Dewan Pers: Pemimpin Redaksi Wajib Bersertifikasi Utama!

WhatsApp Image 2019-07-16 at 07.01.49
ANGGOTA Dewan Pers Ahmad Djauhar saat menjadi pembicara dalam Workshop Peliputan Pascapemilu 2019 di sebuah hotel Jalan Mohammad Hatta, Senin (15/7/2019). FOTO: ICHAL

SultengTerkini.Com, PALU– Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar menegaskan, seorang jurnalis wajib dan penting mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi demi meningkatkan kualitas dan profesionalismenya.

“Bukan hanya penting, ini sudah menjadi kesepakatan nasional diantara komunitas pers yang digulirkan pada saat Hari Pers Nasional di Palembang, Sumatera Selatan tahun 2010 lalu,” kata Ahmad Djauhar saat ditemui SultengTerkini.Com usai menjadi pembicara dalam Workshop Peliputan Pascapemilu 2019 di sebuah hotel Jalan Mohammad Hatta, Senin (15/7/2019).

Yang menjadi kesepakatan itu kata Ahmad, adalah perusahaan pers harus mengikuti standar perusahaan pers, setiap jurnalis harus mengikuti uji kompetensi untuk mengetahui sejauhmana bersangkutan kompeten sebagai wartawan karena ia melaksanakan tugas yang tidak ringan dan main-main.

“Itu tugas yang sangat berat dan konsekuensinya hukum,” katanya.

Ia menjelaskan, tugas pers adalah menyampaikan informasi, mendidik, dan memberikan hiburan kepada masyarakat, serta sebagai kontrol sosial, ini yang paling penting.

Ahmad juga menyebutkan, dalam sertifikasi jurnalis itu ada tiga level mulai dari yang muda, madya hingga utama.

Untuk level pekerja itu ada di tingkat muda, kemudian pada level pengelola redaksi itu jurnalisnya harus bersertifikasi madya dan pada pengambil keputusan, penanggung jawab redaksi dan menjalankan usaha media, bersangkutan itu harus ada di level utama.

Menurutnya, jika ada media yang pemimpin redaksinya tidak atau belum bersertifikasi utama, maka perusahaan bersangkutan tidak menaati standar perusahaan pers.

Menurutnya, bilamana media bersangkutan nanti terlibat sengketa, maka kasusnya tidak bisa diselesaikan di Dewan Pers sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Pers.

“Kalau (jurnalis) tidak bersertifikasi, maka produknya dapat dianggap bukan sebagai produk jurnalistik karena dia tidak mematuhi ketentuan itu,” tegasnya.

Untuk itu ia menegaskan, masyarakat berhak untuk menolak memberikan keterangan pers atau memberikan penjelasan apapun kepada jurnalis yang belum pernah mengikuti uji kompetensi.

Ia menegaskan, jika jurnalis belum pernah mengikuti uji kompetensi, maka dikhawatirkan terjadi salah pemberitaan.

“Boleh tidak media seolah-olah berkuasa menuduh orang seenaknya, tidak boleh!. Kalau dia ikut uji kompetensi pasti dia tahu mana yang layak diberitakan, mana yang tidak,” pungkasnya. CAL

Komentar