Menparekraf Diimbau Tidak Resmikan Jembatan di Poso dengan Nama Yondo mPamona

-Poso, Utama-
oleh

POSO– Masyarakat Adat Danau Poso mengimbau Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno untuk tidak meresmikan jembatan buatan PT Poso Energy dengan nama Yondo mPamona. Mewakili Masyarakat Adat Danau Poso, Yombu Wuri mengirimkan surat terbuka kepada Menparekraf Sandiaga Uno.

Surat terbuka ini dilatarbelakangi rencana menparekraf meresmikan jembatan buatan PT Poso Energy dengan nama Yondo mPamona. Jembatan besi yang dibuat PT Poso Energy dianggap tidak layak menggunakan nama Yondo mPamona karena sejarah dan nilai Yondo mPamona jauh berbeda dengan sejarah dan tujuan jembatan besi Poso Energy.

Yondo mPamona adalah jembatan tua yang terbuat dari kayu dimana pembuatannya dilakukan pada awal abad 20 secara gotong royong dari warga desa di sekeliling Danau Poso untuk menjadi jembatan penghubung yang membawa hasil bumi.

Meskipun beberapa kali mengalami renovasi, Yondo mPamona mempertahankan konstruksi kayu. Sementara, jembatan besi dibuat oleh Poso Energy setelah membongkar Yondo mPamona dan dilakukan ditengah protes masyarakat.

Pembongkaran Yondo mPamona dan pembuatan jembatan baru dengan konstruksi besi bertujuan untuk memperlancar pengerukan sungai Poso untuk kepentingan bendungan PLTA Poso I.

Dalam surat terbuka yang dibacakan dalam video 22 Januari 2022, Yombu mengutip pernyataan yang disampaikan Menparekraf Sandiaga Uno bahwa pariwisata di Indonesia akan bergerak ke arah pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.

Bentuknya adalah berbasis kearifan lokal dan kekayaan alam yang bisa menciptakan ekonomi kreatif. Karena itu, peresmian jembatan yang rencananya akan dilakukan oleh Menparekraf dianggap tidak sesuai atau bertolak belakang dengan visi misi pariwisata yang selama ini diusung Menparekraf, yaitu berbasis kekayaan alam dan budaya lokal.

“Meresmikan jembatan yang dibuat Poso Energy dengan memberi nama Yondo mPamona akan melukai hati masyarakat,” kata Yombu dalam surat terbuka yang dikirimkan melalui sosial media.

Lebih lanjut Yombu menulis bahwa memberi nama Yondo mPamona akan memanipulasi sejarah dari sebuah kearifan lokal masyarakat.

Keberatan dan penolakan ini menurutnya, merupakan cara masyarakat adat untuk menjaga ingatan dan sejarah kearifan lokal yang pernah ada di Danau Poso, yaitu sejarah Yondo mPamona yang sarat dengan filosofi gotong royong.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dianggap ikut berperan untuk memastikan agar kebudayaan sebuah masyarakat tidak dihilangkan dalam pengembangan pariwisata, sebaliknya menjadi kekuatan wisata.

Maestro budaya Poso, Yustinus Hokey, dalam sebuah pidato kebudayaan di tahun 2018 menyebutkan bahwa Jembatan Pamona bukan sekadar bangunan kayu yang menjadi tempat penyeberangan, namun Jembatan ini sudah menjadi satu-satunya peninggalan budaya Mesale (kerjasama/gotong royong) orang-orang di sekeliling danau yang masih tersisa.

“Berilah dengan nama lain, bukan Yondo mPamona atau Puselemba,” demikian pernyataan Yombu. Informasi yang diterima oleh Masyarakat Adat Danau Poso menyebutkan rencana kunjungan Menparekraf Sandiaga Uno ke Danau Poso salah satunya untuk meresmikan jembatan buatan Poso Energy.

Surat ini selain menyebutkan soal Yondo mPamona yang sudah dibongkar untuk kepentingan Poso Energy, juga tentang budaya danau seperti mosango dan monyilo yang sulit lagi dilakukan karena elevasi air diatur oleh pintu air bendungan PLTA.

Sebelumnya, anak-anak muda yang tergabung dalam Tau Mangura Masyarakat Adat Danau Poso juga ikut menggelar aksi menolak pemberian nama Yondo mPamona di jembatan buatan Poso Energy.

Anak muda merasa kehilangan sejarah yang menggambarkan identitas kebudayaan mereka jika jembatan ini diberi nama Yondo mPamona, padahal pembuatan dan tujuan pembuatannya tidak sama dengan sejarah dan nilai Yondo mPamona. */CAL

Komentar