsep pembangunan dan pertambangan berkelanjutan.
Doktor Arif Zulkifli dalam bukunya, Pengelolaan Tambang Berkelanjutan menyebut bahwa pertambangan harus menjadi bagian dari masyarakat, dan pertambangan harus memberikan pengaruh positif bagi lingkungan.
Arif Zulkifli menekankan pentingnya perusahaan pertambangan memperhatikan aspek-aspek yang menyangkut manusia dan alam.
Bagaimana konsep pembangunan dan pertambangan berkelanjutan ini dijalankan?.
Konsep pembangunan berkelanjutan tercetus sejak kekhawatiran akan ketersediaan lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat terjadi pada abad ke 18, tepatnya di tahun 1798.
Seorang cendekiawan, Thomas Malthus ketika itu khawatir, ledakan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan sehingga mengakibatkan penduduk kekurangan sumber makanan.
Menurut Malthus, suatu saat nanti harga pangan akan semakin mahal karena jumlah penduduk yang semakin banyak tidak diimbangi dengan ketersedian pangan yang ada di bumi.
Berangkat dari pemikiran Malthus, para ahli kemudian menyepakati konsep pembangunan berkelanjutan dimana konsep ini berarti upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak melampaui ekosistem pendukung kehidupannya.
Pembangunan yang berkelanjutan pada hakikatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antargenerasi di masa kini maupun masa mendatang.
Keberlanjutan atau sustainability memang menjadi pertimbangan utama dalam industri pertambangan. Aktivitas dalam industri pertambangan merupakan bagian integral dari kehidupan modern, operasi keuangan dan bisnis di setiap negara. Kehidupan manusia sangat terdampak oleh mineral dan komoditas yang ditambang di seluruh dunia. Dengan perkembangan riset dan zaman, seperti halnya di industri besar lainnya yang menyediakan produk dan layanan sebegitu pentingnya, sejumlah besar perhatian diberikan pada prosesnya dan dampaknya dari perspektif lingkungan dan ekonomi.
BERKACA PADA PT VALE
PT Vale Indonesia merupakan raja produksi nikel di Indonesia bersama PT Bintang Delapan Mineral, PT Aneka Tambang, PT Makmur Lestari Primatama dan PT Citra Silika Mallawa.
Empat blok dikuasai PT Vale yakni Blok Sorowako di Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan dan Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah; Blok Suasua di Kabupaten Kolaka Utara Sulawesi Tenggara; Blok Pomalaa di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur Sulawesi Tenggara; serta Blok Bahodopi di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.
Perusahaan itu tengah mengejar target produksi 64 ribu ton tahun ini.
Perlu diketahui, PT Vale telah mendapat kontrak karya sejak tahun 1968. Seiring dengan kontrak tersebut, PT Vale kemudian membangun fasilitas di tiga daerah di sekitar operasi, yakni Sorowako, Towuti, dan Malili.
Untuk mendukung lalu lintas transportasi pengangkutan material ke lokasi tambang, PT Vale membangun jalan logistik sepanjang 64 kilometer yang menghubungkan poros Makassar-Sorowako. Sebelum ada jalan logistik ini, warga atau pekerja Vale menggunakan kapal dari Makassar menuju Malili di pesisir Teluk Bone selama belasan jam. Dari Malili, mereka menggunakan truk yang disediakan perusahaan dan menempuh belasan jam lagi menuju Sorowako. Berkat jalan logistik yang beraspal mulus, waktu tempuh Sorowako-Makassar hanya 12 jam.
Jalan logistik tersebut kini beralih status menjadi jalan provinsi. Selain jalan, PT Vale juga membangun kompleks perumahan, pasar, sekolah, dan gedung pertemuan. Semuanya dikerjakan bersamaan dengan pembangunan pabrik pengolahan dan fasilitas pendukung operasional lain.
Biaya eksplorasi dan pembangunan infrastruktur di Sorowako dan dua daerah tersebut mencapai lebih dari 845 juta dolar ketika itu.
Di bidang kesehatan, PT Vale membangun Rumah Sakit (RS) Inco yang diresmikan pada 31 Maret 1977. Rumah sakit ini menjadi pusat pelayanan kesehatan bagi karyawan PT Vale, keluarga karyawan, pekerja kontraktor, serta masyarakat Luwu Timur.
Untuk layanan medis karyawan, Rumah Sakit Inco membuka unit-unit pembantu berupa klinik yang tersebar di Desa Wawondula, Wasuponda, Malili, Petea, dan Plant Site.
Rumah sakit tersebut juga memiliki unit penanganan dan penanggulangan HIV/AIDS yang merupakan bagian dari Komisi Penanggulangan AIDS nasional dan tingkat Provinsi Sulawesi Selatan. Mulai Januari 2019, RS Inco dikelola oleh institusi profesional di bidang perumahsakitan, Awal Bros.
Di bidang pendidikan, sedari awal PT Vale percaya bahwa pendidikan adalah gerbang pembuka masyarakat menuju kemajuan. Terkait dengan fungsi menyiapkan tenaga kerja andal, pada 1991 di bawah payung Yayasan Pendidikan Sorowako yang didirikan pada 1979, Vale mendirikan Akademi Teknik Sorowako (ATS). Tujuannya adalah menghasilkan pemuda-pemudi lokal terampil agar menjadi angkatan kerja siap pakai.
Di luar itu, yang terpenting bagi Vale adalah bagaimana memberikan akses perbaikan ekonomi dan kehidupan bagi masyarakat di sekitar wilayah operasinya. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator. Misalnya kesempatan para pengusaha sebagai mitra perusahaan, baik di tingkat lokal mapun nasional. Mereka mengerjakan proyek-proyek PT Vale dari tingkat hulu (eksplorasi dan penambangan) hingga hilir (pengolahan dan pengiriman paket nikel). Hingga akhir 2019, tercatat 295 perusahaan lokal terlibat dalam pengadaan dan menjadi bagian dari rantai pasok perusahaan.
Signifikansi tersebut semakin terlihat jelas dengan pelibatan pekerja lokal Sulawesi Selatan dalam operasi perusahaan. Pada 2020, sebanyak 2.929 orang pekerja lokal Sulawesi Selatan dari total pekerja seluruhnya sebanyak 3.006 orang. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 2.827 orang dari total pekerja 3.044 orang.
Sementara itu, untuk memberikan fondasi pada implementasi misi keberlanjutan perusahaan, Vale menggelar Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Nilai realisasi dana program sosial ini dari tahun ke tahun juga menunjukkan peningkatan. Hal tersebut guna memberikan jangkauan penerima manfaat dan dampak yang lebih besar.
Pada 2020, dana program ini mencapai US$4,1 juta (naik dari tahun 2019 senilai US$3,4 juta), dengan penerima manfaat langsung dari program ini lebih dari 38 ribu jiwa.
Di sisi lain, Vale membangun sarana dan fasilitas penunjang untuk mendukung roda ekonomi masyarakat dan membentuk peradaban di Blok Sorowako. Diantaranya adalah dengan menyuplai kebutuhan energi listrik (selain untuk kebutuhan pabrik pengolahan nikel Vale dari 3 PLTA-nya) yang didistribusikan kepada masyarakat melalui Perusahaan Listrik Negara. Ada pula pembangunan water treatment berstandar baku mutu dari Perusahaan Air Minum Negara dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk kebutuhan air bersih masyarakat, pengelolaan sampah terintegrasi yang bekerja sama dengan pemerintah setempat. Juga pembangunan fasilitas olahraga, gedung pertemuan, hingga fasilitas rekreasi di tepi Danau Matano. Termasuk mengakomodasi pembangunan pasar yang merupakan fasilitas vital penggerak ekonomi juga dibangun di dua lokasi di Sorowako dan Towuti sejak 1977.
Lengkaplah sudah Sorowako sebagai kota tambang dengan peradaban yang unik dan memesona. Vale meyakini bahwa perusahaan masa depan adalah entitas bisnis yang menempatkan keberlanjutan sebagai core value, bukan semata added value.
Komitmen itu tidak akan berubah, yakni memberi warisan positif bagi generasi mendatang, bahkan jauh setelah tambang berhenti beroperasi di Sorowako.
SUISTAINABLE BUKAN OPSI, TAPI WAJIB
CEO PT Vale, Febriany Eddy begitu gembira ketika PT Vale Indonesia meraih Good Mining Practice Award atau Penghargaan Praktik Pertambangan yang Baik tahun 2021 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk tiga kategori penghargaan.
Penghargaan tersebut yakni trofi utama untuk kategori Penghargaan Pengelolaan Teknis Pertambangan Mineral dan Batubara, trofi Aditama untuk kategori Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan Mineral dan Batubara serta trofi utama untuk kategori Penghargaan Pengelolaan Konservasi Mineral dan Batubara.
Tahun ini merupakan tahun kelima PT Vale Indonesia meraih Aditama, penghargaan tertinggi pengelolaan lingkungan. Penghargaan tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi dari pemerintah terhadap komitmen PT Vale dalam melakukan upaya untuk mematuhi kaidah teknis, melaksanakan konservasi sumberdaya dan cadangan, menciptakan kondisi kerja yang aman dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, dalam rangka mewujudkan praktik pertambangan yang baik (good mining practices).
Meraih predikat perusahaan tambang terbaik tak membuat Febriany Eddy lantas jumawa. Dia mengatakan, penghargaan tersebut adalah cambuk bagi perusahaannya untuk terus memberikan yang terbaik bagi manusia dan alam.
Bagi Febriany, suistainable bukan sebuah opsi, tapi kewajiban dan wujud tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingan serta lingkungan.
“Di sisi lain, penghargaan ini menjadi cambuk bagi kita untuk terus-menerus meningkatkan kinerja. Sebab pengelolaan lingkungan yang baik bukan merupakan opsi, melainkan suatu keharusan dan wujud tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingan serta lingkungan,” kata Febriany Eddy kepada SultengTerkini.Id, Rabu, 29 September 2021.
Menurut Febriany, penghargaan tersebut merupakan wujud pengakuan pemerintah atas kinerja lingkungan yang baik. Pencapaian tersebut tidak lepas dari peran dan kerja keras para karyawan dan rekan usaha PT Vale, serta tentunya dukungan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah.
SUISTAINABLE ADALAH MINDSET
Pertambangan yang mengedepankan manusia dan lingkungan adalah mindset PT Vale Indonesia sejak didirikan. Selama setengah abad beroperasi di Indonesia, PT Vale Indonesia tumbuh menjadi salah satu perusahaan tambang mineral terkemuka, dengan komitmen jangka panjang untuk berkontribusi positif terhadap pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.
Hal ini tampak jelas dari misi perusahaan yakni mengubah sumber daya alam menjadi kemakmuran dan pembangunan yang berkelanjutan serta visi menjadi perusahaan sumber daya alam nomor satu di Indonesia yang menggunakan standar global dalam menciptakan nilai jangka panjang, melalui keunggulan kinerja dan kepedulian terhadap manusia dan alam.
Untuk mewujudkan visi misinya, seluruh karyawan baik di jajaran top and down, diwajibkan memegang nilai-nilai bahwa kehidupan adalah yang terpenting, saling menghargai antarkaryawan, menjaga kelestarian bumi, melakukan hal yang benar, bersama-sama menjadi lebih baik dan bersama-sama mewujudkan tujuan.
Sejak awal beroperasi, Vale tidak pernah mengekspor bijih mentah dan terbukti telah memberi nilai tambah bagi masyarakat sekitar dan juga bagi Indonesia.
MENJAGA PERUBAHAN BENTANG ALAM
Sangat alami, ketika eksploitasi lahan tambang akan berpengaruh pada perubahan bentang alam suatu daerah.
Menyikapinya, PT Vale berkomitmen melaksanakan reklamasi yang merupakan bagian dari Rencana Pascatambang (RPT) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Kesungguhan PT Vale melaksanakan rehabilitasi lahan sudah dimulai sejak pembukaan lahan. PT Vale menerapkan kebijakan menjaga total luasan lahan tambang terbuka di bawah 1.450 hektare. Rehabilitasi lahan pascatambang dilakukan dengan sistem penimbunan atau backfilling, menggunakan lapisan tanah pucuk dan lapisan tanah lainnya dari proses pengupasan lahan.
Saat memulai aktivitas penambangan, PT Vale mengeruk lapisan tanah atas atau top soil. Top soil ini mengandung banyak unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman.
Top soil ini kemudian ditampung di lahan yang telah disiapkan. Ketika material nikel di suatu daerah telah dikeruk, PT Vale kemudian menutup lubang-lubang bekas tambang dengan top soil tersebut. Setelah lubang bekas tambang tertutup, di atasnya kemudian ditanami aneka pepohonan.
Tahapan rehabilitasi lahan pascatambang meliputi penataan atau pembentukan muka lahan dengan standar lereng lahan rehabilitasi, pengembalian lapisan tanah pucuk dan lapisan tanah lainnya, pengendalian erosi, pembangunan drainase, pembangunan jalan untuk proses revegetasi, penghijauan, pemeliharaan tanaman, dan pemantauan keberhasilan.
Untuk mendukung kegiatan rehabilitasi lahan purnatambang, PT Vale mendirikan kebun bibit modern (nursery) seluas 2,5 hektare yang telah beroperasi sejak April 2006.
Nursery memproduksi rata-rata 700.000 bibit dan merehabilitasi lebih 100 hektare lahan pascatambang per tahun.
Nursery PT Vale juga memproduksi berbagai jenis tanaman asli setempat (native species) dan tanaman endemik yang merupakan bagian dari konservasi keanekaragaman hayati. Tanaman lokal antara lain betao, bitti, nyatoh, dan manggis hutan. Sementara tanaman endemik contohnya eboni dan buah dengen. Bibit tanaman lokal diperoleh dari area tambang yang dibuka atau hasil kerja sama dengan masyarakat setempat.
Sebelum kegiatan penambangan dilakukan, PT Vale memastikan tidak ada spesies fauna maupun flora dilindungi yang ditemukan di lokasi penambangan.
Pada 12 Oktober 2021, PT Vale Indonesia menyerahkan lahan rehabilitasi hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 90 hektare ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Lahan yang diserahterimakan berada di lahan kritis kawasan hutan lindung, di Desa Kawata dan Desa Ledu-Ledu, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Hasil rehabilitasi hutan ini telah dinyatakan memenuhi kriteria keberhasilan tanaman, sehingga layak untuk diserahterimakan kepada pemerintah.
CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddy mengatakan, serah terima lahan hasil rehabilitasi hutan dalam rangka pemenuhan kewajiban perusahaan dalam penggunaan kawasan hutan, dimana pemegang IPPKH harus melakukan dua kewajiban yaitu terkait dengan reklamasi hutan bekas tambang dan rehabilitasi DAS.
“Perseroan sangat komitmen pada rehabilitasi lahan dan Daerah Aliran Sungai serta menjaga biodiversitas. Untuk itu, perseroan terus melakukan rehabilitasi pada sejumlah lahan pasca tambang, demi menjaga keberlanjutan ekosistem di kawasan hutan areal operasional tambang,” tuturnya.
Serah terima lahan rehabilitasi DAS bukan kali pertama dilakukan oleh PT Vale Indonesia. Kegiatan ini sudah pernah dilakukan pada 2019 dengan penyerahan lahan rehabilitasi DAS seluas 74 hektare di Desa Lampia, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur.
“Setelah penyerahan lahan rehabilitasi hutan dan DAS seluas 90 hektare, rencananya perseroan menyerahkan lagi lahan seluas 30 hektare di akhir tahun 2021 dan 10.000 hektare di tahun 2024,” tuturnya.
“Akumulasi lahan yang telah direhabilitasi hingga 2020 seluas 3.021,44 hektare, dari jumlah tersebut sebanyak 24.022 batang pohon Eboni yang ditanam untuk program konservasi Eboni. Sekitar 40% peningkatan komposisi tanaman lokal perintis pada aktivitas revegetasi,” jelasnya.
Tak hanya menanam pohon, PT Vale juga sangat memperhatikan keberlangsungan hidup biota laut. Salah satunya diwujudkan dengan turut andil dalam program pelestarian terumbu karang di Pesisir Laut Malili pada Ahad, 15 Agustus 2021.
Direktur External Relations and Corporate Affairs, PT Vale Indonesia Tbk, Endra Kusuma menjelaskan, pihaknya mengapresiasi inisiatif yang telah dilakukan TNI AL, Persatuan Olahraga Seluruh Indonesia (POSSI) Luwu Timur, Sorowako Diving Club dan Mori Diving Club yang melakukan upaya pelestarian terumbu karang di Laut Malili.
“Inisiatif ini sejalan dengan nilai perusahaan yaitu respect our planet and community, kami akan berkolaborasi dengan stakeholder terkait dalam menyusun agenda strategis dalam upaya penguatan kawasan pesisir melalui program pengembangan dan pemberdayaan masyakat (PPM),” katanya.
JUTAAN DOLAR ATASI LIMBAH
Terkait dengan limbah tambang, PT Vale Indonesia tak membuangnya secara serampangan. PT Vale menghabiskan jutaan dolar untuk membangun unit pengelolaan limbah.
Pada tahun 2013, PT Vale mengeluarkan biaya sebesar 1,9 juta dolar untuk menerapkan program Effluent Project. Program ini adalah pengelolaan limbah cair secara terintegrasi dengan 85 kolam pengendapan limbah cair berkapasitas 15,5 juta meter kubik.
Kemudian tiga tahun berselang, atau pada tahun 2016, PT Vale kembali menggelontorkan biaya sebesar 3,2 juta dolar untuk membangun fasilitas Lamella Gravity Settler (LGS). LGS ini terintegrasi dengan 17 kolam pengendapan berkapasitas 16 juta meter kubik. LGS yang dibangun PT Vale merupakan LGS pertama di industri pertambangan.
Dengan adanya dua sistem operasi limbah tersebut, limbah cair yang akan dialirkan kembali ke badan air menjadi aman. Berdasarkan hasil ukur kadar Total Suspended Solid (TSS) dan Kromium Valensi 6 (Cr6+) di Danau Matano dan Mahalona, badan air danau terlihat jernih meski PT Vale telah beroperasi selama lima dekade di Sorowako.
ENERGI TERBARUKAN DAN EFISIENSI ENERGI
PT Vale Indonesia membutuhkan energi yang cukup besar saat kegiatan operasional, baik pengangkutan material maupun pemurnian material tambang. Kebutuhan energi dipenuhi dari pemakaian bahan bakar dan pasokan listrik dari pembangkit.
Bahan bakar yang digunakan meliputi High Sulphur Fuel Oil (HSFO) dan High Speed Diesel (HSD) dan digunakan untuk operasional alat berat dan kendaraan pengangkut. Selain itu, juga ada batubara untuk tanur pengering dan HSFO untuk tanur pereduksi. Listrik dimanfaatkan sebagai sumber energi tanur pemurnian dan juga kegiatan pendukung lain.
Sepanjang lima dekade, PT Vale telah membangun dan mengoperasikan tiga PLTA berkapasitas total 365 Megawatt. Penggunaan energi bersih sudah dimulai PT Vale di tahun-tahun awal perusahaan beroperasi.
Keberadaan tiga PLTA tersebut mampu menurunkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil untuk menyuplai energi ke pabrik pengolahan.
Tiga PLTA yang telah beroperasi yakni PLTA Larona, Balambano, dan Karebbe berfungsi sebagai pamasok tenaga listrik untuk mengoperasikan furnace (tanur peleburan dan pengolahan bijih nikel) di pusat pengolahan (process plant) di Sorowako.
Untuk sumber tenaganya, PLTA mendapatkan dari tiga danau yang berada di Luwu Timur, yakni Matano, Mahalona, dan Towuti yang mengalirkan air melalui Sungai Larona menuju turbin. Sedangkan untuk mengontrol level air Danau Matano, diatur melalui pintu-pintu air Petea. Bangunan ini terdiri atas enam set pintu air yang dioperasikan secara manual berdasarkan kondisi level Danau Matano dan Towuti.
Di sisi lain, ketiga PLTA juga berfungsi sebagai bangunan pengendali banjir melalui sistem kontrol di pintu-pintu air tersebut. Hal itu diketahui bila curah hujan tinggi, debit air sungai dapat meluap dan dapat berdampak pada pemilik area pertanian di daerah hulu.
Meski begitu, PT Vale terus mencari potensi dan mengembangkan inisiatif pemanfaatan energi baru terbarukan di masa depan.
“Kami sudah melakukan studi dan punya rencana mencari sumber energi baru yang terbarukan, seperti heat recovery, small hydro, angin dan tenaga matahari. PT Vale juga sudah melakukan power shifting dan konservasi energi,” kata Director Engineering, Maintenance & Utilities PT Vale, Abu Ashar.
MASYARAKAT SEJAHTERA
Keberadaan perusahaan tambang harus dilihat dari dua sisi. Penilaian perusahaan tambang tak boleh hanya dilihat dari proses eksplorasi maupun produksinya. Aspek kemanusiaan dan kesejahteraan karyawan atau masyarakat yang terbantu oleh kehadiran perusahaan juga perlu mendapat penilaian.
Mohammad Iksan Alyasmi (61), imam Masjid Al Hidayah, Kelurahan Layana Indah Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Sulawesi Tengah, mengaku bersyukur karena anak bungsunya, Mohammad Iqbal diterima bekerja di sebuah perusahaan tambang nikel di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Sejak anaknya menjadi karyawan perusahaan tambang nikel, kehidupan Mohammad Iksan semakin membaik. Kebutuhan rumah tangganya tercukupi. Bahkan, Mohammad Iksan kini telah membeli kendaraan roda empat.
“Alhamdulillah bisa beli mobil,” tutur Mohammad Iksan Alyasmi sambil memperlihatkan sebuah mobil putihnya.
“Iqbal yang belikan,” sambungnya sambil tersenyum.
Hajjah Magdalena pun demikian. Anak bungsunya yang bernama Andi telah lebih lima tahun bekerja di perusahaan nikel di Morowali. Anak bungsunya itu memberinya modal usaha agen LPJ 3 kilogram.
“Anak saya kerjanya di gudang bahan makanan. Alhamdulillah dia sering mengirimkan saya uang,” kata Hajjah Magdalena dengan wajah ceria.
Apa yang dialami Mohammad Iksan Alyasmi dan Hajjah Magdalena juga dirasakan Sunarno, satu dari 36 petani pelopor SRI Organik di Desa Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Sebelum memproduksi padi organik, Sunarno mengandalkan pupuk dan pestisida kimia untuk mendukung pertumbuhan padinya. Namun, hasil yang dirasakan Sunarno kurang menjanjikan.
Hingga pada tahun 2015, Sunarno mengikuti program pelatihan Pertanian Sehat Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PSRLB) yang diadakan PT Vale Indonesia. Pelatihan ini mengubah haluan Sunarno dalam bertani.
Dia tak lagi menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Dia fokus bertani organik dengan memanfaatkan limbah alam yang ada di sekitarnya. Hasil yang diperoleh Sunarno kini menggembirakan.
“Selama menjadi petani konvensional, dalam beberapa tahun saya hanya mendapatkan penghasilan Rp 6-9 juta. Sekarang, baru saja menerapkan pola SRI Organik, saya mendapatkan penghasilan Rp 22,5 juta,” kata Sunarno.
Hasil panen Sunarno bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020, penghasilan Sunarno meningkat hingga Rp 25 juta. Dari penghasilannya ini, Sunarno merenovasi rumahnya, membeli sepeda motor baru, membeli kulkas bahkan dapat pulang ke kampung halamannya di Sragen Jawa Tengah. Sunarno juga mampu menyekolahkan anak perempuannya di sebuah perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah.
Pengalaman mengesankan juga diungkapkan Yusup Rante. Sejak 2015 dia memutuskan bertani SRI Organik. Seperti Sunarno, Yusup mengaku harus melewati tantangan hebat ketika memutuskan beralih ke SRI Organik.
“Pekerjaan yang tadinya praktis saat menjadi petani konvensional harus berubah menjadi pekerjaan yang tidak mudah,” ujar Yusup.
Kegigihannya bertani padi organik kini membuahkan hasil yang tidak disangka. Dalam satu musim, Yusup bisa mengantongi uang sebanyak Rp 24,9 juta dari semula hanya Rp 9,6 juta.
Apabila seluruh perusahaan tambang berkomitmen untuk kemakmuran rakyat namun tetap mengedepankan kelestarian lingkungan seperti yang dilakukan PT Vale, bangsa ini dapat menjadi terdepan.
Semoga saja, melimpahnya anugerah Tuhan berupa nikel di bumi Indonesia yang diiringi dengan masuknya investasi mampu mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai cita-cita Bangsa Indonesia. ***
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi SultengTerkini.Id. Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba penulisan PT Vale 2021
Komentar