Ketua PB PMII Belum Minta Maaf Secara Terbuka di Media Massa

AKSI protes dari sejumlah ormas Islam dan pemuda atas pernyataan Ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Aminuddin Ma’ruf yang melukai hati rakyat Sulteng, khususnya umat Islam di Sulawesi Tengah. FOTO: IST

SultengTerkini.Com, PALU– Komunitas “Polibu Tana Tadulako” menegaskan, masih tersisa satu janji yang belum ditepati oleh Ketua Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aminuddin Ma’ruf yaitu menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Sulawesi Tengah.

“Dari sejumlah tuntutan, satu kewajiban itu belum dipenuhi hingga hari ini,” kata salah seorang inisiator Polibu Tana Tadulako, Nisbah kepada sejumlah wartawan di Palu, Kamis (18/5/2017).

Ia menjelaskan, sebagai komunitas yang mendorong proses itu dari awal, memiliki kewajiban untuk mengingatkan kembali agar nantinya tidak menjadi bisa serta menjadi persoalan baru di masyarakat.

Komunitas ini kata Nisbah, merupakan representasi dari semua elemen masyarakat di Kota Palu dan Sulteng diantaranya jajaran akademisi, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, praktisi, birokrasi, dunia usaha, organisasi masyarakat dan kepemudaan, serta elemen lainnya.

Nisbah kembali menegaskan, permohonan maaf secara terbuka itu, juga merupakan perintah dari Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Ketua Utama Alkhairaat Habib Saggaf Aljufri.

“Kami masih menunggu itikad baik itu,” ujarnya.

Akademisi Universitas Tadulako Palu itu mengatakan, semua proses yang telah dilakukan sangat mereka hargai.

Namun masih ada kesan, ada upaya mengambil tindakan penyelesaian dengan berpikir mengunjungi petinggi pemerintahan dan tokoh agama.

“Tetapi substansinya, bagaimana memberikan pernyataan kepada selurih masyarakat Sulteng, dengan meminta maaf melalui media nasional dan lokal,” tegas Nisbah.

Sementara itu, Inisiator lainnya, Irwan Karim kembali menegaskan tiga pernyataan sikap awal memprotes keras atas pernyataan Ketum PB PMII yang menyebutkan Tanah Tadulako sebagai pusat radikalisme islam dan pusat gerakan menentang NKRI.

Kemudian menuntut yang bersangkutan agar diberikan sanksi adat melalui peradilan adat setempat.

Serta mendesak yang bersangkutan untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, di media cetak dan elektronik nasional dan daerah.

“Dua hal telah dilakukan, namun satu permohonan maaf itu belum dilakukan,” tegasnya.

Ia menegaskan, jika janji itu diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan ada upaya lain yang akan dilakukan, hingga janji itu dapat direalisasikan. */HAL

Komentar