JAKARTA- Kontrak Karya (KK) perusahaan tambang nikel asal Kanada di Indonesia yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akan berakhir pada 2025 mendatang, tepatnya 28 Desember.
Kontrak Karya Vale ini sudah mengalami perpanjangan satu kali pada Januari 1996. Adapun kontrak pertama Vale dimulai sejak 1968 lalu. Artinya, sudah lebih dari 50 tahun Vale menambang nikel di Indonesia.
Namun demikian, mayoritas saham PT Vale Indonesia hingga kini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%.
Adapun saham murni Indonesia “hanya” 20% yakni dimiliki Holding BUMN Tambang MIND ID, sementara 20,7% merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga belum tentu murni dimiliki Indonesia.
Lantas, dengan kondisi tersebut, apakah Pemerintah Indonesia akan memberikan perpanjangan Kontrak Karya kepada PT Vale Indonesia pada 2025 mendatang? Atau justru ada kemungkinan kontrak diputus dan dikembalikan ke negara?
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun menyoroti masih besarnya kepemilikan saham asing di PT Vale Indonesia ini.
Dia mengakui bahwa PT Vale Indonesia harus menuntaskan pekerjaan rumahnya terlebih dahulu sebelum KK berakhir pada 2025 mendatang. Arifin menyebut, Vale harus mendivestasikan sahamnya sekitar 11% terlebih dahulu kepada Indonesia.
“Kontrak Vale sedang dalam proses, karena Vale punya kewajiban untuk mendivestasi lagi sebanyak 11 persen,” ungkap Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Tak hanya itu, menurutnya Vale juga masih memiliki PR terkait pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
“Kemudian Vale juga sekarang mempunyai program untuk melakukan hilirisasi. Ada beberapa kerja sama di sana untuk memproduksi komponen baterai sesuai amanah,” tambahnya.
Perlu diketahui, sudah sekitar satu dekade lamanya Vale berkutat dengan rencana pembangunan smelter nikel baru. Bahkan, setidaknya tiga proyek smelter baru dengan perkiraan nilai investasi sekitar Rp 140 triliun yang digadang-gadang akan dibangun. Namun sayangnya, hingga kini belum satu pun dari tiga proyek tersebut beroperasi.
Tiga proyek tersebut di antaranya proyek Sorowako senilai US$ 2 miliar, proyek Bahodopi senilai US$ 2,5 miliar, dan proyek Pomalaa senilai US$ 4,5 miliar.
Direktur Utama PT Vale Indonesia Febriany Eddy sempat mengatakan perusahaan saat ini masih fokus untuk merampungkan beberapa pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan.
“Saat ini kan ada tiga program investasi ya, sampai Rp 140 triliun, tiga pabrik baru kami akan komitmen lakukan itu semua karena menurut kami negara ini kan sangat butuh investasi,” kata dia saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (27/9/2022).
Perlu diketahui, Kontrak Karya Vale Indonesia akan berakhir pada 28 Desember 2025 mendatang, setelah terakhir dilakukan Perjanjian Perubahan dan Perpanjangan yang ditandatangani pada Januari 1996.
Namun pada Oktober 2014 lalu PT Vale dan Pemerintah Indonesia sepakat setelah renegosiasi KK dan ada beberapa ketentuan yang berubah, termasuk area tambang berubah menjadi 118.435 hektar.
Kontrak Karya pertama Vale sebenarnya telah ditandatangani sejak 1968 lalu. Artinya, sudah lebih dari 50 tahun Vale menambang nikel di Indonesia.
Namun, hingga kini saham Vale sebagian besar masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Cp. Ltd (SMM) 15%, lalu MIND ID 20%, dan publik 20,7%.
Masuknya MIND ID menjadi pemegang saham sebesar 20% di PT Vale Indonesia secara resmi terjadi pada 2020 lalu, tepatnya ketika dilakukan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Saham (Shares Purchase Agreement) pada 19 Juni 2020 lalu.
MIND ID harus mengocek Rp 5,52 triliun atau Rp 2.780 per saham untuk akuisisi 20% saham PT Vale Indonesia dari VCL dan SMM. Dari divestasi Vale 20% tersebut, sebesar 14,9% saham tadinya milik VCL, dan 5,1% milik SMM.
(sumber: cnbcindonesia.com)
Komentar