DPRD Palu Upayakan Raperda Penyediaan Sarana Mitigasi Terakomodasi

-Utama-
oleh

PALU– Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Palu, Mutmainnah Korona mengupayakan rancangan peraturan daerah (Raperda) terkait penyelenggaraan sarana, prasarana dan fasilitas publik berbasis mitigasi bencana yang responsif gender dan inklusi terakomodasi dalam program legislasi daerah tahun 2022.

“Beberapa contoh fakta mengapa perlu ada aturan dalam bentuk perda yang lebih responsif bagi gender dan inklusi berbasis mitigasi bencana, antara lain, banyak hunian tetap (Huntap) korban bencana 2018 yang dibangun asal-asalan, yang memiliki kerentanan terkait dengan ketangguhan bencana alam dan rentan mengalami banjir,” katanya, Jumat (10/6/2022).

Mengingat raperda tersebut sangat penting untuk dikaji dan dibahas agar disahkan menjadi peraturan daerah (Perda) Kota Palu untuk melindungi warga Palu utamanya para kelompok rentan dari ancaman bencana di masa depan seperti yang terjadi pada tahun 2018 lalu.

Kemudian, banyak gedung perkantoran yang tidak ramah perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas serta belum memiliki jalur evakuasi ketika terjadi bencana alam.

“Ruang berkumpul warga juga masih banyak yang rentan terkena bencana alam karena belum memiliki penataan ruang untuk ketangguhan bencana. Sarana dan fasilitas publik pun belum responsif gender dan inklusi,”ujarnya.

Mutmainnah menerangkan fakta-fakta tersebut memberikan landasan secara filosofi dan sosiologi mengapa raperda tersebut penting diakomodir dalam program legislasi daerah tahun 2022.

“Dengan beberapa alasan juga tentunya. Pertama, pembangunan pasca bencana 2018 sebagian besar akan menyerap pembangunan untuk penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas publik yaitu sekitar 82 persen dari total dana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dikucurkan pemerintah pusat yakni sebesar Rp 18,9 triliun,” kata dia

Dengan alokasi anggaran yang begitu besar, kata Mutmainnah, maka penting sekali ada mekanisme pembangunan yang lebih terarah pada pengurasan risiko bencana alam berbasis pada kebutuhan warga secara terpilah serta inklusi kelompok rentan.

Kedua, pasca bencana 2018 ada beberapa kawasan menjadi rentan dilanda banjir sehingga harus mempunyai dokumen petunjuk atau road map berbasis mitigasi bencana dan rencana aksi gender atau gender action plan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat secara terpilah sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan.

“Maka, raperda ini akan menjadi rambu dalam pembangunan ke depan utamanya untuk pembangunan fisik dalam memenuhi hak warga secara terpilah dan ruang layanan publik. Apalagi pasca bencana 2018, Pemerintah Kota Palu kembali membangun semuanya dari nol,”tambahnya.

Mutmainnah menambahkan beberapa landasan hukum mengapa raperda tersebut sangat penting untuk diakomodasi dalam program legislasi daerah Kota Palu tahun 2021 untuk secepatnya disahkan menjadi perda, di antaranya Instruksi Presiden RI Nomor 10 Tahun 2018 tentang percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi, Tsunami dan Likuefaksi di Sulawesi Tengah dan Wilayah Terdampak Lainnya.

Berikutnya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana.

“Juga Peraturan Menteri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana,” katanya. ANT

Komentar