Oknum Brimob dan Kades Divonis Bebas Kasus Asusila di Parimo

-Parigi Moutong, Utama-
oleh

PARIMO– Pihak Majelis Hakim memutus bebas oknum anggota brimob, Ipda MKS dan HR alias Pak Kades, terdakwa kasus asusila dari berbagai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Parigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah pada Kamis (11/1/2024).

Majelis hakim menilai, dua dakwaan alternatif JPU terhadap Ipda MKS yakni Pasal 6 Huruf c Jo Pasal 15 ayat 1 huruf g Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Pasal 81 Ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU, tidak terbukti.

Begitu juga dua dakwaan alternatif JPU terhadap HR alias Pak Kades, yakni Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jo Pasal 15 ayat (1) huruf g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, dan pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana, dinilai tidak terbukti.

“Menyatakan terdakwa, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua dan kesatu penuntut umum,” kata Ketua Majelis Hakim, Yakobus Manu membacakan amar putusan saat persidangan.

Selain itu, majelis hakim memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari penahanan di rumah tahanan negara, segera setelah putusan ini diucapkan, memulihkan hak-hak dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya.

Bahkan, majelis hakim menyatakan tuntutan restitusi yang diajukan keluarga korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tidak dapat diterima.

Sementara enam terdakwa lainnya divonis bersalah melanggar pasal 81 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim, terdakwa AKHB alias A dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp100 juta.

“Dengan ketentuan, bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurangan selama tiga bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim.

AKHB alias A pun diperintahkan Majelis Hakim, membayar restitusi terhadap korban sebesar Rp1.521.267.

Sementara FN alias F dijatuhi hukuman delapan tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar restitusi terhadap korban sebesar Rp3.042.534.

Terdakwa AS, dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara, serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar restitusi terhadap korban sebesar Rp3.042.534.

Terhadap terdakwa AAP alias A, Majelis Hakim menjatuhi hukuman sembilan tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar restitusi terhadap korban sebesar Rp4.563.801.

Sedangkan terdakwa AM alias A dijatuhi hukuman delapan tahun penjara, serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar restitusi terhadap korban sebesar Rp1.521.267.

Terakhir terhadap terdakwa K alias D alias PM, majelis hakim memutus sembilan tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar restitusi terhadap korban sebesar Rp4.563.801.

Sidang pembacaan putusan yang digelar terbuka untuk umum tersebut dihadiri kedua orang tua korban didampingi pengacaranya, pendamping sosial, keluarga terdakwa dan mendapatkan pengamanan dari pihak kepolisian setempat. TOP/HAL

Komentar