POSO– Sebagian besar warga menolak ganti rugi atau kompensasi yang akan ditawarkan pihak PT Poso Energy menyangkut sejumlah ternak yang mati serta hancurnya ratusan hektare lahan pertanian milik masyarakat di sejumlah desa wilayah Kecamatan Pamona Tenggara dan Kecamatan Pamona Puselemba.
Matinya puluhan ternak milik warga serta hancur lahan pertanian di wilayah tersebut terjadi akibat dampak dari pembangunan bendungan (waduk), pada aliran sungai Poso, yang berada di Desa Saojo, Kecamatan Pamona Utara.
Selain itu juga menyebabkan naiknya air permukaan danau (elevasi), sehingga menenggelamkan ratusan hektare lahan pertanian dan peternakan milik di seputaran pinggiran danau Poso.
Menurut Kepala Desa (kades) Tokilo, Hertian, masyarakatnya saat ini sedang menerima kompensasi pembayaran (ganti rugi) oleh pihak PT Poso Energy atas matinya sejumlah ternak.
“Kompensasi ini merupakan upaya jangka pendek yang diberikan pihak PT Poso Energy kepada warga,” kata Hertian kepada jurnalis media ini melalui telepon genggamnya, Selasa (14/12/2021).
Lain halnya dengan warga Desa Dulumai, Kecamatan Pamona Puselemba. Menurut Kades Efren Ponangge, warganya tidak mau menerima kompensasi jangka pendek berupa penggantian 10 kg beras, untuk 1 are lahan pertanian warga yang rusak.
Tidak bersedianya warga terkait upaya ganti rugi ini, kata Efren karena hal itu tidak menguntungkan.
Efren menuturkan, saat ini warganya tidak menginginkan kompensasi jangka pendek. “Mereka hanya berkeinginan agar air permukaan danau Poso dinormalkan kembali seperti sediakala,” ungkap Efren.
Sementara itu, pihak PT Poso Energy melalui juru bicaranya, Syafri menyatakan, pihaknya akan membicarakan dengan menajemen soal warga yang menolak besaran ganti rugi tersebut.
Adapun terkait program jangka panjang menyangkut lahan peternakan warga, pihak perusahaan telah merencanakan program pembangunan tanggul.
“Hal juga mengantisipasi agar ternak warga tidak menyeberang ke wilayah desa tetangga, terutama Desa Korobono,” urai Syafri.
Saat disinggung terkait program jangka panjang terkait perlindungan lahan pertanian warga, Syafri menyatakan hal ini sudah ada perencanaannya pada pihak manajemen.
“Terkait hal ini saya tanyakan dulu kepada menajemen, apakah sudah bisa dirilis atau belum,” tuturnya tanpa menjelaskan mengapa program jangka panjang tersebut belum bisa untuk dirilis.
Menyangkut tuntutan warga yang berkeinginan agar air permukaan air danau dinormalkan seperti sediakala, Syafri mengaku pihaknya tidak berkompeten menjelaskan masalah ini.
“Ini kaitan dengan pihak balai sungai PUPR RI yang perwakilannya ada di Palu,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang diperoleh jurnalis media ini jumlah ternak mati akibat elevasi permukaan air danau tahun 2020 sebanyak 94 kerbau dan 16 sapi. Sementara lahan persawahan milik warga yang rusak akibat terendam sejak ujicoba pintu air bendungan PLTA Poso 1 pada tahun 2020 adalah 266 hektare. FAI
Komentar