Dirlantas Polda Sulteng: Saya Sangat Bersalah dan Mohon Maaf

-Utama-
oleh

PALU– Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), Kombes Polisi Dodi Darjanto mengakui bersalah dan menyampaikan permohonan maaf kepada Syamsuddin, jurnalis SCTV pascakekerasan verbal yang terjadi pada Rabu (17/7/2024) pagi di titik 0 Kilometer Kota Palu.

“Saya sangat merasakan apa yang dirasakan bapak dan ibu rekan sekalian yang ada di sini. Saya juga turut prihatin dan saya juga sangat bersalah dan mohon maaf,” aku Dodi Darjanto, Kamis (18/7/2024).

Pernyataan tersebut disampaikan di hadapan sejumlah jurnalis Sulteng dan perwakilan empat organisasi pers, IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu dan AMSI Sulteng yang dimediasi Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Polisi Djoko Wienartono, di ruang kerjanya.

Menurut Dodi Darjanto, apa yang dilakukannya adalah sebuah kekhilafan tanpa adanya unsur kesengajaan.

“Apa yang saya lakukan khilaf, tidak ada maksud apa-apa. Intinya saya itu sekadar bercanda saja, tapi kejadiannya jadi seperti ini. Tidak ada maksud apa-apa pak,” tutur Dodi Darjanto.

Dengan adanya pengakuan tersebut, jurnalis Sulteng menerima permohonan maaf yang disampaikan Dodi Darjanto demi menjaga hubungan kerja antara pekerja pers dengan Polda Sulteng.

Meski demikian, IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu dan AMSI Sulteng yang tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis tetap menuntut adanya tindakan tegas dari pimpinan Polri atas sikap Dirlantas Polda Sulteng yang diyakini sebagai suatu kekerasan verbal harus disikapi secara serius.

Karena itu, para jurnalis meminta perhatian dan tindakan tegas dari Kapolda Sulteng sebagai bentuk menjaga hubungan kemitraan antara kepolisian dengan insan pers di Sulawesi Tengah.

Hal tersebut didasari atas rasa kecewa dan ketersinggungan baik secara pribadi yang dialami Syamsuddin maupun secara kelembagaan atas sebuah tindakan yang dinilai sebagai suatu pelecehan verbal terhadap kerja jurnalis terkait kepentingan wawancara kepada narasumber hanya karena alat kerja yang digunakan.

Atas insiden tersebut, Pengda IJTI Sulteng sebelumnya telah menyesalkan sikap penolakan yang dilakukan seorang Dirlantas Polda Sulteng, Kombes Polisi Dodi Darjanto untuk kepentingan wawancara hanya karena alat kerja digunakan secara subjektif dinilai kurang meyakinkan.

TANGGAPAN KOMPOLNAS

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menanggapi dugaan pelecehan wartawan SCTV oleh Dirlantas Polda Sulteng di Kota Palu.

“Kompolnas sangat menyayangkan, jika benar Dirlantas Polda Sulteng menolak diwawancarai jurnalis, hanya karena wawancara menggunakan handphone,” katanya dihubungi dari Palu, Kamis.

Dia menegaskan, Kompolnas akan melakukan klarifikasi ke Polda Sulawesi Tengah terkait hal ini.

Menurut dia, jurnalis dan media adalah mitra Polri, oleh karena itu harus saling menghormati dan mendukung.

“Masing-masing pihak untuk saling memahami, agar dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik,” pesannya.

Dia menyarankan jika ada kesalahpahaman atau ada hal-hal yang dinilai dapat menimbulkan sakit hati, alangkah baiknya kedua belah pihak untuk saling bertemu dan meminta maaf.

Dia berharap permasalahan akan dapat diselesaikan dengan baik.

Peristiwa merugikan yang dimaksud bermula ketika Syamsuddin hendak melakukan wawancara dengan Dirlantas Dodi Darjanto di Tugu 0 Kilometer, Palu.

Merujuk pada penyampaian Syamsuddin, yang merupakan Kepala Biro SCTV Palu, kronologi kejadian tersebut, berawal dari rencana liputan terkait hasil Operasi Patuh Tinombala 2024 di hari pertama.

“Saya sudah janji wawancara sejak kemarin melalui ajudannya. Akhirnya tadi pagi Pak Dir bersedia pukul 08.30 Wita di Tugu 0. Setelah apel, saya bertemu beliau untuk memulai wawancara. Saya memakai seragam SCTV, rapi. Setelah salam dan kenalan, saya mau mulai merekam. Dia langsung berkata, kenapa merekam wawancara pakai HP? Saya tidak mau. Masak wawancara pakai HP, HP merek Cina lagi. Suruh direkturmu belikan HP yang canggih,” ujar Syamsuddin menuturkan.

Syamsuddin menjelaskan kepada Dodi Darjanto bahwa teknologi saat ini memungkinkan pengambilan gambar berkualitas tinggi menggunakan handphone. Namun, penjelasan tersebut tidak diterima dengan baik.

“Sampai anak buahnya, anggota lantas Polda, datang dan membisikkan kepada saya, bilang sudah, tidak usah dibantah,” tambahnya.

Insiden tersebut tentunya menimbulkan reaksi dari komunitas jurnalis di Palu, yang menganggap tindakan Dodi Darjanto tidak profesional, merendahkan, bahkan menghina kerja jurnalis yang seringkali bekerja dengan berbagai alat standar, termasuk ponsel, dalam situasi yang tidak selalu memungkinkan penggunaan peralatan profesional lengkap.

IJTI berharap semoga hal tersebut menjadi perhatian bersama demi menjaga dan merawat kebebasan pers di Tanah Air, khususnya di Sulteng. CAL

Komentar