PALU– Pemerhati isu radikalisme dan terorisme, Khoirul Anam menerbitkan sebuah buku bertajuk Muhammad Adnan Arsal; Panglima Damai Poso, sebagai bukti bahwa Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah daerah yang aman, nyaman dan siap bersaing dengan daerah lain di Indonesia.
Untuk membuktikan kedamaian Kabupaten Poso yang lantas dituangkan di dalam buku, Khoirul Anam melakukan riset selama satu tahun. Kepada sejumlah wartawan, Khoirul Anam menceritakan latar belakang penulisan buku tersebut.
Menurut Khoirul, masyarakat di luar Sulteng, utamanya yang berada di Pulau Jawa, masih menganggap bahwa Kabupaten Poso adalah daerah yang penuh dengan konflik.
Apalagi, media massa kerap menggambarkan aksi-aksi terorisme yang menyeramkan. Karya-karya yang secara spesifik menceritakan perubahan kondisi Kabupaten Poso juga tidak banyak, sehingga Kabupaten Poso terus terstigma negatif.
“Nah di buku ini, buku yang saya tulis selama satu tahun, saya menemukan banyak fakta. Fakta pertama yang saya temukan, Poso adalah daerah aman. Sudah tidak ada konflik di Poso. Kalaupun masih ada konflik, itu adalah orang-orang di luar Poso yang menggunakan Poso sebagai medan perang. Tentunya tanpa sepersetujuan warga Poso. Makanya mereka tidak representatif untuk disebut sebagai perwakilan orang-orang Poso,” jelas Khoirul Anam, Kamis (20/1/2022).
Khoirul juga menemukan bahwa masyarakat Poso menolak teroris atau apapun yang mengatasnamakan agama.
“Fakta lainnya, Poso bukan hanya aman, tapi siap bersaing dengan daerah manapun di Indonesia. Ini yang orang perlu tahu. Poso bukan hanya berhasil menghentikan konflik. Tapi poso juga mampu membalikkan keadaan menjadi wilayah yang dua atau lima tahun lagi bisa bersaing,” tegasnya.
Sosok utama di buku tersebut adalah Ustaz Adnan Arsal, panglima perang umat muslim atau pasukan putih.
“Ketika pertama kali bertemu, saya ragu. Masa’ panglimanya kayak gini. Badannya ngga’ gempal, suaranya kecil. Apa bisa main perang orang kayak gini. Ternyata setelah saya ikutin, analisis saya, ini adalah kode bahwa masyarakat Poso memilih Haji Adnan menandakan bahwa masyarakat Poso sebenarnya tidak ingin perang. Kalau yang diinginkan perang, pasti yang dipilih adalah orang yang badannya gempal atau lainnya. Haji Adnan sampai sekarang megang senjata saja masih belum bisa,” urai lulusan Center for Religius and Cross-Cultural Universitas Gadjah Mada itu.
Menurut Khoirul, Adnan Arsal adalah ahli perundingan.
“Selama menjadi panglima perang, Haji Adnan terbukti lebih banyak merundingkan perdamaian. Saya kira yang mencolok adalah peristiwa Deklarasi Malino. Itu bukan perjanjian damai, tetapi kesepakatan untuk berdamai,” terangnya. Melalui buku tersebut, Khoirul ingin menyuarakan bahwa dari Poso bisa membangun Indonesia. GUS
Komentar