8.525 dari 9.307 KK Korban Gempa Sulteng Sudah Terima Huntap, Sisanya Tahun 2025

-Kota Palu, Utama-
oleh

PALU– Sekretaris Kota (Sekkot) Palu, Irmayanti Pettalolo mewakili walikota menghadiri Sosialisasi Refleksi Enam Tahun Bencana Likuefaksi Palu-Sigi-Donggala, pada Kamis (19/9/2024).

Kegiatan yang berlangsung di sebuah hotel Jalan Malonda Palu ini mengangkat tema “Tangguh Terhadap Bencana Likuefaksi” yang diselenggarakan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM.

Turut hadir pula dalam kegiatan ini yakni Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Rudy Dewanto mewakili gubernur, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid dan lainnya.

Asisten Rudy yang membacakan sambutan tertulis gubernur menyampaikan bahwa bencana gempa bumi yang terjadi pada 28 September 2018 dengan magnitude 7,4 yang terjadi di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong telah memicu tsunami dan likuefaksi yang mengubur ribuan rumah serta menimbulkan banyak korban dan pengungsian.

Satuan tugas penanggulangan bencana di Provinsi Sulawesi Tengah mencatat, kejadian darurat bencana tersebut kurang lebih 4.845 orang meninggal dunia, 172.999 pengungsi, dan 110.214 rumah rusak.

Sesuai amanat Inpres Nomor 10 Tahun 2018 tanggal 28 November 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi, Tsunami, Likuefaksi di Provinsi Sulawesi Tengah dan wilayah terdampak lainnya, dalam dokumen Kajian Kebutuhan Pasca Bencana (Jitupasna) sesuai Pergub Nomor 10 Tahun 2019 total kerusakan dan kerugian akibat bencana dahsyat itu tercatat sebesar Rp24.157.128.876.846,- dan total kebutuhan sebesar Rp36.392.314.917.293,- target penuntasan tanggal 31 Desember 2020, namun belum dapat tertuntaskan dikarenakan kemampuan keuangan.

Asisten menjelaskan, daerah yang tidak memadai, sehingga dikeluarkanlah Inpres Nomor 8 Tahun 2022 tanggal 14 September 2022 tentang penuntasan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Provinsi Sulawesi Tengah serta peraturan turunannya yaitu Pergub Nomor 4 Tahun 2022 tentang Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pascabencana tahun 2022-2024 yang akan menuntaskan rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana(R3P) sebesar Rp3,3 triliun terhadap lima sektor.

Berdasarkan data monitoring penanganan pascabencana 28 September 2018 pada wilayah terdampak Provinsi Sulawesi Tengah, terutama sektor perumahan per tanggal 12 Juni 2024 data validasi penanganan melalui dana stimulan total jumlah rusak ringan sejumlah 67.857 unit, terealisasi sejumlah 67.716 unit, rusak sedang tervalidasi sejumlah 23.288 unit, terealisasi sejumlah  23.200 unit, rusak berat tervalidasi sejumlah 15.397 unit, terealisasi sejumlah 15.292 unit.

Selain itupula Warga Terdampak Bencana (WTB) gempa bumi, tsunami dan likuefaksi yang tervalidasi dalam perolehan huntap sejumlah 9.307 kepala keluarga (KK), hingga tahun 2024 telah terealisasi sejumlah 8.525 KK.

Progres hingga tahun 2024 sebesar 91,60%, sisa progress 8,4% direncanakan untuk penanganannya pada tahun anggaran 2025.

Gempa yang terjadi memicu likuefaksi, banyak menyebut tanah bergerak sendiri menggulung ribuan rumah terkena dampak dengan luas ratusan hektare.

Likuefaksi bisa terjadi pada tanah yang jenuh air (saturated), seluruh pori antar butir tanah terisi air dan membentuk apa yang seringkali dikenal sebagai tekanan air pori.

“Kejadian bencana ini mengingatkan kita untuk selalu waspada dan siaga, serta menyiapkan diri sebaik-baiknya,” katanya.

Peristiwa bencana 28 September 2018 merupakan pengalaman berharga bagi semua untuk lebih mewaspada diri terhadap wilayah yang sangat rentan resiko bencana.

“Oleh karenanya pada kesempatan ini kiranya kita dapat bersama-sama Badan Geologi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI untuk mengikuti informasi terhadap kawasan rentan likuefaksi dan atas inisiatif penyelenggaraan kegiatan ini,” tuturnya.

“Saya atas nama pribadi dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengucapkan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Badan Geologi Kementerian ESDM, dengan harapan semoga literasi dan mitigasi kita dalam menghadapi bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi semakin meningkat, sehingga kita memiliki kesiapsiagaan dan kewaspadaan untuk menghadapi amukan bencana yang tidak bisa diketahui dengan pasti kedatangannya,” ungkapnya. HAL

Komentar