SultengTerkini.Com, JAKARTA– Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,5 yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pada September 2018, mengejutkan ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika (NASA). Berdasarkan studi terbaru, gempa tersebut diklaim kecepatannya 14.760 km per jam!,
Studi yang dilakukan oleh para peneliti di UCLA, Laboratorium Jet Propulsion (JPL) NASA di Pasadena, California, AS, mengungkapkan bahwa gempa Palu itu masuk ke dalam gempa langka, di mana hanya terjadi 15 kali dalam catatan sejarah geografi.
Hal itu tak terlepas dari sangat cepat dan kuatnya gempa Palu yang pernah diidentifikasi oleh peneliti.
Dikutip dari situs NASA, Rabu (6/2/2019), ketika gempa mengoyak Ibu Kota Sulawesi Tengah itu, retakan bergerak di sepanjang sesar dengan sangat cepat, memicu gelombang naik-turun atau sisi-ke-sisi yang mengguncang permukaan tanah dan menyebabkan likuefaksi. Getaran yang tercipta jauh lebih kuat ketimbang pada gempa yang lebih lambat.
Bersama dengan lembaga-lembaga lain, ilmuwan NASA menganalisis melalui pengamatan resolusi tinggi spasial dari gelombang seismik yang disebabkan oleh gempa bumi, radar satelit, dan citra optik. Metode ini diperlukan untuk mengukur kecepatan, waktu, dan tingkat magnitudo gempa 7,5 di Palu itu.
Hasilnya, menurut NASA, gempa Palu bergerak dalam kecepatan stabil 9.171 mph atau sekitar 14.760 km per jam pada guncangan utama selama hampir satu menit. Biasanya, kecepatan gempa hanya berkisar 5.600- 6.700 mph (9.000 – 10.800 km per jam).
Selain itu, para peneliti juga menemukan kedua sisi sesar sepanjang 93 mil (150 km) yang bergeser lima meter. Angka ini, kata mereka, adalah jumlah yang sangat besar.
“Memahami bagaimana sesar pada gempa bumi besar membantu meningkatkan permodelan bahaya seismik dan membantu insinyur dalam mendesain bangunan serta infrastruktur yang tahan gempa di masa depan,” ungka Eric Fielding dari JPL.
Disampaikan, sesar yang retak menciptakan beberapa jenis gelombang, termasuk gelombang geser yang menyebar dengan kecepatan 7.900 mph (12.700 km per jam). Dalam gempa bumi berkecepatan tinggi, pecahan ini menyalip gelombang geser yang lebih lambat menciptakan efek domino yang menghasilkan gelombang seismik yang lebih mematikan.
“Guncangan hebat (yang menghasilkan) seperti dentuman sonik pada jet supersonik,” kata Lingsen Meng, seorang profesor di UCLA dan rekan penulis studi.
Kecepatan gempa di Palu yang sangat konstan, mengejutkan para ilmuwan NASA, mengingat bentuk sesar di Sulawesi Tengah. Selama ini, ilmuwan mempercayai gempa bumi berkecepatan tinggi terjadi pada sesar yang lurus, sehingga tak banyak hambatan dalam pergerakannya. Sedangkan, di Palu dari citra satelit memiliki setidaknya dua lengkungan besar.
Dengan begitu, temuan ini mengubah permodelan ilmiah terkait gempa bumi dari peneliti lain, yaitu Jean-Paul Anmpuero dari Université Côte d’Azur di Nice, Prancis. Kendati demikian, pemodelan ini dikembangkan dengan jenis patahan ideal pada material yang homogen.
“Patahan dikelilingi oleh batuan yang retak dan sudah diperhalus oleh gempa bumi sebelumnya. Dalam teorinya, kecepatan yang tidak terduga pada batuan yang utuh dapat terjadi pada batuan yang sudah rusak,” tandas Anmpuero.
Tak butuh waktu lama pasca-gempa melanda Sulawesi Tengah, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dengan satelit ALOS-2 dan European Space Agency (ESA) dengan satelit Copernicus Sentinel-2A serta 2B, mengambil citra satelit yang lebih rinci dari Sulawesi untuk membantu penelitian demi analisa yang komprehensif.
(sumber: detik.com)
Komentar