PENETAPAN Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014 membuat pengaturan tentang desa mengalami perubahan yang cukup signifikan dan juga semakin mengukuhkan keberadaan desa sebagai subyek dalam pembangunan.
OLEH: M AGUS ABDUL MAJID*)
Hal ini selaras dengan tujuan otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada setiap daerah untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan serta menciptakan upaya kemandirian daerah dengan potensi yang dimilikinya.
Undang-undang tersebut memberikan dorongan kepada masyarakat untuk membangun dan mengelola desa secara mandiri.
Untuk itu, setiap desa akan mendapatkan dana melalui Anggaran Belanja Pendapatan Negara (APBN) dengan jumlah yang sangat signifikan.
Dari sisi regulasi, dengan telah disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 maka desa tidak lagi termasuk objek yang diatur UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Desa memiliki visi untuk menciptakan kemandirian desa dengan memberikan kewenangan yang sangat besar di bidang pelaksanaan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan inisiatif masyarakat, hak asal-usul dan adat istiadat masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan desa, dan pembinaan kemasyarakatan desa.
Undang-Undang Desa juga memberikan jaminan bahwa desa akan menerima dana yang jumlah nominalnya lebih besar dibandingkan yang diterima sebelum diterbitkannya Undang-Undang tentang Desa.
Namun terdapat konsekuensi terhadap pelaksanaan pengelolaan dana tersebut yaitu harus dilaksanakan secara akuntabel, transparan, efektif dan efisien, dan profesional untuk menghindari risiko terjadinya penyelewengan dan penyimpangan yang berujung tindak pidana korupsi.
Pemberian Dana Desa yang diberikan pemerintah terhadap desa setiap tahunnya semestinya bisa memacu desa baik Pemerintah Desa dan perangkat untuk mengambil prakarsa dan inisiatif dalam upaya memajukan Desa dengan melaksanakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa, sehingga diharapkan kemandirian Desa dapat terwujud. Pelaksanaan Dana Desa yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015 semestinya dapat dikaji efektivitas Dana Desa dalam mendorong dan mewujudkan kemandirian Desa dan Program Pemerintah.
Kemandirian Desa dalam konteks otonomi daerah memerlukan kesiapan lembaga sosial, ekonomi, masyarakat dan lembaga pemerintah Desa itu sendiri. Untuk itu peningkatan peran dan fungsi kelembagaan Desa (Pemerintah Desa dan BPD) memiliki arti yang strategis.
Pada tahun 2021 dana yang dialokasikan dan disalurkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Tolitoli kepada 103 desa di Kabupaten Tolitoli dan 108 desa di Kabupaten Buol adalah sebesar Rp 185 miliar dan jika dirata-rata, maka setiap desa akan mendapatkan Rp 881 juta dari Dana Desa 2021.
Dengan dana sebesar tersebut, pada tahun 2022 yang semula belum ada Desa Mandiri di Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol, telah berhasil membentuk satu Desa Mandiri di Kabupaten Buol.
Pada tahun 2022 alokasi DD mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2021 yaitu Rp 186 miliar, namun terdapat kebijakan pengalokasian porsi 40% dari pagu Dana Desa masing-masing desa digunakan untuk bantuan sosial pada warganya yang berstatus miskin/hilang atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM) seperti tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Hal ini cukup terasa berat bagi desa, namun diharapkan Dana Desa yang disalurkan dapat efektif digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa sehingga pada tahun 2023 bertambah desa berstatus Desa Mandiri, tidak hanya di Kabupaten Buol, namun Desa Mandiri juga akan terwujud di Kabupaten Tolitoli. ***
*) Penulis adalah Kasubbag Umum KPPN Tolitoli
Komentar