PALU– Sulawesi Tengah (Sulteng) dikenal dunia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dan sejumlah kekayaan mineral tambang lainnya. Namun dibalik semua ini, kemiskinan masih berada di atas 11%.
Hal ini ditegaskan Gubernur Sulteng, Anwar Hafid sebagai paradoks yang harus diselesaikan bersama antara pemerintah dan ‘teman-teman’ industri tambang khususnya dari Morowali dan Morowali Utara (Morut).
“Saya harap teman-teman bisa mengambil peran dalam program-program Berani lewat CSR dan Community Development perusahaan,” ujarnya saat pertemuan dengan perwakilan korporasi tambang di Ruang Polibu, Kamis (24/4/2025).
CSR yang dimaksud, misalnya dengan pemberian beasiswa pendidikan tinggi bagi anak-anak Sulteng yang cerdas hingga selesai di negeri Tiongkok yang kini menjadi episentrum pengembangan sains dan teknologi.
Dia juga menantang perusahaan agar membangun rumah sakit (RS) bertaraf internasional supaya masyarakat Sulteng tidak perlu berobat hingga ke luar daerah maupun ke luar negeri.
Pembangunan dua sektor vital ini merupakan tanggungjawab moral perusahaan untuk menyejahterakan masyarakat atas sumber daya alam yang sudah diambilnya.
Di samping itu dengan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berdaya saing, maka Sulteng sedikit demi sedikit akan melepas ketergantungan dari sektor tambang di masa mendatang.
“Walau habis nikel kami tapi bapak sudah mewariskan SDM kepada kami,” tegasnya bahwa peningkatan SDM adalah investasi jangka panjang membangun visi Sulteng Nambaso atau Sulteng yang besar.
Lebih lanjut lagi, perusahaan harus ikut andil dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan fokus pada optimalisasi penerimaan pajak daerah. Gubernur mengajak perusahaan supaya transparan mengenai jumlah alat berat dan kendaraan di lingkar tambang serta sumber pengambilan bahan bakarnya untuk mengejar potensi pajak bahan bakar minyak.
Dengan banyaknya perusahaan tambang di Sulteng ternyata belum maksimal bagi pemasukan pajak bahan bakar minyak yang hanya menyentuh Rp300 miliar per tahun.
Padahal Provinsi Kalimantan Timur sebagai perbandingan, mampu meraup setoran pajak hingga Rp7 triliun per tahun dari pajak bahan bakar minyak.
Begitu pula dengan registrasi NPWP perusahaan yang masih banyak terdaftar di luar daerah padahal mereka beraktivitas di Sulteng.
Olehnya gubernur meminta kesadaran manajemen perusahaan supaya memiliki kantor dan ber-NPWP Sulteng agar pajak mereka tidak dibayar di luar daerah.
Disamping tujuan lain untuk mempercepat komunikasi dan koordinasi dengan pemda lewat perwakilan perusahaan yang berkantor di Sulteng khususnya di Palu.
Pajak lain yang ikut dilirik gubernur ialah pajak air permukaan dan pajak bea balik nama kendaraan mengingat banyaknya kendaraan perusahaan yang masih menggunakan plat luar Sulteng atau non-DN, sehingga pajak kendaraan bermotor yang dibayar tidak masuk ke kas daerah.
“Semuanya sudah punya peraturan tinggal kita jalan,” imbuhnya memastikan legalitas pemungutan pajak potensial dari perusahaan tambang.
Poin lain yang digarisbawahi gubernur ialah soal Tenaga Kerja Asing (TKA) supaya perusahaan lebih terbuka dalam melaporkan pekerjanya sebab terindikasi banyak pekerja asing yang bekerja di dua atau lebih kabupaten di Sulteng.
Ulasnya jika pekerja asing bekerja di beberapa kabupaten dalam satu provinsi maka penerimaan daerah dari TKA ini menjadi pendapatan provinsi bukan kabupaten.
“Saya ingin punya satu visi yang sama agar kehadiran perusahaan bisa bermanfaat bagi bangsa dan daerah, utamanya rakyat Sulawesi Tengah,” pungkasnya dengan penuh harapan.
Pertemuan itu dihadiri Wagub Reny A Lamadjido, Staf Ahli Gubernur Bidang SDM dan Pengembangan Kawasan Ihsan Basir, Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulteng Arnold Firdaus, Kadis Pendidikan Yudiawati V Windarrusliana.
Hadir pula Kadis Penanaman Modal dan PTSP Moh Rifani Pakamundi dan Pelaksana Tugas Kadis Perindag Mira Yuliastuti, dan para pengawas tenaga kerja. Dari pihak perusahaan tampak perwakilan PT IMIP, GNI, Hengjaya Mineralindo, Wanxiang dan MSS. CAL
Komentar