POSO– Puluhan pemuda yang menyebut dirinya Tau Mangura dari Masyarakat Adat Danau Poso menolak penamaan jembatan yang dibuat Poso Energy diberi nama Yondo mPamona. Penolakan ini disampaikan dalam Aksi Budaya Megilu di tepi Danau Poso, Sabtu (22/1/2022). Megilu adalah tradisi masyarakat adat menyampaikan suara dan pendapat mereka.
Poso Energy didukung pemerintah kabupaten (pemkab) setempat telah membongkar jembatan Pamona (Yondo mPamona) pada 20 November 2019 untuk kepentingan pengerukan sungai buat bendungan PLTA Poso I.
Di lokasi bekas Yondo Pamona itu kemudian dibangun jembatan baru berkonstruksi besi oleh PT Poso Energy. Di bagian dinding luar sebelah selatan jembatan ini dituliskan “YONDO MPAMONA”. Seakan hendak mengatakan kalau bangunan ini adalah Yondo Pamona yang sebelumnya dikenal oleh masyarakat.
Ryan Ranonto, koordinator lapangan Tau Mangura Masyarakat Adat Danau Poso mengatakan, menamakan jembatan buatan Poso Energy dengan nama Yondo mPamona merupakan manipulasi sejarah.
Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan sejarah berdirinya Yondo Pamona yang kaya akan nilai-nilai budaya orang Pamona di pinggir Danau Poso.
“Kami menolak nama Yondo Pamona dipakai untuk jembatan baru itu, karena tidak sesuai dengan sejarahnya yang dulu dibangun dengan semangat kebersamaan seluruh masyarakat di pinggir Danau Poso,” katanya.
Meski menolak nama Yondo Pamona dipakai untuk jembatan buatan Poso Energy, namun dia menegaskan tidak menolak acara seremoni peresmian itu. Menurutnya itu adalah hak Pemkab Poso. Sejarah Yondo Pamona dalam catatan Pendeta Y Wuri dari Masyarakat Adat Danau Poso memiliki nilai sangat tinggi.
Untuk membangunnya dibutuhkan semangat Mesale atau bergotong royong tinggi bahkan total. Mesale total itu berhasil berkat budaya Sintuwu yang dihidupi masyarakat pada waktu itu. Budaya Sintuwu itu terlihat dari kayu-kayu pilihan yang dibawa masyarakat desa-desa pinggir Danau Poso untuk menjadi bahan konstruksi Yondo Pamona.
Bukan hanya menyumbang material, untuk membangunnya, masyarakat juga menyumbangkan tenaganya.
“Jadi kalau kami mau menceritakan kepada anak cucu bagaimana sesungguhnya semangat gotong royong itu? tidak hanya bicara. Kami bawa mereka ke Yondo Pamona, baru kami ceritakan bagaimana dahulu leluhurnya membangun jembatan itu,” kata Yombu Wuri tentang Yondo mPamona yang dulu dibangun warga.
Simbol Mesale terakhir itu sudah dibongkar oleh Poso Energy. Kini ada upaya untuk mengubah cerita sejarahnya dengan menamakan Yondo mPamona di jembatan besi yang dibuat Poso Energy. Dari sebuah karya yang dibangun masyarakat dengan semangat Mesale menjadi jembatan yang dibangun oleh sebuah korporasi.
Itu sebabnya sejumlah anak muda yang memiliki kepedulian akan sejarah leluhurnya bangkit untuk menyuarakan penolakan nama Yondo Pamona yang kaya nilai sejarah dipakai untuk sebuah bangunan yang didirikan oleh sebuah korporasi yang hendak mengeksploitasi sungai dan Danau Poso.
Dalam orasinya Tau Mangura Masyarakat Adat Danau Poso menyatakan sikap menolak nama Yondo Pamona dijadikan sebagai nama jembatan baru yang dibangun oleh PT Poso Energy.
Selain itu mereka juga mendesak untuk mengganti nama jembatan dengan nama lain selain nama Yondo mPamona dan Puselemba.
Ryan menegaskan, nama Yondo Pamona sangat penting bagi masyarakat di sekeliling Danau Poso karena menyimbolkan identitas budaya dan menjadi simbol persatuan, sementara jembatan yang dibangun oleh Poso Energy tidak menggambarkan symbol persatuan sebaliknya merupakan jembatan yang merusak sejarah dan simbol budaya mesale orang Poso.
Megilu dilakukan dengan membentangkan kain bertuliskan penolakan penggunaan nama Yondo Pamona sebagai nama jembatan buatan PT Poso Energi. Terdapat juga bentangan foto Yondo mPamona sebelum dibongkar.
Selain Megilu, pada Sabtu malam dilakukan juga aksi budaya berupa pentas musik dari beberapa seniman dari Tentena dan Poso untuk menyuarakan sejarah Yondo Pamona. Pentas budaya ini dilaksanakan di Taman Kota Tentena mulai pukul 19:00-22:00 Wita. */LAH
Komentar