SultengTerkini.Com, PALU– Anggota MPR RI, Sarifuddin Sudding menyarankan kepada Pemerintah Pusat dan lembaga terkait untuk mengganti diksi radikalisme karena selalu dikaitkan dengan agama tertentu.
“Dalam berbagai kesempatan saya sampaikan, sebaiknya diksi radikalisme dievaluasi kembali dan diganti dengan kata ekstrimis,” katanya dalam Sosialisasi Empat Pilar di The Coffee, Jalan Nokilalaki, Kota Palu, Ahad (8/12/2019) malam.
Menurutnya, makna radikalisme merupakan produk dari luar yang sengaja dibuat merusak tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ini adalah kejahatan transnasional yang sengaja dibuat untuk mengganggu tatanan NKRI,” jelasnya.
Parahnya, pemaknaan radikalisme saat ini telah mengaitkan unsur agama, salah satunya Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Akibatnya, muncullah istilah Islamopobhia di tengah masyarakat. Tentunya, tujuannya mencoba menggoyangkan tatanan NKRI yang telah dipupuk para pahlawan sejak dulu.
Dengan demikian, radikalisme telah menjadi tantangan bangsa Indonesia, khususnya pemuda sebagai generasi yang akan mengambil tampuk pimpinan masa akan datang.
Menurut anggota DPR RI daerah pemilihan Sulteng, diksi radikal tidak selalu berkonotasi negatif.
Radikal bisa dimaknai positif dalam rangka membangun harapan dan cita-cita dari para generasi muda.
Apabila diksi radikalisme ini tidak diganti, kata Sarifuddin Sudding, sulit membayangkan bagaimana masa depan tatanan NKRI.
“Kalau ini terus dibiarkan, kedepan bangsa Indonesia akan jadi penonton di negaranya sendiri. Kita harus jaga bangsa ini, jangan sampai jadi budak di negeri sendiri,” ujar politisi asal Partai Amanat Nasional itu.
Kegiatan sosialisasi yang digelar MPR RI bekerjasama dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Palu itu diikuti ratusan orang dari seluruh organisasi otonom Muhammadiyah seperti Tapak Suci, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sendiri. MAD/CAL
Komentar