Tanah Bank Sulteng akan Disita Eksekusi, Ini Kata Direksi

WhatsApp Image 2018-01-26 at 19.07.34
DARI kiri ke kanan, Ikawijaya (Direktur Kepatuhan Bank Sulteng), Amdjad Lawasa (Komisaris Utusan pemilik Bank Sulteng), Rahmat Abdul Haris (Dirut PT Bank Sulteng), Karim Hanggi (Komisaris Utama dan Komisaris Independen Bank Sulteng) dalam siaran persnya di hadapan sejumlah jurnalis usai pertemuan Direksi Bank Sulteng di salah satu hotel di Jalan Sisingamangara Palu, Jumat (26/1/2018). FOTO: HMS

SultengTerkini.Com, PALU– Pihak Direksi PT Bank Sulteng akhirnya angkat bicara menjelang rencana sita eksekusi perkara perdata oleh Pengadilan Negeri (PN) Palu terhadap lahan atau tanah yang di atasnya berdiri kantor PT Bank Sulteng Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 20, Kota Palu pada 31 Januari 2018 mendatang.

Kepada sejumlah jurnalis di salah satu hotel di Jalan Sisingamangaraja Palu, Jumat (26/1/2018), Direktur Utama PT Bank Sulteng, Rahmat Abdul Haris mengakui adanya putusan PN Palu itu terhadap rencana sita eksekusi tanah kantor Bank Sulteng.

Hanya saja katanya, tidak tepat karena yang dituntut itu PT Bank Sulteng, sementara di dalam manajemen PT Bank Sulteng itu terdiri dari tiga unsur yakni pihak pengelola (Direksi dan Komisaris), pihak kedua pemilik (orang yang mendirikan Bank Sulteng, pemegang saham seri A, Pemerintah Provinsi Sulteng, Pemkot Palu, pemerintah kabupaten di Sulteng) dan pihak ketiga pemegang saham PT Coorporate.

Jadi dalam kasus yang dituntut sebenarnya pengelolanya, tapi dalam surat penyitaan tersebut mencantumkan PT Bank Sulteng, sehingga pemiliknya Bank Sulteng akan melakukan tuntutan balik kepada penuntut terhadap satu bidang tanah hak milik Nomor 645 Kelurahan Lolu Utara atas nama pemegang Hak Bank Pembangunan Daerah Sulteng berkedudukan di Palu seluas 2.290 meter persegi beserta bangunan permanen di atasnya terletak di Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 20 Palu, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.

Apalagi katanya, ahli waris penuntut juga memberikan gugatan perdata sejak 2014 silam, melaporkan PT Bank Sulteng ke pihak Polda Sulteng sesuai laporan nomor polisi: LP/578/X/SPKT tertanggal 29 Oktober 2014 tentang adanya dugaan tindak pidana perbankan yakni menghilangkan surat ukur dari sertifikat hak milik Nomor 34/1978 Kelurahan Birobuli.

Menurutnya, objek  penetapan eksekusi itu bukanlah objek sengketa perdata yang sebenarnya. Tapi masalah ini diserahkan sepenuhnya kepada lembaga hukum karena mengingat perusahaan PT Bank Sulteng adalah milik masyarakat Sulteng yang didirikan oleh pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten se Sulteng pada tahun 1969 lalu, sehingga para pemilik tidak tinggal diam.

“Tentunya kami akan melakukan langkah-langkah hukum untuk menyikapi hal ini. Kami hanya pengelola dan siap dimarah serta diberikan sanksi oleh pemilik karena tidak becus mengawal persoalan ini yang dilakukan oleh pengelola sebelumnya, jadi kami hanya melanjutkan,” ujar Rahmat Abdul Haris yang saat itu didampingi Direktur Kepatuhan Bank Sulteng, Ikawijaya D dan Amdjad Lawasa selaku Komisaris Utusan Pemilik Bank Sulteng, Karim Hanggi selaku Komisaris Utama dan Komisaris Independen Bank Sulteng.

Ditanya soal tanggapan adanya opini buruk masyarakat gara-gara adanya kasus ini, pihak Bank Sulteng mengaku pihak manajemen tidak terpengaruh terhadap tugas dan kerja Bank Sulteng dalam melayani nasabahnya.

“Itu yang terpenting. Apalagi aset Bank Sulteng tahun 2017 mencapai Rp5 triliun, dana pihak ketiga saja mencapai 3,4 triliun. Jika kami salah dalam mengawal ini, kami (manajemen PT Bank Sulteng) siap diganti,” tegas Rahmat menambahkan.

Sementara itu, Komisaris Utusan Pemilik Bank Sulteng, Amdjad Lawasa menuturkan, mengapa PT Bank Sulteng belum melaksanakan isi putusan dari PN Palu?

Sebab katanya, pemerintah provinsi dan kota maupun kabupaten se Sulteng selaku pemilik merasa sampai saat ini belum mendapatkan rasa keadilan sebagaimana yang diharapkan.

Pasalnya, lahan yang dimaksud pun sudah pindah pemilik, sementara saat dilakukan kunjungan ke lahan yang dimaksud, ahli waris penuntut tidak pernah hadir.

“Apa yang ingin kami bayar meskipun dalam tuntuntan itu kami harus membayar sebesar Rp7,6 miliar, namun itu pun masih diserahkan ke pemilik Bank Sulteng dulu. Gubernur juga masih ada diluar daerah,” tutur Amdjad Lawasa. SAH

Komentar