PALU– Tiga pengembang di Kota Palu, Sulawesi Tengah diduga melanggar aturan membangun perumahan di wilayah Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore.
Hal itu diungkap Direktur PT Total Properti Konstruksi, Alfian Chaniago kepada sejumlah jurnalis di ruang kerjanya, Kamis (16/5/2024).
Tiga pengembang yang tidak disebutkan namanya itu saat ini sedang melakukan pembangunan perumahan di lokasi belakang hunian tetap (huntap) Budha Tzu Chi seluas sekira enam hektare.
“Saya menyampaikan ini karena sudah mengganggu akses jalan ke lokasi dan juga kondisi perumahan yang dibangun tidak sesuai aturan dan estetika,” ujar Alfian Chaniago yang mengaku bersebelahan dengan lokasi yang dibelinya sekitar 15 hektare di Tondo.
Kepada sejumlah jurnalis, Alfian kemudian memperlihatkan foto-foto kondisi tanah dan perumahan yang telah dibangun di atas tanah urukan itu.
Dia melihat bahwa pembangunan perumahan ini seperti melanggar aturan atau tidak seperti biasanya yang harus dilakukan.
“Dorang membangun rumah di atas tanah urukan yang tidak dipadatkan selama jangka waktu tertentu dan juga tak ada taludnya,” ujarnya.
Menurutnya, material urukan juga menutup jalan umum setinggi kurang lebih enam meter di lokasi tersebut.
Awalnya dirinya tidak ingin mengungkap hal itu ke publik, jika pihak terkait bisa menjawab dugaan pelanggaran yang dilakukan tiga pengembang tersebut.
Saat itu dia melakukan protes atas urukan tanah yang menutup jalan umum menuju ke lokasi tanah kaplingan miliknya.
Untuk menyelesaikan hal itu, pihak Kecamatan Mantikulore telah melakukan pertemuan bersama para pengembang termasuk Alfian dengan sejumlah dinas terkait.
Dalam pertemuan itu dia mengungkap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan tiga pengembang itu, tetapi instansi terkait tidak bisa menjawab dan bahkan tak mengetahui teknis aturan terkait pengembangan perumahan tersebut.
Padahal kata dia, pembangunan perumahan sudah jelas ada aturannya.
Bahkan pihak DPD REI Sulteng juga sudah menjelaskan bahwa pengurukan lahan harus dilakukan pemadatan alam selama lima tahun sebelum perumahan dibangun.
Atau kata dia, melakukan pemadatan tanah dengan alat berat secara bertahap. Namun di lokasi pengembangan yang dimaksud, material bukit yang dicuting langsung dilakukan pengurukan atau perataan tanpa pemadatan.
Sementara kata Alfian, aktivitas pengurukan tanah di lokasi oleh tiga pengembang atau developer itu baru berlangsung sekira setahun dan langsung dilakukan pembangunan sejumlah unit rumah.
Parahnya di beberapa titik ujung tanah urukan, tidak dibangunkan talud.
Terlebih material urukan itu telah menutupi jalan setinggi enam meter dan juga menutup sungai kering.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pembangunan unit rumah di lokasi itu juga tanpa memikirkan tata ruang bangunan dengan mematuhi garis sempadan dan juga estetika sebuah perumahan.
Seharusnya kata dia, di ujung lahan urukan dibangun talud kemudian menyisahkan ruang terbuka sepanjang lima meter dan kemudian jalan selebar tujuh meter, barulah rumah dibangun.
“Tapi kita bisa lihat, yang ada mereka bangun ini tanpa memperhatikan garis sempadan karena dibangun juga sangat rapat dengan jalan umum,” tuturnya.
Dia pun berharap instansi terkait yakni Dinas Perumahan dan Permukiman serta Tata Ruang Kota Palu segera melakukan evaluasi terhadap izin tiga developer itu.
Sebab kata dia, jika hal itu tidak ditindaklanjuti oleh dinas terkait maka sangat membahayakan masyarakat yang bakal menghuni rumah di lokasi tersebut.
Karena kata dia, apabila gempa atau banjir terjadi, dikhawatirkan struktur bangunan rumah akan roboh, karena berada di tanah urukan yang labil.
“Dan ini lebih berbahaya dari membangun di zona merah,” tegasnya.
Selain dinas terkait, Alfian juga meminta kepada pihak perbankan yang ingin membiayai kredit pemilikan rumah agar lebih selektif.
Karena Alfian menilai, perumahan di lokasi itu tidak layak untuk dipasarkan, apalagi ditinggali. CAL
Komentar