Ombudsman Sulteng Tolak Aturan Volume Azan di Masjid

WhatsApp Image 2018-09-18 at 22.52.47
Sofyan Farid Lembah

SultengTerkini.Com, PALU– Aturan pembatasan volume azan di masjid yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI, hingga kini masih ditentang sejumlah pihak, salah satunya datang dari Perwakilan Ombudsman Sulawesi Tengah (Sulteng).

Kepala Perwakilan Ombudsman Sulteng, Sofyan Farid Lembah menolak kebijakan pemerintah tersebut dan memintanya agar aturan dikaji kembali.

Ia mengatakan, azan merupakan salah satu perintah dalam agama Islam untuk mengajak umat melaksanakan salat, sehingga tidak perlu diatur suaranya, dikecilkan, apalagi sampai dilarang.

“Apa sih masalahnya? Orang lain juga tahu kalau azan itu fungsinya untuk memanggil umat Islam untuk salat. Yang dipanggil kan umat Islam, bukan umat lain. Jadi saya pikir tidak ada masalah,” katanya di sela-sela acara Konferensi Sarjana Muslim Sedunia yang dibuka Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin di salah satu hotel Jalan Cumi-Cumi, Kota Palu, Selasa (18/9/2018).

Sehingga Sofyan pun meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Kemenag RI agar mengkaji dan mengevaluasi kembali aturan tersebut.

Apalagi jika aturan itu diberlakukan di Bumi Tadulako, Sulteng, tentu akan menjadi persoalan besar, apalagi daerah ini pernah dilanda konflik.

“Jangan nanti (pembatasan) itu akan memunculkan konflik baru lagi, jangan!. Jangan lagi ada pembatasan itu, tidak hanya di Sulteng, tetapi juga di seluruh Indoensia,” tegasnya.

Sofyan berharap semua pihak agar tidak alergi dengan adanya suara azan yang berkumandang di masjid.

“Apa sih ketakutan kita dengan azan? Hanya setan yang takut dengan azan!,” tegas Sofyan Farid Lembah.

WhatsApp Image 2018-09-18 at 23.27.30
Lukman Hakim Saifuddin

Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama RI tidak punya keinginan apalagi pelaksanaan ingin mengurangi apalagi meniadakan azan di seluruh Indonesia.

“Itu sama sekali tidak benar,” katanya saat ditanya SultengTerkini.Com usai membuka kegiatan Konferensi Sarjana Muslim Sedunia di salah satu hotel Jalan Cumi-Cumi, Kota Palu, Selasa (18/9/2018).

Yang benar kata Menag adalah adanya keinginan dari sejumlah masyarakat Indonesia terkait dengan pengaturan penggunaan pengeras suara masjid.

Mengapa ada kebutuhan itu? Karena menurutnya, keberadaan masjid di Indonesia saat ini tumbuh pesat dimana-mana yang komunitas masyarakatnya itu sangat beragam, khususnya di kota-kota besar.

Aktivitas di masjid itu beragam, sangat tinggi frekuensinya, tidak hanya pengeras suara digunakan untuk azan semata, tetapi juga untuk pengajian, zikir, sehingga sejumlah takmir masjid menanyakan bagaimana pengaturan pengeras suara, karena sebagian masyarakat komplain.

Oleh karena itu, pemerintah melihat persoalan ini ternyata pernah menerbitkan aturan penggunaan pengeras suara di masjid pada tahun 1978.

Aturan itu setelah dikaji ternyata cukup relevan, masih cukup sesuai bagi mereka yang membutuhkannya.

“Jadi sama sekali bukan sesuatu yang baru. Jadi edaran ini sifatnya tuntunan penggunaan pengeras suara, bukan produk regulasi atau produk hukum karena tuntunan itu tidak ada sanksi apapun, berbeda jika itu produk hukum jelas ada sanksinya bagi yang tidak melakukan,” pungkas Menag Lukman Hakim. CAL

Komentar