JAKARTA– Sudah 50 tahun lebih PT Vale Indonesia beroperasi di Indonesia. Namun demikian, kontribusi ke negara maupun ke daerah dinilai masih belum optimal.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada beberapa opsi yang dapat diambil pemerintah berkaitan dengan operasional Vale di Indonesia.
Pertama, divestasi saham 51% Vale, sebagai salah satu syarat perpanjangan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Melalui proses divestasi ini, diharapkan tambang yang dikelola Vale dapat memberikan hasil yang lebih ke negara.
“Sehingga optimalisasi dari Vale bisa lebih baik dampak sosial masyarakat-nya dan juga memperhatikan aspek lingkungan juga. Sehingga bagi hasil ke pemerintah daerah dan juga masyarakat sekitar itu juga tidak terlalu timpang seperti sekarang,” kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (26/6/2023).
“Ini kan cukup menarik ya di mana kepala daerah ternyata banyak melihat bahwa Vale selama ini kurang begitu berkontribusi padahal udah cukup lama,” tambah Bhima.
Selain divestasi, pemerintah juga dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja dan kontribusi Vale kepada pemerintah daerah maupun nasional.
Apabila dalam evaluasi ditemukan dampak yang diberikan perusahaan itu minim, maka sebaiknya pemerintah melakukan pengakhiran kontrak.
“Kemudian bisa diserahkan kepada perusahaan lain atau dalam hal ini bisa diambil oleh BUMN pada intinya ini jadi pelajaran juga bagi perusahaan perusahan tambang lainnya,” ujarnya.
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman sebelumnya menolak secara tegas perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menurut Andi, sepanjang sejarah Vale berada di Indonesia khususnya di Sulawesi, dia mencatat belum pernah ada masyarakat dari wilayahnya yang menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut.
Tak hanya itu, Perusahaan Daerah (Perusda) wilayah Sulsel juga tidak boleh melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar untuk aktivitas pertambangan Vale tersebut.
Oleh karena itu, dia menyayangkan sikap perusahaan Vale Indonesia atas daerahnya. Sebab, kontribusi terhadap daerah Sulawesi Selatan juga tidak terlalu besar atau dalam setahun mencapai Rp 200 miliar.
“Tidak ada perpanjangan untuk mereka. Kalau langsung dikasih perpanjangan 35 tahun berat kami, karena ketika salah jalur saat gak punya finansial bagus untuk kelolanya 35 tahun menjadi penderitaan bagi kami. Kalau Freeport bisa dilepas (ke Pemprov/Pemda), kenapa ini tidak? kenapa tidak diserahkan ke pemerintah kami,” ungkap dia dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPR, Kamis (8/9/2022).
Untuk diketahui, PT Vale Indonesia merupakan perusahaan nikel asal Kanada yang beroperasi di Indonesia. Kontrak Karya Vale akan berakhir di tahun 2025, tepatnya 28 Desember 2025.
Kontrak Karya Vale ini sudah mengalami perpanjangan satu kali pada Januari 1996. Adapun kontrak pertama Vale dimulai sejak 1968 lalu. Artinya, sudah lebih dari 50 tahun Vale menambang nikel di Indonesia.
Namun demikian, mayoritas saham PT Vale Indonesia hingga kini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%.
Saham murni Indonesia sejauh ini setidaknya “hanya” 20% yakni dimiliki Holding BUMN Tambang MIND ID, sementara 20,7% merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga belum tentu murni dimiliki Indonesia.
(sumber: cnbcindonesia.com)
Komentar