PALU– Pemerintah menunjukan keseriusannya memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim) setelah DPR menyetujui rancangan Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU dalam rapat paripurna ke 13 masa persidangan III tahun sidang 2021-2022.
Perpindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim bertujuan untuk pemerataan pembangunan daerah. Secara geografis letak Kaltim pun sangat strategis, sebab berada di tengah wilayah Indonesia. Berbagai pihak berpandangan, pemindahan IKN ini turut memberikan peluang bagi daerah berdekatan, termasuk Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Posisi daerah ini dengan akses cukup dekat ke Kaltim adalah sebuah peluang emas bagi Sulteng sebagai provinsi pemasok utama kebutuhan logistik. Olehnya, sudah sepatutnya pemerintah daerah (pemda) mengambil langkah sigap sebagai bentuk kesiapan nyata bagi daerah menyambut IKN.
Demikian diungkapkan Tokoh Muda Alkhairaat, Habib Mohammad Sadig Al-Habsyi saat dimintai pandangannya terkait kesiapan pemda menjadikan Sulteng sebagai penyuplai kebutuhan logistik ke Kaltim, Rabu (2/2/2022) malam.
Habib Sadig mengatakan, kesiapan daerah tidak hanya dari sisi pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dalam meningkatkan produksi untuk pemenuhan stok kebutuhan logistik, tapi sangat penting juga memperhatikan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat terkait bagaimana mengelola potensi-potensi itu agar bisa menghasilkan produktivitas yang bermutu, baik hasil pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan maupun potensi lainnya.
“Kesiapan daerah bukan semata fokus pada kuantitas atau banyaknya ketersediaan logistik yang akan dikirim ke IKN, tetapi kualitas atau mutu dari produktivitas para petani kita juga sangat penting. Sebab ini sangat menentukan dalam kompetisi pasar pada IKN nantinya,” ungkap Habib.
Habib Sadig juga mengingatkan, semangat mewujudkan Sulteng menjadi daerah penyuplai logistik, tentu banyak pengelolaan sektor yang harus dilakukan pemda seperti produksi buah, sayur, ternak dan lainnya ke IKN.
Hal itu jangan sampai justru membuat pengelolaan persawahan petani tidak lagi menjadi perhatian utama Pemda, sehingga berdampak pada penurunan produktivitas padi para petani sebagai kebutuhan pokok konsumsi masyarakat, termasuk bagi daerah sendiri.
“Selama ini kita dikenal sebagai daerah swasembada pangan, khususnya beras. Jangan sampai semangat pemda dalam meningkatkan produktivitas semua sektor yang dibutuhkan di ibukota, justru perhatian terhadap petani sawah tidak lagi menjadi prioritas, yang akhirnya produksi beras dari petani kita menurun. Sehingga keinginan menyuplai beras ke Kaltim, tetapi disisi lain kebutuhan beras untuk konsumsi di daerah sendiri mengalami keterbatasan,” jelasnya.
Dia mengatakan, kehadiran IKN di Kaltim yang notabene berdekatan dengan Provinsi Sulteng secara tidak langsung membuat daerah ini dilirik para investor, baik skala nasional maupun internasional untuk berinvestasi. Hal ini tentunya mengharuskan pemda mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk pembangunan infrastruktur.
Apalagi Sulteng memiliki potensi pertambangan mulai dari emas, nikel. Bahkan dikabarkan ada uranium.
Terkait hal ini, banyak yang harus diperhatikan pemda dalam melakukan pengelolaan pertambangan, utamanya harus memperhatikan fungsi lingkungan yang berkelanjutan.
“Keinginan menggemaskan Sulteng, jangan sampai lupa bahwa kita daerah swasembada pangan,” tuturnya.
Seperti kata dia, bagaimana nantinya upaya lanjutan pemerintah terhadap lokasi paska pengelolaan pertambangan.
Mengingat, tambang ini adalah sumber daya yang akan habis. Olehnya, potensi unggulan pertanian daerah ini tetap harus diutamakan.
“Jangan sampai semangat mengelola tambang ini justru berdampak buruk pada lahan pertanian di sekitarnya,” jelas Habib Sadig. CAL
Komentar