PALU– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggenjot pemeriksaan kasus dugaan korupsi Bawaslu Provinsi terkait pengelolaan dana hibah bersumber dari Pemerintah Provinsi (pemprov) Sulteng tahun 2020 senilai Rp 56 miliar.
Puluhan saksi bergantian memenuhi panggilan jaksa untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengelolaan dana hibah.
“Kita jadwalkan pemeriksaan saksi bawaslu pekan depan mulai tanggal 10 sampai dengan 14 April 2023,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, Mohammad Ronald melalui WhatsApp menjawab konfirmasi jurnalis, Kamis (6/4/2023).
Koordinator Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK), Harsono Bereki selaku pelapor merinci, tahun 2020 Pemprov Sulteng menganggarkan belanja hibah sebesar Rp 918.079.152.823, terealisasi sebesar Rp 885.470.850.000 atau 96,45%.
Salah satu penerima hibah adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulteng dengan nilai hibah sebesar Rp 56 miliar yang dicairkan dalam tiga tahap yakni tahap I (40%) sebesar Rp 22.400.000.000, tahap II (50%) sebesar Rp 18 miliar dan tahap III (10%) Rp 5,6 miliar di tahun 2020.
Dalam penyaluran dan pengelolaan dana hibah, Bawaslu diduga telah melakukan penyimpangan, penyaluran tahap II dan III dilakukan tanpa adanya laporan realisasi dana hibah tahap sebelumnya.
Selain itu, diduga dana hibah tersebut digunakan untuk kegiatan tidak sesuai peruntukannya dan kegiatan fiktif.
“Bukan hanya Bawaslu, BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) provinsi juga kami akan lapor ke kejati karena ada indikasi penyalahgunaan kewenangan oleh pihak BPKAD mencairkan anggaran dana hibah tahap II dan tahap III tanpa dilengkapi laporan realisasi,” ujar Harsono, Ahad (9/4/2023).
Dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) diatur hal-hal sebagai berikut:
1) Hibah dilaksanakan sebanyak dua/tiga tahap;
2) Pada Saat proses pencairan dana hibah melalui 2 (dua) tahap atau lebih, pihak kedua melampirkan laporan realisasi.
3) Penerima hibah wajib membuat laporan penggunaan dana hibah dan mengembalikan sisa dana hibah paling lambat tiga bulan setelah pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
Faktanya Bawaslu Sulawesi Tengah disinyalir tidak melampirkan laporan realisasi pada saat proses pencairan tahap I dan tahap II serta belum menyampaikan laporan penggunaan dana hibah pada tanggal 1 Mei 2021.
“Indikasi perbuatan melawan hukumnya jelas, telah menimbulkan kerugian keuangan negara akibat dari pengelolaan dana hibah tidak sesuai dengan ketentuan,” ujar Harsono.
Harsono menambahkan, bukan hanya Bawaslu dan BPKAD, KRAK juga akan melaporkan KPU Provinsi Sulteng terkait pengelolaan dana hibah kurang lebih Rp 150 miliar.
“Kami menduga modus operandinya mirip dengan yang dilakukan Bawaslu, tunggu saja,” tegasnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sulteng, Mohammad Ronald menambahkan, saat ini penyidik telah meminta perhitungan kerugian negara ke BPKP terkait kasus Bawaslu.
Dia mengatakan, penyidik telah mengajukan secara resmi permintaan perhitungan kerugian keuangan negara ke BPKP terhitung 31 Maret 2023.
“Tim penyidik juga kata dia, sudah berkoordinasi dengan pihak auditor mengenai dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam rangka PKN. Saksi-saksi juga dalam waktu dekat akan diperiksa,” kata Ronald. REV/CAL











Komentar