SultengTerkini.Com, SIGI– Tim penyidik tindak pidana korupsi (tipikor) Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) menyatakan telah memeriksa Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sigi Iskandar Nontji terkait penyelidikan dugaan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) dalam penerbitan izin asphalt mixing plant (AMP) di wilayahnya.
Bahkan diperoleh keterangan, pemeriksaan terhadap orang pertama di Dinas PU Sigi dalam kapasitasnya sebagai saksi itu sudah dilakukan sebanyak tiga kali di Mapolda Sulteng.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulteng Kombes Polisi Arief Agus Marwan yang dikonfirmasi SultengTerkini.Com melalui Kasubdit Tipikor AKBP Teddy D Salawati membenarkan hal itu.
“Iya, Kadis PU Sigi telah diambil keterangannya serta beberapa stafnya,” kata Teddy melalui telepon genggamnya, Rabu (18/4/2018) malam.
Proses penyelidikan yang dilakukan tim tipikor Polda Sulteng terhadap kasus itu sudah berlangsung sebulan lebih dengan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait.
Penyelidikan itu dilakukan dalam rangka menindaklanjuti laporan atau informasi masyarakat yang resah dengan adanya aktivitas AMP di lingkungan pemukiman, sehingga polisi menduga kuat ada kolusi terkait penerbitan izin AMP di Kabupaten Sigi.
Tidak hanya Kadis PU Sigi, penyidik tipikor Polda Sulteng juga berencana memanggil dan memeriksa Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi dan stafnya berkaitan dengan izin lingkungan yang sebagian ditandatangani Bupati Sigi.
“Kami juga telah memeriksa lima lokasi AMP yang diterbitkan izin dan yang belum,” kata mantan Kasubdit Industri dan Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulteng itu.
Ia menjelaskan, penyelidikan perizinan kegiatan AMP di Sigi diduga bertentangan dengan Peraturan Daerah Tata Ruang Sigi.
Selain itu juga ada indikasi tindak pidana penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin serta pembayaran retribusi pajak usaha yang diduga tidak sesuai jumlah AMP beroperasi.
“(Ada) sembilan AMP di Sigi, tujuh yang diberi izin diduga bertentangan dengan tata ruang bukan peruntukannya serta dua belum diberi izin,” tegas Teddy.
Menurutnya, tujuh AMP yang telah diberi izin dan beroperasi diduga beberapa berkolusi dalam penerbitan izin serta dalam pengoperasiannya.
“Masih akan dikembangkan untuk pemeriksaan lokasi dan AMP lainnya,” kata Teddy.
Ia menegaskan, mereka yang terlibat dalam kasus itu dapat dipidana sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang dan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. HAL
Komentar